Janji Usut Prostitusi di Balik Tirai Kebugaran

Selasa, 31 Januari 2017 – 05:10 WIB
SIAP MELAYANI. Seorang trapis di Kebugaran Berseri di Komplek Alex Griya III, Parit H Husein II, Pontianak Tenggara menuju kamar untuk melalukan proses pijat, Minggu (29/1) siang. Foto: Ocsya Ade CP/Rakyat Kalbar/JPNN.com

jpnn.com - jpnn.com - Pemberitaan mengenai prostitusi terselubung di Kota Pontianak, membuat sejumlah kalangan terhenyak. Termasuk kepolisian dan DPRD setempat.

“Saya baru tahu ini, tadi saya sudah sampaikan ke Kasat Reskrim untuk melakukan pengecekan,” tutur Kepala Kepolisian Resort Kota (Kapolresta) Pontianak, Kombes Iwan Imam Susilo, kepada Rakyat Kalbar (Jawa Pos Group), Senin (30/1).

BACA JUGA: Pengakuan Blakblakan Terapis Pijat Plus-plus, Auuw!

Ia memastikan pengecekan itu diiringi dengan dimulainya penyelidikan aktivitas pelacuran di balik tirai kebugaran yang diizinkan pemerintah kota tersebut. Menurut Iwan, bagaimanapun hal itu adalah penyakit masyarakat.

“Tidak boleh terus-terusan terjadi. Di samping penyelidikan juga kita lakukan langkah-langkah pencegahan,” ujarnya.

BACA JUGA: KAMMI Tantang Debat Terbuka Bahas Kuntilanak

Satuan Pembinaan Masyarakat (Binmas) segera diinstruksikan untuk turun lebih intens ke panti pijat-panti pijat.

”Mereka nanti akan melakukan komunikasi dengan tokoh masyarakat yang ada di sekitar tempat-tempat tersebut, termasuk RT serta aparatur negara yang ada di tingkat kecamatan dan kelurahan,” terang Iwan.

BACA JUGA: Ribut Kuntilanak, Wako: Siape Tau Kayak Shopia Latjuba

Meski kaget, ia mengaku pernah berhadapan dengan kasus semacam ini selama mengabdi sebagai insan Bhayangkara di daerah lain.

“Yang sudah-sudah itu modusnya mereka (terapis) dijebak, dibawa ke suatu daerah. Kemudian, karena tidak ada lapangan pekerjaan, akhirnya dipinjamkan uang. Dan akhirnya harus bekerja seperti itu. Jadi modusnya itu dikasih pinjaman uang dulu,” bebernya.

Hanya saja, ia membantah kepolisian telah mengeluarkan surat izin untuk kebugaran. “Tidak ada izin keramaian kita keluarkan untuk tempat seperti itu,” pungkas Iwan.

Anggota DPRD Kota Pontianak dari Fraksi PAN, H. Dedi Junaidi meminta Pemerintah Kota Pontianak melalui Sat Pol PP melakukan pengecekan lapangan atas praktik yang melanggar hukum tersebut.

“Kalau kenyataannya benar, sebagaimana hasil investigasi RK (Rakyat Kalbar), hal tersebut jelas melanggar Perda (peraturan daerah) yang ada. Maka kami berharap Sat Pol PP sebagai instansi penegak hukum atas pelanggaran Perda untuk menindaklanjuti hal tersebut,” tegas Dedi, Senin (30/1).

Di dalam Perda, lanjut dia, praktik prostitusi sanksinya jelas. Dapat dijerat dengan tipiring (tindak pidana ringan).

“Baik itu untuk yang melakoni maupun pemilik usaha kebugaran atau panti pijatnya,” ungkapnya.

Artinya, kata Dedi, Pemerintah Kota Pontianak seharusnya menghentikan izin operasional Kebugaran yang melanggar ketentuan atau melakukan aktivitas prostitusi terselubung tersebut.

“Ini praktik menyimpang, bukan pijit lagi, sehingga perlu dilakukan evaluasi. Terlebih di tempat yang sudah dilakukan razia, baik itu Sat Pol PP maupun kepolisian,” pinta dia.

Sepaham dengan Kapolresta Iwan, ia menyatakan prostitusi merupakan penyakit masyarakat.

“Sehingga perlu ada tindakan tegas guna hal seperti ini tak terulang kembali,” sambungnya.

Selain itu, Dedi menegaskan, para terapis yang didatangkan dari luar Kalbar, harus diperiksa motif kedatangannya lebih mendalam.

“Jika apa yang dijanjikan oleh orang yang membawanya ke sini bukan bekerja seperti apa yang dibongkar oleh RK, maka itu penipuan. Bagaimana sistem perekrutan (para terapis)-nya itu harus jelas,” tegasnya.

Senada, anggota DPR RI dari Partai Demokrat, Erma S. Ranik. Menurutnya, pemerintah daerah (Pemda) harus mencabut izin usaha kebugaran menyimpang yang telah dikeluarkan. "Wah itu tanggung jawab Pemda lah. Kalau Kebugaran itu menjadi tempat praktik prostitusi, kan Pemda bisa cabut izinnya," tutur Erna, Senin (30/1).

Legislator dari daerah pemilihan Kalbar ini mengatakan, apapun alasannya, prostitusi dilarang dalam sistem hukum Indonesia.

"Tidak hanya si pekerja seks, namun yang membeli jasa seks itu juga harus mendapat sanksi pidana," tegasnya.

Karena, kata Erma, tidak mungkin adanya pekerja seks komersil (PSK) yang berani menjajakan jasanya kalau tidak ada pembeli.

"Namun yang paling penting, aparat hukum harus bisa mengungkap penyedia, penyalur pekerja, dan barangkali ada oknum yang membekingi," tuntutnya.

Untuk itu, lanjut dia, perlu pembuktian yang akurat. Jika aparat hukum mau membuktikan adanya prostitusi di tempat-tempat kebugaran, menurutnya mudah saja. Misalnya, melakukan penyamaran sebagai pelanggan.

"Itu sebagian teknis saja. Kalau mau. Sebenarnya aparat hukum banyak cara untuk mengungkap kasus ini," ucap Erma.

Sebelumnya, Wali Kota Pontianak Sutarmidji telah memerintahkan anak buahnya yang mengurusi ijin usaha tempat pijat untuk mencabut kebugaran yang disalahgunakan menjadi tempat pelacuran terselubung.

"Kalau dijadikan prostitusi ya tutup, tidak payah-payah," tegasnya kepada Rakyat Kalbar baru-baru ini.

Namun demikian, ia meminta agar sebelum mengambil tindakan tegas tersebut, instansi terkait harus memastikan apakah usaha yang bersangkuatn benar-benar sudah melanggar dengan sangkaan penyalahgunaan ijin usaha atau tidak.

BACA: Pengakuan Blak-blakan Terapis Pijat Plus-plus, Auuw!

"Kalau terbukti kita beri sanksi, kalau dijadikan tempat prostitusi bisa cabut ijinnya," jelasnya. (ach/ocs/fik)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hi hi hi...Muncul Gerakan Tolak Kuntilanak


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler