jpnn.com, BANJAR - Munas Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama 2019 di Kota Banjar, Jabar, sejak Rabu (27/2) hingga Jumat (1/3) menghasilkan sejumlah keputusan penting, salah satunya tidak menggunakan sebutan kafir kepada warga Indonesia nonmuslim. Sebagai gantinya, para kiai memilih kata muwathinun atau warga negara.
Kesepakatan itu diambil dalam bahtsul masail maudluiyah yang dipimpin KH Abdul Muqsith Ghozali. Kiai Muqsith menjelaskan, NU ingin menekankan semangat untuk tidak gampang mengafirkan siapa pun.
BACA JUGA: Di Balik Keputusan NU soal Penyebutan Kafir
Menurut dia, kata kafir mengandung sisi negatif yang berupa kekerasan teologis. ”Ini berpotensi menyakiti sebagian kalangan nonmuslim,” katanya.
Selain itu, tiap-tiap agama mengenal kata kafir untuk mengidentifikasi orang-orang yang tidak seiman.
BACA JUGA: Putra Kiai Maâruf Amin: Warga Nahdiyin Tidak Boleh Apatis
BACA JUGA: Survei Terbaru Roy Morgan: Jokowi akan Kembali jadi Presiden
Pria yang juga menjabat wakil ketua Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU) itu mengungkapkan, sebelumnya NU sepakat untuk tidak menyebut WNI nonmuslim sebagai kafir harbi (orang kafir yang patut diperangi).
BACA JUGA: Sambut Baik Hasil Munas NU Soal Menolak Istilah Kafir
Kata muwathinun dipilih sebagai pengganti karena menunjukkan kesetaraan status muslim dan nonmuslim dalam sebuah negara. ”Dengan begitu, status mereka setara dengan warga negara lain,” terang pengajar di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, tersebut.
Apalagi, menurut dia, banyak WNI nonmuslim yang memberikan sumbangsih terhadap kemajuan Indonesia.
BACA JUGA: Tangan Jokowi Terluka Kena Cakar Warga di Kendari
Bahkan, beberapa tokoh nonmuslim terlibat dalam pendirian negara Indonesia. ”Sehingga penyebutan kafir ini saya rasa tidak bijaksana,” katanya. (JP)
BACA ARTIKEL LAINNYA... NU Haramkan Bisnis Multilevel Marketing
Redaktur & Reporter : Soetomo