jpnn.com, JAKARTA - Ketua PB PGRI Masa Bakti XXI, Didi Suprijadi mengatakan, bila nanti honorer mendapat dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang bersumber dari anggaran pendapatan belanja negara (APBN), mereka tidak boleh dilarang menerima dari sumber lain seperti anggaran pendapatan belanja daerah (APBD).
"Kalau nanti seandainya dana BOS diberi ke guru honorer tetapi kalau guru honorer di daerah itu dapat dari mana-mana, atau jangan karena sudah dapat itu jadi BOS tidak boleh," kata Didi dalam diskusi "Skema Dana BOS, Kenapa Diubah?" di Jakarta Pusat, Sabtu (15/2).
BACA JUGA: Federasi Guru dan Honorer Desak SK PPPK Diterbitkan
Ia mencontohkan di DKI Jakarta misalnya, karena sudah sesuai upah minimum provinsi (UMP), honorer tidak bisa menerima lagi dana BOS.
Tidak hanya itu, Didi melanjutkan, di Jepara, karena sudah mendapatkan insentif dari pemerintah daerah, honorer disuruh mengembalikan karena juga dapat dana BOS. "Karena dianggap bahwa double accounting atau sama-sama dari APBD, padahal yang satu dari APBN," ungkap pembina Federasi Guru dan Tenaga Honorer Swasta Indonesia, itu.
BACA JUGA: Bupati Akui Guru Honorer Kerja Bertahun-tahun, Gaji Rp 300 Ribu per Bulan
Seperti diketahui, pemerintah mengubah skema penyaluran dana BOS reguler
dari rekening kas umum negara (RKUN) langsung ke rekening sekolah, atau tidak melalui rekening kas umum daerah (RKUD) lagi.
Pasal 9 Ayat 2 Huruf l Permendikbud Nomor 8 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah Reguler, dana BOS bisa dipakai untuk pembayaran honor guru.
BACA JUGA: Susi Menangis, Minta Ada Perpres Guru Honorer menjadi PNS
Pasal 9 Ayat 3 menyatakan pembayaran honor sebagaimana dimaksud pada Ayat 2 Huruf l, hanya dapat digunakan paling banyak 50 persen dari keseluruhan jumlah alokasi dana BOS reguler yang diterima oleh sekolah.
Namun, syarat guru honorer mendapatkan itu adalah harus memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK), belum punya sertifikasi pendidik, serta telah tercatat di Dapodik sebelum 31 Desember 2019.
Didi pun keberatan dengan syarat tersebut. "Tidak semua guru honorer itu punya NUPTK," ungkap Didi. (boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy