jpnn.com, JAKARTA - Semua orang pasti pernah mengalami nyeri kepala. Entah itu nyeri di sebagian kepala atau sebelah, kepala bagian belakang atau nyeri di bagian kepala lainnya.
"Ada beberapa jenis nyeri di kepala dan beragam cara mengatasinya. Penting itu untuk dikenali," kata dr. Riezky Valentina Astari, Sp.S., dari Siloam Hospitals Jantung Diagram melalui edukasi online, Sabtu (18/7).
BACA JUGA: 5 Jus yang Ampuh Usir Sakit Kepala Mengganggu
Berdasarkan klasifikasi, lanjutnya, nyeri kepala terbagi menjadi tiga yaitu nyeri kepala primer biasanya seperti migrain, kemudian nyeri kepala tipe tegang dan nyeri kepala tipe cluster.
Untuk nyeri kepala sekunder biasanya disebabkan karena cedera, infeksi, stroke, gangguan mata, telinga, hidung atau sinus, gigi dan mulut, adanya konsumsi obat dan makanan. Kemudian substansi, gangguan psikiatri dan lainnya.
BACA JUGA: 5 Makanan Enak Ini Picu Sakit Kepala Lho
"Lantas ada pula lainnya, yaitu yang tidak termasuk dari 2 kategori di atas," tuturnya.
Untuk sakit kepala migrain yaitu satu sisi kepala dengan perasaan nyeri sedang sampai dengan nyeri berat, terasa berdenyut dan semakin nyeri bila disertai aktivitas. Penyertanya seperti gejala mual, muntah, fotofobia, fonofobia, dan aura.
BACA JUGA: 6 Makanan yang Ampuh Redakan Sakit Kepala Mengganggu
"Penderitanya cenderung ingin beristirahat atau menutup mata dengan durasi 4 jam hingga 72 jam," katanya.
Sementara untuk nyeri kepala tipe tegang yaitu merasakan nyeri pada kedua sisi kepala dengan perasaan seperti ditindih beban berat, tingkat nyeri sedang namun tidak mengganggu aktivitas dengan durasi yang bervariasi.
Adapun untuk nyeri kepala cluster biasanya merasakan nyeri pada satu sisi kepala, umumnya di sekitar mata.
Nyeri yang dirasakan terus menerus semakin berat hingga membuat pasien gelisah, durasi nyeri yang dirasakan sekitar 30 menit sampai 3 jam.
"Gejala yang dialami adalah mata merah, hidung berair, berkeringat, kelopak mata bengkak," lanjutnya.
Kondisi ini bisa dilakukan pemeriksaan penunjang misalnya melalui laboratorium seperti darah putih, elektrolit, glukosa darah, profil lipid dan lainnya. Pemeriksaan CT scan atau MRI kepala juga dapat dilakukan bila ada indikasi.
Menurut Dokter Riezky, tata laksana nyeri kepala dapat dibedakan menjadi terapi abortif, terapi preventif, dan terapi non obat.
Terapi abortif bertujuan untuk mengobati episode nyeri kepala yang sedang dialami menggunakan obat-obatan jenis analgesik atau antimuntah. Selanjutnya, terapi preventif dapat dilakukan untuk mengurangi frekuensi, berat, dan lama serangan nyeri kepala.
"Terapi preventif diharapkan dapat meningkatkan respon pasien terhadap pengobatan sehingga pada akhirnya dapat mengurangi biaya pengobatan," ujarnya.
Terapi non-obat yang dapat dilakukan pasien nyeri kepala yaitu menghindari dan/atau mengelola faktor pencetus nyeri kepala (misalnya perubahan pola tidur, makanan, stress, rutinitas, cuaca, lingkungan tempat tinggal).
Selain itu, juga bisa melakukan teknik relaksasi, menghindari merokok atau konsumsi alkohol, serta mempertahankan kualitas tidur yang baik.
"Bila tidak ada gejala lain yang berbahaya, sakit kepala dapat diredakan dengan obat-obatan yang dijual bebas, seperti paracetamol. Namun, jika dirasa mengkhawatirkan, segeralah berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang sesuai," ujarnya.
Dia juga mengimbau masyarakat mencegah sakit kepala dengan menerapkan perilaku hidup yang sehat, misalnya beristirahat dengan cukup dan rutin berolahraga.
"Sedangkan untuk nyeri kepala sekunder akibat penyakit lain yang mendasari, pencegahan yang terbaik adalah dengan mengobati penyebabnya," pungkasnya. (esy/jpnn)
Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesya Mohamad