jpnn.com, BANGKOK - Dugaan kecurangan dalam pemilu Thailand kian kuat. Beberapa lembaga independen yang memantau pemilu menyatakan, ada kecenderungan sistem dan pelaksanaan pemilu menguntungkan parpol yang mendukung junta militer alias petahana. Itu membuat kepercayaan akan hasil pemilu menjadi rendah.
"Militer sangat dominan. Itu tak baik untuk demokrasi," kata Kepala Pemantau Pemilu Thailand dari Anfrel (Asian Network for Free Elections) Rohana Nishanta Hettiarachchie saat jumpa pers di Hotel Marriott, Bangkok, yang dihadiri Jawa Pos kemarin.
BACA JUGA: Terungkap, Begini Modus Politik Uang di Pemilu Thailand
Hal lain yang membuat publik curiga adalah angka kehadiran pemilih yang hanya 64 persen. Itu terbilang jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya di atas 80 persen.
BACA JUGA: Terungkap, Begini Modus Politik Uang di Pemilu Thailand
BACA JUGA: Perolehan Suara Tak Sesuai Survei, Tuding Petahana Curang
Di beberapa tempat pemungutan suara, hasil voting dan angka kehadiran tidak sama. KPU juga berkali-kali memundurkan jadwal pengumuman hasil sementara pemilu. Hasil akhir baru dipaparkan kepada publik sekitar 9 Mei mendatang.
Sekitar 1.500 balot dari penduduk Thailand yang tinggal di Selandia Baru juga tak dihitung. Alasannya, balot itu tiba Minggu (24/3) di atas pukul 17.00. Itu memang batas akhir penutupan pemungutan suara. Pesawat yang membawa balot tersebut tidak bisa tiba tepat waktu karena adanya penundaan penerbangan.
BACA JUGA: Pemuja Thaksin Antusias Sambut Hasil Pemiu Thailand
BACA JUGA: Perolehan Suara Tak Sesuai Survei, Tuding Petahana Curang
Sementara itu, Forum for Democracy Foundation (P-Net) memaparkan, politik uang terjadi sebelum dan saat pemungutan suara. Jaringan pengamat pemilu juga mengambil beberapa foto warga Thailand yang diberi THB 100 (setara Rp 44 ribu) agar memilih partai tertentu.
’’Informasi itu sudah dikirim ke komisi pemilihan untuk diproses,’’ ujar Pemimpin P-Net Ladawan Tantiwitthaypitak sebagaimana dikutip Bangkok Post.
Mantan PM Thailand Thaksin Shinawatra juga buka mulut. Politikus yang kini hidup dalam pengasingan itu curiga ada kecurangan di pemilu Thailand.
"Di beberapa wilayah, Palang Pracharat Party berubah dari kelompok yang kalah menjadi pemenang. Saya melihatnya sebagai perusakan dan membuat negara kita kehilangan kredibilitas," tegas dia dalam sebuah wawancara dengan BBC. (*/sha/c11/dos)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Thailand Memilih: Boneka Militer atau Pemuja Thaksin?
Redaktur & Reporter : Adil