jpnn.com, JAKARTA - Gerakan Nasional Pemulihan Daerah Aliran Sungai (GNPDAS) merupakan tanggung jawab bersama seluruh sektor dan stakeholder terkait.
Bukan hanya KLHK melainkan Kementerian/Lembaga terkait, pemerintahan daerah, akademisi, dunia usaha, komunitas masyarakat serta media massa mempunyai tanggung jawab untuk bersama-sama menjaga dan memulihkan kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia.
BACA JUGA: Tenang, Tidak Semua Kawasan Taman Nasional Komodo Ditutup
Hal ini merupakan pesan utama yang disampaikan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan DAS, IB. Putera Parthama dalam acara Sosialisasi GNPDAS di Auditorium Soedjarwo KLHK, Jakarta, (07/2).
"Intinya koordinasi, sinkronisasi, integrasi lintas sektor lintas stakeholder. Kita sudah terlanjur abai bahwa pembangunan itu seharusnya berbasis bentang alam DAS. Selain itu pemahaman DAS masih tidak sama dan ada beberapa yang keliru, yaitu DAS hanya daerah pinggir sungai, itu harus diluruskan," ujar Putera.
BACA JUGA: Pulau Komodo dan Pulau Galapagos Jajaki Kerjasama Konservasi dan Pariwisata
Putera juga menekankan kunci keberhasilan GNPDAS adalah koordinasi lintas sektor. DAS adalah seluruh hamparan daratan tempat setiap manusia berkegiatan melakukan aktivitas pembangunan ekonomi, sosial, dan menjaga lingkungan.
Semua sektor terkait harus dalam satu arah yang sama dalam mengelola DAS agar terjadi sinergi, bukan saling meniadakan, karena rusaknya sebuah DAS adalah buah dari kegiatan berbagai sektor.
BACA JUGA: Pesona Mart, Jendela Pemasaran Produk Perhutanan Sosial
Putera menambahkan bahwa berbagai bencana yang terjadi khususnya bencana hidrometeorologi menjadi indikasi bahwa DAS kita telah rusak.
Hal ini benar karena kerusakan DAS adalah awal dari berbagai bencana, yang jika ditinjau lebih jauh, maka penyebab kerusakan DAS berasal berbagai sektor yang salah dalam perencanaan dan implementasi tata ruang.
Hal ini menyebabkan cara kita meletakan pembangunan fisik dan penggunaan lahan lainnya tidak sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Secara teori DAS dibagi menjadi 3 wilayah yaitu bagian hulu, tengah dan hilir. Setiap bagian harus dikelola secara sinergis antar sektor dengan memperhatikan karakteristik wilayah berupa atribut bentang alam yang mencakup multi-aspek dan melibatkan banyak kepentingan terhadap daya dukung sumberdaya lahan yang tersedia.
Kerangka kerja konseptual yang dibangun harus jelas serta terukur potensi keberhasilannya, sehingga tidak bisa dibebankan pada satu sektor kehutanan dan lingkungan saja. Diperlukan pendekatan komprehensif yang dilaksanakan melalui KISS (koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan sinergi) lintas sektor.
"Sesuai tugas pokok dan fungsi, KLHK bertanggung jawab menangani bagian hulu, maka kegiatan rehabilitasi DAS yang rusak menjadi fokus dari tugas kita, ini merupakan bagian penting dalam pemulihan DAS, namun hal ini tidak dapat menghilangkan semua sebab," tambah Putera.
KLHK melalui Direktorat Jenderal Pengendalian DAS dan Hutan Lindung, pada tahun 2019 akan melaksanakan program Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) yang merupakan bagian dari GNPDAS seluas 206.000 Ha yang terletak pada 15 DAS prioritas, 15 Danau prioritas, 65 DTA waduk, dan daerah rawan bencana yang tersebar di seluruh Indonesia.
Sesuai RPJMN 2015-2019, DAS prioritas di antaranya DAS Citarum, Ciliwung, Cisadane, Serayu, Solo, Brantas, Asahan Toba, Siak, Musi, Way Sekampung, Way Seputih, Moyo, Kapuas, Jeneberang dan Saddang. Sedangkan 15 Danau prioritas adalah Danau Toba, Singkarak, Maninjau, Kerinci, Rawadanau, Rawapening, Sentarum, Kaskade Mahakam (Semayang, Melintang, Jeumpang), Limboto, Tondano, Poso, Matano, Tempe, Batur, dan Sentani.
Di Indonesia sendiri terdapat total 17.076 DAS, sebanyak 2.145 DAS tergolong rusak/perlu dipulihkan, di mana setara dengan 106.884.471 Ha. Luasan lahan kritis di Indonesia yang merupakan bagian dari kerusakan DAS terdapat lebih kurang 14.006.450 Ha.
Gerakan Nasional Pemulihan DAS (GNPDAS) sendiri telah dicanangkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tanggal 29 Desember 2018. Ini merupakan salah satu upaya merangkai upaya-upaya pemulihan DAS lintas sektor melalui corrective actions atas pelaksanaan program secara terpadu, mensinergikan potensi dan kekuatan lintas sektor, serta mengoptimalkan seluruh dukungan sumberdaya yang tersedia di sekeliling kita.
Salah satu sinergi yang diharapkan dalam GNPDAS ini antara lain sinergi antara penataan ruang yang berbasis pada mitigasi bencana yang dilakukan melalui konsolidasi perencanaan pembangunan di tingkat nasional hingga daerah dan penerapan kebijakan tata ruang yang terprogram melalui pendekatan bentang alam berbasis Daerah Aliran Sungai.
Mulai 2019, sesuai arahan Presiden, KLHK melakukan tujuh langkah koreksi (corrective actions) dalam pemulihan DAS, yaitu: pertama dalam memulihkan DAS mengutamakan DAS dan danau prioritas, daerah tangkapan air (DTA) waduk dan daerah rawan bencana.
Kedua pelibatan masyarakat sejak setahun sebelum kegiatan dimulai (T-1), sehingga menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat mulai pembibitan hingga penanaman dan pemilihan bibit yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan lingkungan.
Selanjutnya, ketiga dengan melakukan pendampingan oleh ahli yang kompeten pada saat pelaksanaan kegiatan. Keempat melakukan monitoring yang lebih efektif oleh pengawas independen.
Kelima memanfaatkan teknologi informasi (aplikasi Sitar-Hutla, berbasis Android) untuk memonitor perkembangan kegiatan via citra satelit.
Keenam pemeliharaan tanaman yang intensif dengan memperhatikan prinsip-prinsip silvikultur, untuk mengubah lahan kritis menjadi hutan. Ketujuh melakukan prioritas penanaman pada lokasi-lokasi yang ada pemangku/pengelolanya.
Acara Sosialisasi GNPDAS ini dihadiri oleh perwakilan dari Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Badan Nasional Penanggulangan Bencana serta unsur-unsur pemerintah daerah, akademisi, dunia usaha, komunitas masyarakat serta media massa. (adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KLHK Siapkan Kawinkan Rocky yang Beranjak Dewasa
Redaktur & Reporter : Natalia