Jangan Anggap Habib Rizieq Bengal, Sidang Virtual Memang Punya Dampak Serius

Senin, 22 Maret 2021 – 10:29 WIB
Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel saat menjadi narasumber Podcast JPNN.com. Foto: Andika Kurniawan/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menyampaikan analisis terkait dampak persidangan online yang berlangsung sejak pandemi Covid-19 terhadap psikologis terdakwa maupun majelis hakim.

Analisis disampaikan Reza pascapolemik penolakan eks Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab alias HRS mengikuti persidangan secara virtual di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

BACA JUGA: Video Hoaks Oknum JPU Terima Suap Perkara Habib Rizieq, Mabes Polri Turun Tangan

Menurut pakar yang menamatkan pendidikan sarjana di Fakultas Psikologi UGM itu, persidangan daring bukan sekadar masalah format atau mekanisme penyelenggaraan semata.

"Ketika persidangan dilangsungkan secara virtual, ada sekian banyak dampak psikologis yang muncul. Sisi ini yang tampaknya vakum dalam cermatan lembaga dan sarjana hukum," ucap Reza kepada JPNN.com, Senin (22/3).

BACA JUGA: Habib Rizieq Dinilai Tidak Menghormati Peradilan, Begini Reaksi Mahfud MD

Oleh karena itu, kata Reza, ketika HRS menolak sidang secara daring, narasi yang seketika terbangun adalah perendahan terhadap lembaga peradilan dan penghinaan kepada hakim.

Dia lantas menyampaikan sejumlah contoh terkait dampak psikologis dari persidangan daring, baik terhadap terdakwa maupun sisi hakim selaku pembuat keputusan.

BACA JUGA: Kakek TN Mencium Siswi, Beraksi 2 Kali pada Malam Hari

"Beberapa contoh, imigran ilegal, ketika disidang secara daring, lebih besar kemungkinannya untuk dideportasi," kata peraih gelar MCrim (Forpsych, master psikologi forensik) dari Universitas of Melbourne, Australia itu.

Berikutnya, kriminal yang mengajukan jaminan lewat persidangan jarak jauh, jika dikabulkan, ternyata harus membayar jaminan dengan besaran hingga hampir seratus persen lebih tinggi.

Lainnya, pemeriksaan terhadap saksi pada sidang virtual cenderung menghasilkan penilaian bahwa saksi kurang cerdas, terlihat kurang menyenangkan, dan kesaksiannya kurang akurat.

"Terdakwa yang diadili secara virtual juga merasa didehumanisasi dan disconnected. Sehingga mereka lebih sering berteriak dan keluar dari ruang sidang," tutur Bang Reza.

Bahkan, posisi kamera yang menyorot hakim pun berpengaruh terhadap penilaian khalayak terkait wibawa dan kemampuan hakim mengatur jalannya persidangan.

"Kendala teknologi bisa menambah keraguan pihak-pihak di ruang sidang," ucap pria asal Rengat, Indragiri Hulu, Riau itu.

BACA JUGA: Wow, WhatsApp Ternyata Memiliki Menu Rahasia yang Berguna Bagi Pelanggannya

Jadi, lanjut Reza, benar bahwa terdakwa yang tidak hadir tanpa alasan yang sah harus dihadirkan secara paksa. Namun di balik keharusan itu, apalagi ketika persidangan diadakan dalam format video conference, ada kompleksitas psikis yang harus dikelola secermat mungkin.

"Bukan langsung disimpulkan sebagai, katakanlah, kebengalan terdakwa. Andai diabaikan, konsekuensi buruknya tidak hanya mengena kepada terdakwa, tetapi juga kepada hakim," sebutnya.

Dampak tersebut menurut Reza, seperti pada contoh persidangan daring imigran ilegal dan besaran jaminan yang diterima pelaku kriminal tadi.

BACA JUGA: Pembuat & Penyebar Video Hoaks JPU Terima Suap Perkara Habib Rizieq Siap-siap Saja

"Membesarnya kemungkinan terdakwa memperoleh putusan yang memberatkan. Ini disebabkan oleh kegagalan penasihat hukum melakukan pembelaan secara maksimal akibat kendala komunikasi," ucap Reza.

Selain itu, katanya, hakim memiliki beban ekstra dalam menunjukkan muruah sekaligus kemampuannya mengendalikan jalannya persidangan.

"Kehormatannya (hakim, red) ditentukan di situ. Ditambah dengan masalah-masalah komunikasi yang muncul, kualitas putusannya akan terpengaruh," pungkas Reza Indragiri Amriel.(fat/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler