"Jangan Lupa Kami Juga Punya Suara"

Kamis, 25 Juni 2009 – 21:08 WIB
SEJUMLAH anggota keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di masa lalu, seperti tragedi Trisakti, Semanggi I dan II dan kasus penghilangan orang secara paksa, juga angkat bicara soal pesta demokrasi Capres dan CawapresMereka berharap dipundak presiden terpilih nanti mampu memberikan hak-hak yang selama ini diperjuangkan.

RIRY YOMARIANTI, Jakarta

11 tahun sudah, Sumarsih tak kenal lelah berjuang agar pemerintah mengusut peristiwa pelanggaran HAM berat yang menimpa anaknya dan korban lain pada peristiwa-peristiwa kerusuhan pada awal masa reformasi kasus Trisakti Semanggi I/II (TSS).

Momen temu perempuan tentang tanggung jawab kepemimpinan nasional bagi pemenuhan hak-hak konstitusional perempuan, yang hasilnya bakal diserahkan kepada Capres-Cawapres terpilih melalui Komnas Perempuan menjadi ajang curahan hati (curhat) keluarga korban pelanggaran HAM berat

BACA JUGA: Haris Azhar Menyoroti Kasus Chuck, Tragedi Semanggi dan Trisakti

“Jangan lupa kamu juga punya suara, dan harapan kami kasus ini bisa dituntaskan,” katanya.

Wanita paruh baya ini menyatakan iklas menerima kepergian Wawan, mahasiswa Atmajaya yang menjadi korban penembakan dalam peristiwa Semanggi I November 1998 itu, namun bukan berarti rela begitu saja, kasus HAM tersebut terlupakan begitu saja, sebelum kasus yang merengut nyawa anak laki-lakinya itu benar-benar jelas.

Setiap Kamis, lanjut Sumarsih dan keluarga korban lain melakukan aksi berdiam diri di depan Istana Negara
Hal itu semata-mata dilakukannya agar pemerintah tidak melupakan peristiwa penembakan, kerusuhan yang menjadi tonggak reformasi itu

BACA JUGA: Benny Rhamdani Minta Pak Jokowi Menuntaskan Kasus Pelanggaran HAM Berat 1998

“Ini perjuangan melawan lupa
Kami setiap kamis melakukan aksi berdiri dan diam menghadap Istana, agar pemerintah dan bangsa ini tidak lupa, karena itu kami berharap dengan capres terpilih nanti benar-benar menyelesaikan,” ujar Sumarsih dengan nada meninggi.

Apa yang membuat Sumarsih begitu sabar memperjuangkan penegakan hukum bagi keluarga korban? Dikatanya saat Wawan ikut aksi mahasiswa, drinya sering berdiskusi dengan almarhum

BACA JUGA: Sebar Hoaks Video Kerusuhan Metro, Motif Oknum Guru Ini Akhirnya Terungkap, Ya Ampun

“Saya sepakat dengan apa yang dikatakan Wawan, bahwa reformasi harus dilakukan, agar membawa perubahan yang lebih baik bagi bangsa iniSekarang dia telah pergi, saya hanya meneruskan cita-cita reformasi anak saya,” kata Sumarsih dengan mata berkaca-kaca.

Selain Sumarsih, sejumlah keluarga korban pelanggaran HAM masa lalu juga hadir seperti Lestari (77), yang kehilangan anaknya masa kepemerintahan SoehartoDengan kondisi saat ini, lanjut Sumarsih tidak ingin ada yang memutihkan kesalahan dari tindakan aparat dalam peristiwa masa lalu seperti penculikan aktivis tahun 1998“Makanya saya heran, orang seperti Prabowo dan Wiranto yang nyata-nyata harus mempertanggungjawabkan kasus ini, lah kok bisa jadi Cawapres,” katanya.

Tak hanya itu Sumarsih, mengatakan akan membawa kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) Trisaksi, Semanggi I dan II ke forum internasional“Selama belum terbentuk Pengadilan HAM Adhoc, kami akan terus berjuangJika perlu kami akan membawa kasus ini ke forum internasional, agar semua tahu bahwa Indonesia bukanlah negara hukum,” ujar Sumarsih.

Menurut Sumarsih, selama ini Kejaksaan Agung selalu berputar pada persoalan kurangnya bukti formil dan materil untuk melanjutkan berkasPadahal, temuan Komisi Penyelidikan dan Pelanggaran HAM (KPP HAM) telah jelas menyebutkan nama personil yang terlibat, mulai dari pemegang komando lapangan hingga para jendral.

Untuk diketahui, Wawan, yang nama lengkapnya adalah Bernadus R Norma Irawan, mahasiswa Fakultas Ekonomi Atma Jaya, Jakarta, tertembak di dadanya dari arah depan saat ingin menolong rekannya yang terluka di pelataran parkir kampus Atma Jaya, Jakarta, pada Jumat 13 November 1998 silam.

Mulai dari jam 15.00 Wib sampai pagi hari sekitar jam 2 pagi kala itu terus terjadi penembakan terhadap mahasiswa di kawasan Semanggi dan saat itu juga lah semakin banyak korban berjatuhan baik yang meninggal tertembak maupun terlukaGelombang mahasiswa dan masyarakat yang ingin bergabung terus berdatangan dan disambut dengan peluru dan gas airmataSangat dahsyatnya peristiwa itu hingga jumlah korban yang meninggal mencapai 15 orang, 7 mahasiswa dan 8 masyarakatIndonesia kembali membara tapi kali ini tidak menimbulkan kerusuhan.

Wakil rakyat dan tokoh-tokoh politik saat itu tidak peduli dan tidak mengangap penting suara dan pengorbanan masyarakat ataupun mahasiswaPeristiwa itu dianggap sebagai hal lumrah dan biasa untuk biaya demokrasi.(***)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bentrokan di Al-Aqsa, Ada 300 Warga Palestina Kena Granat dan Peluru Karet


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler