Jangan Asal Jadi, RUU Pertembakauan Harus Beri Rasa Keadilan

Selasa, 05 Maret 2019 – 16:09 WIB
Petani Tembakau. Foto: Radar Madura/Jawa Pos

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Panitia Khusus RUU Pertembakauan DPR RI Firman Soebagyo mengatakan, implementasi berbagai kebijakan terkait cukai rokok ditunda sampai tahun politik berakhir.

Politikus Partai Golkar itu menambahkan, tidak ada unsur politis di balik penundaan tersebut.

BACA JUGA: APTI Imbau Anggota Pilih Caleg yang Perjuangkan Petani Tembakau

“Yang pasti kita semua sedang sibuk dengan pemilu. Lagi pula, soal itu (penetapan tarif cukai rokok) merupakan domain pemerintah, bukan domain DPR. DPR hanya melakukan kajian,” ujar Firman, Senin (4/3).

Menurut Firman, penundaan berbagai kebijakan terkait cukai rokok tidak lepas dari urgensi untuk melakukan kajian yang lebih komprehensif.

BACA JUGA: Cegah Bertambahnya Pengangguran, Tolak Penggabungan Volume SKM dan SKT

Di samping itu, aspirasi dari petani tembakau dan pelaku usaha harus didengar agar kebijakan yang diambil tidak salah.

Firman menilai kebijakan simplifikasi tarif cukai itu memang berpotensi merugikan masyarakat, terutama para petani tembakau dan perusahaan rokok kecil.

BACA JUGA: Jangan Tambah Surat Suara untuk Pemilih Pindahan, Bisa Berbahaya

”Selain itu, ada jutaan buruh linting kretek yang juga sangat tergantung hidupnya dari industri nasional hasil tembakau (IHT),” ujar wakil ketua Komisi IV DPR RI itu.

Dalam berbagai kesempatan, Firman mengingatkan bahwa jumlah pabrik IHT tiap tahun mengalami penurunan yang sangat drastis.

Pada 2006, jumlah pabrik rokok tercatat sebanyak 4.669. Namun, pada akhir 2018, jumlahnya hanya tinggal 728.

Menurut dia, ada kekhawatiran yang sangat mendasar dari industri skala menengah dan kecil terkait kebijakan pemerintah yang tidak menguntungkan keberlangsungan IHT.

“Di sisi lain, posisi kretek 95 persen menguasai pasar dalam negeri,” lanjut Firman.

Firman menyatakan, banyak hal yang masih perlu dikaji kembali untuk memenuhi asas keadilan dalam IHT.

Mulai pentingnya kebijakan terkait tarif untuk golongan II ke bawah, perlunya regulasi yang membedakan pemberlakuan tarif impor secara progresif bila sudah melebihi 25 persen, hingga melindungi sigaret kretek tangan (SKT) dari pergeseran yang terus-menerus terjadi ke sigaret berbasis mesin.

”Ujungnya adalah bagaimana mengakomodir semua masalah itu dalam RUU Pertembakauan,” kata Firman.

Dia menambahkan, undang-undang itu harus bisa memberikan rasa keadilan, terutama bagi petani dan pekerja, serta menimbang penerimaan negara dan industri dalam negeri.

Firman sendiri berpendapat RUU Pertembakauan tidak perlu diputuskan secara terburu-buru.

”Yang penting kualitasnya harus baik dan bukan asal jadi,” tegas Firman. (jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Penelitian Lakpesdam PBNU Dukung Inovasi Produk Tembakau Alternatif


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler