JCAF #8 Perkuat Kerja Sama Filantropi-Pemerintah Memajukan Pembangunan

Rabu, 06 April 2022 – 22:51 WIB

jpnn.com, JAKARTA - Jurisdiction Collective Action Forum (JCAF) kembali digelar. Setelah pada dialog #1 hingga #7 menghadirkan pemerintah dan perusahaan swasta yang bergerak di sektor komoditas dan kehutanan, JCAF #8  dilaksanakan bersama dengan Filantropi Indonesia. 

JCAF #8 membahas tantangan dan peluang untuk memperkuat kerja sama filantropi, pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya untuk mengidentifikasi praktik terbaik yang ada dalam memajukan yurisdiksi yang berkelanjutan dalam upaya mencapai Sustainable Development Goals (SDGs). 

BACA JUGA: Filantropi Berpotensi Kumpulkan Rp 279 Triliun, Sayang Belum Tergarap Maksimal

Filantropi diakui sebagai salah satu aktor utama pembangunan yang mendukung pencapaian SDGs. Sebagai sebuah asosiasi, Filantropi Indonesia, secara aktif mendukung mobilisasi aksi kolektif (gotong royong), membangun komunitas filantropis yang kuat, dan mendorong berbagi pelajaran dan praktik terbaik. 

Kemudian, mengkatalisasi ko-kreasi/kolaborasi semua pemangku kepentingan, dan mendukung inovasi pendanaan untuk dapat mempercepat pencapaian SDGs. 

BACA JUGA: Kurangi Gap Pendidikan, Swasta Harus jadi Filantropi, Bukan Sekadar Pemenuhan Tenaga Kerja

"Pendekatan yurisdiksi yang merupakan aksi gotong royong, memerlukan komitmen jangka panjang dari berbagai pihak dan berbagai lapisan dalam bentuk koalisi multi pihak yang memiliki tujuan bersama. Prinsip yurisdiksi tersebut selaras prinsip SDGs yang mendorong keterlibatan multi pihak," ungkap Franky Welirang, dalam siaran pers, Rabu (6/4). 

Ketua Sekretarian Nasional SDGs Vivi Yulaswati mengungkapkan, setiap daerah memiliki kesenjangan yang berbeda dalam pencapaian SDGs.

BACA JUGA: Agar Bisnis Selaras dengan Filantropi

JCAF bisa membantu untuk memetakkan tujuan SDGs yang masih belum banyak diimplementasikan. Dengan demikian diharapkan pencapaian SDGs dapat tepat waktu.

"Indonesia adalah negara dengan world giving index tertinggi di dunia. Ini berarti Indonesia memiliki potensi untuk melakukan kegiatan filantropi, terlebih karena keberagaman dan budaya gotong-royong yang kita anut," tuturnya. 

Dengan melakukan kegiatan filantropi, kata Vivi, kita juga melakukan social innovation dalam upaya memperbaiki masalah sosial yang ada dengan lebih proaktif, kolektif, dan terstruktur yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat. 

Saat ini pun, lanjut Vivi yang juga merupakan Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan ini, kegiatan filantropi dipengaruhi oleh faktor peraturan atau perundang-undangan, digitalisasi dalam bentuk fundraising platform, dan adanya kolaborasi lintas negara. 

"Dari sisi pemerintahan mendorong terjadinya transformasi di bidang sistem kesehatan, perlindungan sosial, transformasi digital, transformasi energi, low carbon development, dan transformasi ekonomi melalui adanya kegiatan filantropi," tambah Vivi.

Secara khusus JCAF #8 menggarisbawahi tiga kegiatan utama yang telah didorong sektor privat terkait pemenuhan perlindungan lingkungan, edukasi dan pemberdayaan masyarakat serta peningkatan ekonomi masyarakat sekitar. 

Salah satu pelaksana kegiatan filantropi, Chief of Corporate Affairs Engagement & Sustainability L’Oreal Indonesia Melanie Masriel menggarisbawahi pentingnya value sustainability dalam menjalankan visi dan misinya. 

Dia mengungkapkan, saat ini Loreal melakukan inisiatif untuk mentransformasi lingkungan hidup dan memperkuat peran perempuan yang berkontribusi dalam menyelesaikan tantangan di masa depan.

"L’Oreal menganut paradigma 3P yaitu product, people, dan planet. Ketiganya memiliki tujuan supaya mengembangkan diri dan menjaga ekosistem sehingga dapat berkontribusi secara berkelanjutan. Komitmen L’Oreal terbukti dalam program yang berkaitan dengan nyaris seluruh tujuan SDGs," bebernya. 

Ketua Yayasan Bakti Barito Fifi Setiawaty Pangestu menunjukkan upaya korporasi mendorong inovasi penguatan agenda iklim.  Beberapa fokus utama program yang dimiliki oleh Yayasan Bakti Barito antara lain di bidang edukasi, lingkungan, ekonomi sirkuler, dan sosial. 

Salah satu program unggulannya berfokus mendukung SDGs nomor 11 dan 12, yakni Plastic Asphalt Road. 

Hingga 2021, yayasan itu, menjadikan 37,5 juta kantong plastik sebagai campuran aspal untuk membangun jalanan sepanjang 50,8 km. Melalui program ini juga sebanyak 282 ton sampah plastik yang telah dikelola.

Sedangkan panelis dari perwakilan kepala daerah juga menyambut positif upaya dialog bersama para pihak, secara khusus dengan sektor filantropi, serta menggarisbawahi apa yang menjadi prioritas Kabupaten Seruyan. 

Bupati Seruyan H Yulhaidir menyatakan, produk komoditas harus dapat dipastikan keberlanjutannya agar mencapai SDGs. Pengalaman Seruyan, katanya, masing-masing tema SDGs tidak berdiri sendiri.

Pendataan petani, menangani konflik, STDB, sertifikasi, semuanya terhubung satu sama lain. 

"Karena itu, dibutuhkan dukungan multipihak, termasuk Pemerintah Daerah, investor, serta masyarakat setempat. Dengan adanya gotong royong ini diharapkan dapat jadi pembelajaran kebijakan untuk memperkuat Jurisdictional Approach ke depan," ungkap Yulhaidir.

Serial JCAF #8 telah menunjukkan adanya  upaya progresif dari berbagai yurisdiksi seperti Siak di Riau, Seruyan di Kalimantan Tengah untuk mendorong tercapainya agenda SDGs dan mendorong kolaborasi lintas pihak, selain filantropi untuk merealisasikan target bersama dari tingkat yurisdiksi hingga nasional 

"Bersama-sama kita perlu mendorong dan bergotong-royong dengan berbagai pihak dan memetakan bersama akan apa yang sudah dan belum dilakukan. Dengan demikian kolaborasi dan permodalan dapat berkontribusi luar biasa kepada sekretariat SDGs," tutup Deputi Baznas RI sekaligus Chairman of the Supervisory Board Filantropi Indonesia, Mohammad Arifin Purwakananta pada penghujung acara JCAF #8. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
SDGs   Pembangunan   filantropi   jcaf  

Terpopuler