Jangan Kebakaran Kumis Bang!

Rabu, 22 Juni 2011 – 11:33 WIB

jpnn.com - SELAMAT Ulang Tahun Jak! Hari ini, Jakarta genap berusia 484 tahunUsia yang tak bisa dibilang muda lagi, meskipun juga belum bisa disebut tua

BACA JUGA: Berkaca dari Dubai, Bercermin di Negeri Sendiri

Dua kado istimewa kami buat ibu kota tercinta
Pertama, DBL Indonesia - Jawa Pos Group menggelar pertandingan basket bertaraf internasional Flexi NBL Indonesia Challenge 2011 Feat USA Legends, malam nanti di Senayan

BACA JUGA: Sensasi Menapaki At The Top Burj Khalifa

Mantan bintangbintang besar USA yang pernah malang melintang di NBA dan NBDL hadir menggoyang jaring Hall A.

Sebuah sportainment yang berdaya pikat tinggi buat anak-anak muda Jakarta

Silakan hadir, pebasket-pebasket jangkung dari AS akan berbagi pengalaman dengan pemain-pemain terbaik kita

BACA JUGA: Menyapa Dunia dengan Koleksi ’’Ter-Ter’’

Soal atraktivitas? Soal skill? Rugi besar kalau basketmania Jakarta tidak sempat menonton aksi mereka?

Kedua, siang ini kami ber-FGD, Focus Group Discussion di Gedung INDOPOS, Raya Kebayoran Lama 12, dan mengangkat tema Jakarta ”kota terpanas” di dunia Jakarta kota besar yang paling sering disambar bencana kebakaranTahun 2010 terdokumentasi ada 698 kasus, nyaris setiap hari 2 tempat dilalap api.

Anehnya, data frekuensi sebanyak itu sudah tergolong lebih bagus dari tahun sebelumnya, 2009 yang menembus 843 kasus dalam 360 hariBisa dibayangkan, hidup di Jakarta seperti berada di atas lava pijar saja Seperti hidup di atas tumpukan batu bara, yang rawan terbakarHingga bulan Mei tahun 2011 ini, sudah dua ratusan kasus kebakaranBaik juga, menjadikan momentum HUT DKI ke-484 ini untuk retreat sejenak, melihat lebih detail dan mendalam kasuskasus kebakaran di ibu kota bersama stakeholder yang berkompeten.

Tak perlu caci maki, tak perlu saling menudingDuduk satu meja di INDOPOS, mencari solusi terbaik itu jauh lebih bermaknaKami melihat, kasus kebakaran ini persoalan super serius, yang membutuhkan perhatian super serius jugaBahkan, ini tidak kalah serius dengan problem macet dan banjir yang kerap melumpuhkan aktivitas publik di ibu kotaSama-sama menyangkut hajat hidup orang banyakSama-sama menimbulkan kerugian material dan memproduksi banyak kisah kesedihanSama-sama bikin stres, bikin tak berdaya, bikin kesal tapi tak bisa berbuat banyak.

Bedanya, kasus-kasus kebakaran ini tidak banyak menyerang masyarakat menengah atasStandar safety dan kesadaran antisipatif mereka lebih kuat dibandingkan dengan mereka yang hidup di perkampungan kumuh, kelas bawah, dengan bangunan non permanenPemprov hanya mencatat kerugian material tahun 2010 senilai Rp 205 MLalu tahun 2009 menembus Rp 278 MSaking seringnya mendengar bencana kebakaran, sampai-sampai orang kehilangan ”rasa kaget” ketika si jago merah mengamuk.

Bahkan, lebih banyak yang justru berkata: ”Ah.Paling juga dibakar! Bukan kebakaran murni!” begitu rata-rata orang merespons kebakaranSedikit bertendensi politis, karena setelah ”terbakar” biasanya langsung ada investor yang siap membangunnya? Kebakaran, juga menjadi stigma yang sering dijadikan alat untuk memukul kinerja PLNHampir 70 persen kasus kebakaran, statemen forensik selalu menempatkan perusahaan stroom itu sebagai ”biang”-nya Dari soal korsleting, arus pendek, hubung singkat, kabel tidak standar, instalasi sudah berumur dan sebangsanya.

Menarik juga mendengarkan, ”pledoi” PLN atas tudingan itu? Kebakaran juga sering dikaitkan dengan kinerja PAM Jaya? Sumber-sumber hydrant kota yang seharusnya mampu mensuplay air tak terbatas, sering tidak keluar airMelainkan seperti perut kembung, masuk angin, yang keluar hanya gas! Di saatsaat darurat, saat membutuhkan air dalam debit besar dan cepat, tidak banyak yang bisa disedotSebaliknya, saat tidak diperlukan air dalam jumlah berlebihan, ketika hujan turun sejam saja, air sudah menggenang di mana-mana.

Menarik juga mendengarkan suara institusi yang dalam film Avatar disebut sebagai ”Dewa Pengendali Air” ituSama menariknya dengan Dinas Pemadam Kebakaran dan Pengendalian Bencana DKIMereka yang acap kami sebut sebagai ”Dewa Pengendali Api” itu sering menghadapi kecurigaan dan kemarahan publik yang panik Dituding lambat, tidak tanggap, ketika airnya habis dianggap tidak serius, bahkan disudutkan sebagai pihak yang sengaja membiarkan api liar meratakan semua yang adaMenarik juga mendengar keluhan Dishub, yang sering kerepotan mencari akses yang bisa mendekatkan mobil pemadam dengan lokasi kebakaranYang bisa mobile dan tidak ikut terjebak dalam tragedi kebakaran.

Jalan yang tidak standar, rumah yang tidak ber-IMB, kawasan yang tidak berizin lengkap, dan masih banyak lagiBelum lagi dari sisi penanganan darurat, pencarian korban, pertolongan pertama, kesiap-siagaan, antisipasi dan mitigasi bencana? Soal rekonstruksi dan rehabilitasi sarana publik? Soal rumah sakit? Soal manajemen kemanusiaan pasca bencana? Soal penampungan sementara? Soal sosialisasi kepada publik, bagaimana antisipasi agar tidak terjadi bencana kebakaran?

Rasanya, FGD siang ini akan menjadi bahan refleksi yang amat bermakna buat JakartaIni sekaligus mengingatkan, bahwa menjadi pejabat publik di DKI Jakarta ini tidak gampang! Harus bisa menjadi dewa yang menguasai empat unsur alam, yakni Pengendali Air, Pengendali Api, Pengendali Angin, dan Pengendali Tanah Mirip The Legend of Aang, petualangan bocah plontos si penerus gelar Avatar bersama teman-temannya dalam perjalanan menyelamatkan dunia dari Negara ApiJadi, tak perlu “kebakaran kumis!” sebelum menemukan solusi kreatif amuk api di JakartaDirgahayu Jakarta! Selamat ber-FGD(*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bedanya Ulat Bulu Jawa dan Malaria Papua


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler