Jelang Pemilu, Dana Bansos dan Hibah Rawan Diselewengkan

Senin, 27 Januari 2014 – 06:37 WIB

JAKARTA - Masuk tahun politik, kepala daerah diharapkan bisa lebih berhati-hati dalam menggunakan dana hibah atau bantuan sosial (bansos). Komisi antirasuah itu menemukan relevansi antara penggunaan dana bansos dan hibah APBD dengan pelaksanaan pemilukada. Didukung bukti banyakan tindak pidana korupsi yang diakibatkan penyalahgunaan kedua anggaran tersebut.
    
Tidak mau adanya penyalagunaan itu, KPK mengirimkan surat kepada seluruh gubernur dan ditembuskan kepada Mendagri Gamawan Fauzi. Inti dari surat bernomor B-14/01-15/01/2014 itu adalah, meminta kepala daerah agar mengelola dana itu secara sungguh-sungguh. "Supaya terhindar dari penyalahgunaan," kata Jubir KPK Johan Budi S.P.

Lebih lanjut dia menjelaskan, surat tersebut sudah dilayangkan beberapa waktu yang lalu. KPK, tentu saja berharap agar para kepala daerah itu mematuhi dan ikut mendukung program pemberantasan korupsi. Apalagi, lembaga pimpinan Abraham Samad itu punya kekhawatiran bakal ada kebijakan janggal yang berkaitan dengan agenda politik.

BACA JUGA: Korban Sinabung Diberi Keringanan Bayar Kredit

"KPK meminta pengelolaan dana hibah dan bansos mengacu pada aturan," imbuhnya. Payung hukum yang dimaksud adalah Permendagri 32/2011 yang diubah jadi menjadi Permendagri 39/2012. Disebutkan kalau pemberian dana hibah dan bansos harus berpegang pada asas keadilan, kepatutan, rasionalitas dan manfaat yang luas bagi masyarakat.
      
Johan menegaskan, penyaluran kedua dana itu harus jauh dari kepentingan pribadi dan kelompok. Apalagi, kalau ditumpangi oleh kepentingan politik dari unsur pemerintah daerah. Itulah kenapa, para kepala daerah harus peka dan memperhatikan waktu pemberian dana bansos dan hibah.

Muaranya supaya tidak muncul kesan kalau penyaluran anggaran itu dilaksanakan terkait dengan pelaksanaan Pilkada. Disampin itu, KPK juga meminta agar aparat pengawasan internal pemerintah daerah ikut berperan aktif dalam melakukan pengawasan dari pengelolaan dan pemberian dana.

BACA JUGA: JK Minta Jurkam Golkar Hati-Hati Soal Isu Korupsi

Ada dasar kenapa KPK sangat khawatir dengan dua anggaran itu. Selama kurun waktu 2011 hingga 2013 saja ada kecenderungan kenaikan dana hibah. Bahkan, ada kenaikan lebih dari 100 persen seperti dari 2011 yang masih menyentuh Rp Rp 15,9 menjadi Rp 37,9 triliun setahun kemudian.

Anggaran makin membengkan karena pada 2013 mencapai angka Rp 49 triliun. Nah, kenaikan juga tercatat pada dana hibah di daerah yang melaksanakan Pilkada dan satu tahun menjelang pelaksanaan pilkada. "Kenaikannya memang fantastis, ada daerah yang persentase kenaikannya mencapai 117 kali lipat pada 2011-2012, dan 206 kali lipat pada kurun 2012-2013," katanya.

BACA JUGA: Pilih Jeda atau Nyalon di Daerah Lain

Tidak jauh beda dengan dana bansos. Kenaikannya menurut Johan mencapai 5,8 kali lipat pada 2011-2012 dan 4,2 kali lipat pada 2012-2013. Malah, Ada sebuah daerah yang anggaran dana hibahnya mencapai 37,07 persen dari total APBD.  

Langkah KPK untuk mencegah terjadinya kecurangan dalam pengelolaan dua anggaran itu tidak berhenti pada pengiriman surat. Lembaga yang bermarkas di Jalan H.R Rasuna Said itu juga mengirimkan ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atau Badan Pemeriksa Kuangan (BPK).

Tujuannya, untuk dijadikan bahan dalam melakukan pengawasan dan audit terhadap penggunaan dana bansos dan hibah. "Terutama di daerah dengan lonjakan dana hibah dan bansos yang fantastis," terangnya.

Sebelumnya, Johan juga menyampaikan himbauannya untuk mengeluarkan dana darurat sesuai dengan aturan. Meski Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah menginstruksikan untuk tidak ragu dalam mengambil tindakan terkait anggaran bencana, Johan mengatakan ada tahapan dalam mengeluarkan uang negara.

Dia menyebut semua pengeluaran pasti akan diaudit oleh Badan Pengawasan BPKP atau BPK. "Hasil audit yang nanti menentukan ada tidaknya pelanggaran," ujarnya.

Johan mengakui, saat bencana dan sifatnya darurat, ada yang tidak bisa disamakan dengan kondisi normal. Itulah kenapa, KPK berharap semua proses pengeluaran uang negara itu tetap sesuai dengan aturan. Kalau sudah mengikuti aturan, tentu tidak perlu ada kekhawatiran saat dimintai pertanggungjawaban.
      
Saat ini, KPK tidak terlibat dalam pengawasan anggaran bencana tersebut. Sebab, komisi antirasuah tersebut tidak memiliki domain dalam pengawasan itu. Johan menyebut pihaknya baru bisa bergerak saat hasil audit BPK atau BPKP menemukan adanya pelanggaran.

Johan berharap pihak yang berwenang mengeluarkan dana bencana untuk tidak korupsi. Sebab, UU Pemberantasan Korupsi menyebut pelaku bisa terancam hukuman bencana jika memperkaya diri dari uang bencana.

"Saat bencana, ada banyak penderitaan. Tolonglah jangan dikorupsi. Pasal 2 (UU Pemberantasan Korupsi) menyebut, korupsi saat bencana atau keadaan darurat bisa dituntut hukuman mati," terangnya. (dim)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemilih Cenderung Coblos Caleg Ketimbang Partai


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler