Jangan Ganggu Yogya Istimewa dengan Mengusik Aturan Agraria

Rabu, 21 Maret 2018 – 17:21 WIB
Sri Sultan HB X di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Foto: Radar Jogja

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat hukum Universitas Brawijaya Fajar Trio W mengatakan, publik sebaiknya memahami keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang bukan hanya dalam hal tata kelola pemerintahan. Menurutnya, kebijakan agraria di DIY juga menjadi salah satu keistimewaan provinsi yang kini dipimpin Gubernur Sri Sultan HB X itu.

Fajar mengatakan itu untuk menanggapi gugatan atas Instruksi Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor K 898/I/A-1975 tentang Penyeragaman Kebijakan Pemberian Hak Atas Tanah Kepada Warga Negara Indonesia Nonpribumi. Salah satu pihak yang getol mengajukan upaya hukum untuk mempersoalkan kebijakan yang dikeluarkan pada 5 Maret 1975 itu adalah Handoko.

BACA JUGA: Kebijakan Sultan Yogya soal Agraria Bukan Diskriminasi SARA

Menurut Fajar, membicarakan instruksi tersebut tak bisa dilepaskan status keistimewaan Yogyakarta. Apalagi Undang-undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY juga diperkuat dengan Peraturan Daerah (Perda) DIY Nomor 1/2013 tentang Kewenangan Dalam Urusan Keistimewaan.

“Apabila dibaca dengan teliti hingga substansi, maka pembangunan di DIY harus berpijak kepada budaya. Saya kira para penggugat ini perlu kita ajak lagi mengobrol soal sejarah dan hukum di negeri ini," kata Fajar melalui pesan elektronik.

BACA JUGA: Ini Usul Pakar agar Pembebasan Lahan NYIA Lekas Kelar

Baca juga: Sori, Hak Milik Tanah di DIY Belum Boleh untuk Nonpribumi

Karena itu Fajar mengapresiasi keputusan pengadilan yang menolak gugatan Handoko. Menurutnya, UUD 1945 memungkinkan adanya pemerintah daerah yang bersifat khusus atau memiliki keistimewaan.

BACA JUGA: Sori, Hak Milik Tanah di DIY Belum Boleh untuk Nonpribumi

Fajar mantas mengutip Pasal 18B ayat 1 UUD 1945. "Pasal itu menyebutkan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia," terangnya.

Lebih lanjut Fajar mengatakan, keistimewaan DIY termasuk dalam hal kebijakan agraria tidak bisa melalui satu sisi saja. Pihak-pihak dari luar DIY pun harus tahu soal keistimewaan itu.

“Mereka yang bukan asli Yogyakarta harus tahu hak keistimewaan yang dimiliki daerah ini. Keistimewaan yang didapat itu tidak serta merta diperoleh tanpa alasan konstitusional dan historis," ategasnya.

Karena itu Fajar juga meminta penggugat tahu diri soal keistimewaan DIY. Terlebih sebelum Republik Indonesia berdiri, Yogyakarta sudah memiliki pemerintahannya sendiri dan diakui oleh Pasal 18 UU 1945.

"Kalau hukum dipaksakan untuk berubah, mau jadi apa negara ini? Janganlah karena kita mengejar materi untuk pihak-pihak tertentu, hukum yang ada ditabrak dan membuat hukum rimba sendiri. Tidak betul namanya ini. Save Yogyakarta," tandasnya.(wid/rmo/jpg)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Anies Diprediksi Bakal Terus Momeles Citra Demi Pilpres 2019


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler