Bedanya Ulat Bulu Jawa dan Malaria Papua

Selasa, 26 April 2011 – 12:44 WIB

Ketika monster ulat bulu jenis arctornis submarginata menakutnakuti warga Probolinggo, Jatim, lalu menyebar ke Jateng, DIY, Jabar, Bali, sampai Bogor dan Bekasi, publik sempat galauIni teror apa lagi? Apa perlu densus anti-ulat bulu? Atau dibutuhkan tim Gegana, penjinak ulat? Ada baiknya belajar, sekalipun harus ke Negeri Papua!


DON KARDONO, Timika


DALAM sebuah diskusi kecil di Hotel Rimba Papua, saya sempat gambarkan betapa risaunya orang Jakarta dengan ulat-ulat berbulu itu?Meskipun jalannya tidak secepat ular, tapi penyebarannya begitu gesit

BACA JUGA: Semut di Seberang Lautan Tampak Jelas

Dari ujung timur Jawa, tiba-tiba sudah terbang mengepung ibu kota
Baru mendengar cerita dan foto-foto ulat berbulu saja sudah membuat bulu kuduk merinding.

Orang sudah ngeri bercampur jijik

BACA JUGA: Palembang Siap Tuan Rumah SEA Games

Sampai-sampai ada yang berpikir, ’’Jangan-jangan ini pertanda kiamat sudah dekat? Tandanya banyak makhluk aneh-aneh?’’ Orang Papua pun ngakak mendengarkan kegelisahan semacam itu
Setidaknya Kerry Yarangga, Section Head Dept Kesehatan Masyarakat dan Pengendalian Malaria, PT Freeport yang jebolan Unhas Makassar itu

BACA JUGA: Mendengar Solusi-Solusi Kreatif Birokrasi

Dia membandingkan bagaimana warga Papua harus ’’bersahabat’’ dengan musuh dalam selimut-nya, yakni nyamuk Anopheles dan Aedes Aegypty! Kedua nyamuk itu terus bermutasi, dan makin cepat.

Pil Kina yang pernah diajarkan nenek moyang sebagai penangkal malaria, itu sudah terlalu usang dan tidak mempanJika kita minum Pil Kina, giliran nyamuk-nyamuk era Blacberry di sana yang menertawakan: ’’Hari gini masih Pil Kuno? Update dong! Plis deh!’’ Dirut JPNN, Rida K Liamsi, yang ikut rombongan pun dibuat trauma Ke manapun, chairman Riau Pos Group ini selalu mengoleskan cairan anti nyamuk di permukaan kulit yang terbukaKalau tidak, ya berjaket tebal, yang tak tembus moncong mulut nyamuk’’Di Papua, diserang malaria itu seperti flu di JawaBiasa, tidak perlu kaget!’’ ucap Dokter Theodorus, kepala UGD RS Mitra Masyarakat, rumah sakit yang merupakan perwujudan CSR PT Freeport Indonesia di TimikaTupono, Pemred Radar Sorong menambahkan.

’’Nyamuk Anopheles –penyebab malaria itu— paling hobi pada mereka yang berpakaian hitam-hitam!’’ ujarnyaAha, saya anggap itu gurauan, karena saya pakai hitamhitamSaya jawab: ’’Pakai hitam? Siapa takut?’’ seperti iklannya shampo antiketombe sajaRupanya, perbicangan itu semakin membuat sebagian dari perwakilan Forum Pemred JPNN semakin ”tegang” dan waswasKerry Yarangga menyebut, predator tidak boleh dimatikan fungsi dan perannya dalam ekosistemNyamuk misalnya, pihaknya menanam jenis ikan kepala timah, ikan yang menyantap jentik- jentik di rawa-rawa.

Sistem drainase juga diperbaiki, agar air tidak tergenang lamaHama ular, yang sering kali menjadi pembunuh manusia, juga dipelihara burung-burung pemangsanyaIstilahnya, cara alami untuk menjaga ekosistem dengan model parasitoida dan predator sebagai pembatas populasiItu sudah dilakukan bertahun-tahun dan dibuat pilot project sebuah kota baru, bernama Kuala KencanaKota yang di desain mirip kotakota kecil di Amerika sajaAda kearifan lokal (local wisdom), ada terpaan teknologi, dan antisipasi modernitasSemua menyatu dalam lingkungan yang asri, khas hutan tropis di daratan Papua.

Hari Malaria saja, 24 April lalu diperingati secara khususMasih banyak endemi malaria di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan termasuk JawaSementara tidak banyak rumah sakit – sekalipun internasional—di Jawa yang up date dengan malaria terbaruKetika panas tinggi, sampai 42 derajat Celcius, diperiksa darah, dokter sering terkecoh dengan demam berdarah atau tifusKarena itu sering ada pertanyaan, dalam tiga hari terakhir, apakah ada perjalanan ke Papua? Untuk memastikan dia dihisap oleh sejenis vampir anopheles apa tidak? Ada baiknya, pengembangan kota-kota baru, kawasan pemekaran, new development, itu belajar di Kuala Kencana Timika.

Semampang belum terlambat, untuk memberikan gambaran konsep kota masa depan yang pro lingkunganJalannya lebar, ada bike track, ada jogging track, ada saluran air besar, jaringan listrik bawah tanah, dan hutan kota yang dibiarkan bebas ditumbuhi aneka ragam kehidupan hayatiAda alun-alun pusat kota, ruang terbuka hijau, tempat main anakanak dan keluargaAda pusat perbelanjaan, perkantoran, perumahan dan restoranKonsep green city, itu tidak hanya selesai di konsep dan materi promoTetapi terimplementasi dengan disiplin di sana.

Bahkan, masuk ke kompleks itu harus menggunakan Driving License (semacam SIM, red) sendiri, selain SIM yang dibuat Polres-PoltabesDi lingkungan pemukiman, maksimal speed 40 kilometer per jamDi kompleks perkantoran hanya 25 km per jamSedang di jalur bebas, kecepatan dibatasi hanya 60 km per jamBagaimana kalau melanggar? ”Pertama, kami kena denda Rp 400 ribuLalu, kalau melanggar lagi, disuruh refresh, ujian lagi, tertulis dan praktikDan beberapa hari mobilnya ditempel tulisan ’belajarlatihan.’ Kalau pelanggaran berat, satu divisi di lingkungan kerjanya, dikenai sanksiTidak terima bonus semua!” aku Ramdani Sirait, juru bicara PT Freeport Indonesia yang didampingi stafnya, BrancoRamdani menambahkan, di wilayah Tembagapura ada aturan lagi dalam traffict management, yang berbeda dengan Timika.

Pegawai yang mengendarai mobil harus memiliki lisensi pengendara baruBatas kecepatan dikendalikan oleh sensor-sensor di beberapa ruas jalan”Karena lahannya berbeda, banyak tanjakan dan kondisi jalan tidak diaspal sempurna,” jelas pria berkacamata yang hobi tenis lapangan iniSaat melihat foto-foto di google, saya sempat membayangkan, seandainya bawa MTB (mountain bike) ke sana bersama kawan-kawanLalu naik sampai ke grasberg dan ertsberg, dengan kereta gantung dan bus.

Nah, menyusuri jalur melingkar di bibir mangkuk areal pertambangan itu tentu akan menjadi peristiwa yang amat sensasionalSeperti velodrome alam yang tak ada duanya di duniaBerputar-putar di atas tumpukan mineral termahal yang pernah ada! Tapi, jangankan di grasberg dan ertsberg? Di Tembagapura saja, saya tak pernah melihat motor roda dua! Jalur dengan kemiringan 50-60 derajat itu memang tak terlalu bersahabat dengan biker.

Di kawasan industri seperti freeport, safety first menjadi prinsip yang amat pentingMaka, jangan heran, kalau di kawasan khusus itu hampir tidak pernah terjadi kecelakaan lalulintas! Manajemen sampah di Tembagapura dan Kuala Kencana juga bisa dijadikan contohMengapa partisipasi publik begitu sempurna? Buang sampah di tempatnya, santun di jalan, menghormati orang lain, dan nilai-nilai positif lain.

Mengapa ketaatan mereka seperti tumbuh dari dalam diri!? Bukan terpaksa atau dipaksa oleh kekuatan eksternal? Freeport telah melakukan transfer budaya publik yang tertib, sehat, disiplin, saling menghormati, dan bersikap positifSebuah peradaban yang tidak gampang dibangun oleh pemda dan pemerintah pusat di negeri iniNah, mengapa kota-kota di Indonesia Timur-Tengah tidak mau berkaca ke sana? Mengapa harus belajar jauh-jauh ke Negeri China? Atau studi banding ke kota yang jauh dan mahal? Memang, ”Gajah di pelupuk mata kadang tak tampak, semut di seberang lautan begitu jelas”(Bersambung)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dari Petinju Mike Tyson sampai Basketballpreneurship


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler