Jejak Preman Medan, dari Wartawan ke Senayan

Sabtu, 14 Februari 2009 – 08:03 WIB

BANYAK sisi menarik yang terungkap dalam acara di Balai Kartini, Jakarta, Jumat (13/2) malamKarakter unik profesi wartawan, kenekatan perantau Batak, atau pun gambaran kekuatan pemerintahan Soeharto dalam menekan pers, berbaur jadi satu

BACA JUGA: Polisi Ungkap Sindikat Pemalsu Kartu Kredit

Namun lebih dari itu, malam itu terkuak sisi menarik seorang tokoh nasional yang di masa remajanya tak beda dengan kebanyakan anak Medan pada umumnya, nakal dalam geng-geng preman.

Laporan Sutomo Sjamu


"Di Medan, saat Hoegeng menjadi Kepala Reserse di Sumatera Utara, dia menangkap saya dan teman-teman preman lainnya
Malam itu, kami baru menyerbu satu rumah di daerah Polonia, karena pemilik rumah itu dan anaknya tak mengundang kami ke pesta dansa yang diadakan di situ

BACA JUGA: Kejaksaan Siap Eksekusi Gunawan Santosa

Kami marah
Rumah yang berjendela kaca itu pun pecah-pecah kami lempari batu," demikian tulis Panda Nababan di bukunya yang berjudul Menembus Fakta, Otobiografi 30 Tahun Seorang Wartawan

BACA JUGA: Jusuf Kalla Tak Kunjung Pulang

Jumat malam buku itu resmi diluncurkanHoegeng yang dimakud adalah yang belakangan menjadi Kapolri.

Hadir di acara tersebut sejumlah tokoh nasional dan pentolan pers, antara lain Taufiq Kiemas, Karni Illyas, Surya Paloh, WS Rendra, Trimedya Panjaitan, Cahyo Kumolo, dan mantan Kapolda Sumut Jenderal Purn Widodo BudidarmoSejumlah artis juga hadir, antara lain Titiek Puspa dan Ida Royani, dua artis yang pernah diwawancarai Panda saat awal-awal menjadi wartawan.

Dalam testimoninya, Widodo Budidarmo memperkuat cerita Panda mengenai dunia premanisme yang pernah diceburinyaDari cerita Widodo pula, diketahui kawan satu geng Panda adalah Suryo Paloh"Saya kenal Panda saat menjadi Kapolda SumutDia bersama Surya Paloh hidup ke sana ke mari menjadi bagian dari geng-geng preman di Medan," ujar Widodo, yang juga pernah menjadi Kapolda Metro Jaya.

Terungkap pula, keberanian khas preman Medan, yang menemui Kapolda untuk mencari sumber rejeki"Suatu hari Panda dan Paloh menemui sayaPanda yang bilang, Pak, Surya Paloh minta bisnisSaya jawab, minta bisnis kok ke Kepala PolisiTapi akhirnya saya minta ke asisten saya agar dia dibantuItulah pengalaman saya ngadepi preman-preman Medan," ungkap Widodo disambut riuh tawa ribuan hadirin yang memenuhi ruangan Balai KartiniSurya Poloh ikut tertawa lebar.

Mengenai bisnis apa yang didapat Paloh dari Widodo, terungkap di halaman 32 buku tersebut"Sebagai anak polisi, Surya Paloh kemudian saya perkenalkan dengan Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara waktu itu, Mayor Jenderal Widodo BudidarmoSaat itu ikut pula Anif, yang sekarang menjadi pengusaha terkenal di MedanDari perkenalan itu, Surya mendapatkan bisnis membuat pelat nomor polisi, pengurusan surat izin mengemudi, dan lain-lainDi belakang hari, bisnisnya ternyata maju," tulis Panda, yang masuk SMA Nasrani di Jl.Padang Bulan, Medan, tahun 1959.

Di masa-masa SMA itu, tulis Panda, dunia remaja di Medan penuh kekerasanUntuk menjadi Ketua Kelas, harus berkelahi dulu"Pada masa itu di Medan memang sedang marak geng remaja." Pada bagian lain Panda menulis," Geng saya termasuk yang suka berkelahi dengan geng lain."

Setamat SMA melanjutnya ke Universitas Nommensen, lantas oleh ayahnya disuruh pindah ke JakartaSempat mengambil formulir Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI), tapi diurungkan karena lebih tertarik ke Universitas Bung Karno (UBK) hanya gara-gara jiwa ideologisnya mengagumi sosok proklamator itu.

Karena meletus tragedi G30S/PKI, Panda diuber-uber aparat lantaran dia aktifis di UBKSaat itu, segala yang berbau Soekaro dianggap ancamanTahun 1966 pria kelahiran Siborong-borong itu dijebloskan ke tahanan Markas Kopkamtib tanpa tahu kesalahannyaTahun 1967 keluar dari sel, tapi setahun kemudian masuk lagi ke Rumah Tahanan Militer (RTM) Budi UtomoDi situlah dia ketemu Taufiq Kiemas yang juga ditahan karena aktifitasnya di GMNI.

Buku setebal 292 halaman itu juga menceritakan pergulatan ayah Putra Nababan itu di bidang jurnalistikHanya berbekal pendidikan jebolan tingkat II di UBK, dia menjadi reporter lapanganKarena terkenal kehebatannya sebagai jurnalis investigatif, dia gampang menjalin relasi, termasuk bertemu lagi dengan Surya Paloh, mendirikan surat kabar 'Prioritas'Diceritakan pula mengapa akhirnya berpisah dengan Surya Paloh.

"Ketika itu, tanpa sepengetahuan saya, Surya bernegosiasi dengan Bambang Trihatmodjo dan mendapat dana besar untuk mengembangkan Media Indonesia dan beberapa media di daerahBagi saya, langkah Surya itu sudah terlampau jauh meninggalkan cita-cita yang kami tekadkan saat mendirikan Prioritas dan Media Indonesia, yaitu tiada kompromi dengan rezim Soeharto dan kroninya....Tapi apa pun alasannya, yang kemudian dia jelaskan ke saya, saya tidak dapat menerimanyaKami terpaksa berpisah."

Sayangnya, saat didaulat memberikan testimoni malam itu, Surya Paloh tidak menyinggung sebab musabab perpisahannya dengan Panda, yang kini menjadi vokalis di Komisi III DPR ituPria berjenggot lebat itu hanya mengatakan," Panda seseorang yang punya personality yang baikDia tak gampang menyerah, lugas dan terbuka saat bicaraMaka saya menjadikan dia sebagai sahabat."

Apa pun sumber konflik mereka, faktanya bahwa sepak terjang kedua mantan preman Medan itu kini mewarnai cukup dominan jagad politik negara ini"....negara yang dilanda jaman edan...negara gaduh...kekerasan merajalela...politik hanya mengenal kalah dan menang..." begitu cukilan sajak WR Rendra yang dipersembahkan ke Panda, yang malam itu tepat 65 tahun.(sam/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Depkes Perketat Bantuan Asing


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler