Janji Kan, Sang PM Populis

Minggu, 13 Juni 2010 – 02:41 WIB
PM Naoto Kan. Foto: Kiyoshi Ota/Getty Images.
TOKYO - Beban Naoto Kan sebagai perdana menteri (PM) Jepang yang baru sangat beratSaat mengundurkan diri pada 3 Juni 2010, sang pendahulu - Yukio Hatoyama - meninggalkan tugas-tugas kepemimpinan yang sulit dan jumlahnya tidak sedikit

BACA JUGA: ABG Petualang Dilarang Keliling Dunia Lagi

Terutama, krisis perekonomian Jepang
Karena itu, wajar Jumat lalu (11/6) Kan mengungkapkan kepesimistisannya terhadap perekonomian Negeri Sakura.

Menjabat sebagai PM kelima dalam jangka waktu empat tahun menjadi tantangan tersendiri bagi pemimpin 63 tahun tersebut

BACA JUGA: Israel Perketat Blokade Lagi

Dinamisme politik dalam negeri Jepang yang belakangan sangat fluktuatif menuntut Kan pandai bersiasat
Baik dalam menyusun strategi pemerintahan maupun merumuskan kebijakan-kebijakan populer

BACA JUGA: Digempur Opini Publik, Saham BP Anjlok

Tujuannya, tentu saja memenangi dukungan rakyat yang baru sekitar sembilan bulan lalu merasakan gaya kepemimpinan Partai Demokratik Jepang (DPJ).

"Pilihan terbaik bagi Kan saat ini adalah meminta maaf kepada rakyat atas kesalahan (DPJ) di masa lalu dan jujur tentang kemampuan finansial pemerintah," kata Yasunori Sone, dosen ilmu politik pada Keio University di Tokyo, dalam wawancara dengan Christian Science Monitor (CSM)Yang lebih penting, Kan harus bisa membuktikan bahwa dia berbeda dengan Hatoyama, meski keduanya berasal dari parpol yang sama.

Untung, latar belakang Kan tidak sama dengan Hatoyama atau beberapa PM Jepang lain dalam 14 tahun terakhirSebelum ini, seluruh PM Jepang punya latar belakang politik yang kuatBahkan, beberapa di antaranya merupakan anggota dinasti atau klan politikContohnya, Hatoyama, Junichiro Koizumi, dan Shinzo Abe"Saya berasal dari keluarga biasaAyah saya buruh dan kami tidak pernah punya keterkaitan politik dengan siapa pun," komentar Kan tentang dirinya.

Berkat latar belakangnya yang sangat biasa itu, Kan lebih cepat meraih simpati publikApalagi, sejak berani membongkar skandal penularan HIV/AIDS lewat transfusi darah yang disponsori pemerintah pada 1996, bapak dua anak itu dikenal sebagai figur politikus yang populisKebijakan yang dia telurkan selama menjabat sebagai menteri kesehatan dan kemakmuran maupun menteri ilmu pengetahuan dan teknologi Jepang pun selalu prorakyat.

Tetapi, perbedaan karakter pemimpin saja tidak cukup untuk memulihkan stabilitas politik dalam negeri Jepang"Pergantian pemimpin saja tidak bisa membuat Jepang berubah ke arah yang lebih baikIni belum cukup bagi rakyat Jepang," lanjut Sone.

Apalagi, selain sifat-sifat positifnya itu, Kan punya kekuranganYakni, temperamentalKarena itu, dia dijuluki The Irritable-Kan"Kadang-kadang dia meledakTetapi, dia orang yang tepat untuk menghadapi era perubahan seperti ini," kata Hajime Ishii, rekan satu parpol Kan.

Namun, perubahan yang coba diusung Kan tidak berhenti sampai di situDalam kabinetnya, dia menghadirkan beberapa wajah baruSalah seorang di antaranya, Renho, mantan model yang didapuk Kan sebagai menteri reformasi pemerintahanKan tidak bekerja seorang diri dalam upayanya meruntuhkan benteng konservatif Jepang yang sangat tertutup terhadap perubahanSang istri, Nobuko Kan, pun menggebrak tradisi dengan ogah dijuluki first lady.

Selain utang publik yang menggunung, Kan diwarisi pemerintahan yang krisis kepercayaanDi pengujung kepemimpinannya, Hatoyama membuat publik Jepang membenci pemerintah karena batal merelokasi pangkalan udara Korps Marinir AS Futenma dari Pulau OkinawaPadahal, salah satu nilai plus DPJ dalam kampanyenya tahun lalu adalah janji Hatoyama untuk memindahkan pangkalan sewa itu dari Okinawa.

Ironisnya, sebelum lengser, Hatoyama masih sempat bersepakat dengan Washington untuk merealisasikan relokasi FutenmaTetapi, bukan ke luar Okinawa seperti harapan publik Jepang, melainkan ke Henoko Bay yang masih berada di pulau samaSebagai penerus, Kan terpaksa melanjutkan kesepakatan itu"Pemerintah akan tetap berkomitmen pada kesepakatan yang sudah diteken 28 Mei laluNamun, saya akan berusaha maksimal mengurangi beban warga Okinawa terkait dengan pangkalan," janjinya.

Mengawali karir PM tanpa dukungan maksimal publik tidak membuat alumnus Tokyo Institute of Technology itu patah semangatApalagi, sebelum ini, dia selalu berada di kubu oposisiKritis dan ulet menjadi kunci suksesnya meretas karir di panggung politik"Sebagai anggota partai kecil, saya terbiasa melakukan apa pun dengan tangan saya sendiri dan melakukan yang terbaik demi kemajuan," tandas pria yang lebih nyaman dengan julukan pragmatis itu sebagaimana dilansir Reuters.

Berjuang memenangi kembali dukungan publik menjadi prioritas lain Kan di samping reformasi finansialApalagi, 11 Juli mendatang, Jepang kembali dihadapkan pada pemilihan umum legislatif yang cukup menentukanYakni, pemilihan anggota majelis tinggiSaat ini, meski mayoritas, suara DPJ di majelis tinggi tidak selisih banyak dengan pesaing utamanya, Partai Liberal Demokrat (LDP)Kan berharap, dalam sebulan kepemimpinannya, dirinya bisa memompa dukungan rakyat untuk DPJ.

Begitu Kan dan kabinetnya dilantik di hadapan Kaisar Akihito, dukungan publik Jepang untuk pemerintahan baru tercatat sebanyak 60 persenAwal yang sedikit lebih buruk daripada dukungan publik kali pertama pada pemerintahan HatoyamaKetika itu, pendahulu Kan tersebut mampu meraup dukungan sampai 70 persen"Publik Jepang punya catatan tersendiri soal dukungan awal dan penilaian lanjutanSeperti yang baru saja terjadi pada pemerintahan Hatoyama," jelas seorang pakar politik AS(hep/c7/dos)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Israel Punya Beberapa Versi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler