JAKARTA - Para hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) kini bekerja keras dalam menyelesaikan sengketa pilpres yang akan diputuskan Rabu besok (12/8)Rapat permusyawaratan hakim (RPH) berjalan dengan alot
BACA JUGA: KPU Siap Hadapi Vonis MK
Hingga kemarin saja, pembahasan baru berjalan sekitar 50 persen dari total perkara di sengketa pilpres."Belum selesai, pembahasannya masih alot," ungkap Akil Mochtar, hakim konstitusi, kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Senin (10/8)
BACA JUGA: KPU Bisa Langsung Terapkan Putusan MK
Sejak itu, sembilan hakim konstitusi melakukan RPH secara maraton dan simultanMenurut Akil, RPH kini masih membahas bukti-bukti yang diajukan oleh pemohon
BACA JUGA: Putusan MA Soal Kursi Tak Berlaku
Satu per satu bukti dibahas dan diperdebatkan oleh sembilan hakimAkil menyatakan, bukan perkara gampang menyelesaikan satu bukti"Semua hal, menurut saya, sulit karena satu hal saja diperdebatkan begitu panjang," ujarnya sambil menolak memberikan contoh pembahasan dalam pembuktian apa.Menurut dia, alat bukti yang ada saat ini tengah dipadukan dengan fakta sidangDalam masalah alat bukti daftar pemilih tetap (DPT) misalnya, fakta di sidang membuktikan bahwa alat bukti antara pemohon, yakni Mega-Prabowo dan JK-Wiranto, berbeda dengan bukti Komisi Pemilihan Umum selaku termohonNah, dari situ pendapat hakim berpengaruh dalam RPH
"Faktanya, ada alat bukti yang berbeda, tapi sumbernya samaMengapa ini bisa terjadi? Prinsipnya, kami tengah membahas titik temunya," jelas Akil yang juga mantan anggota DPR dari Partai Golkar itu.
Secara keseluruhan, Akil memperkirakan pembahasan dalam RPH sudah mencapai 50 persen"Kira-kira segitulah," tandasnya
Secara terpisah, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menilai sebagian bukti yang diajukan pemohon dalam sidang sengketa hasil pilpres bukan objek gugatanContohnya, keterlibatan International Federation of Electoral System (IFES) dalam tabulasi nasional hasil pilpres dan pemasangan spanduk sosialisasi yang dianggap tidak netral.
"Lagi pula, hasil tabulasi nasional tidak digunakan untuk perhitungan perolehan suara pilpres karena kita menetapkan pasangan calon berdasar (hitungan) manual," kata Andi Nurpati, anggota KPU, di kantornya.
Dia menambahkan, teknologi informasi digunakan KPU untuk memberikan informasi lebih cepat kepada publik atau ke internal KPU sebagai bahan cross check atas data manual"Itu yang kita nilai bukan objek PHPU (persidangan hasil pemilihan umum, Red)," kata AndiMenurut dia, hal itu di luar ranah Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kemudian, menyangkut spanduk sosialisasi, juga menurut kami bukan objek PHPU," ujar AndiDia beralasan, tidak ada nomor urut pasangan calon di spanduk tersebut dan KPU tidak pernah menyetujui spanduk tersebut
Dia menambahkan, KPU juga telah mengeluarkan surat resmi untuk menarik spanduk itu"Setahu kami hanya tiga daerah yang kemudian ditarikKami berkesimpulan bahwa itu bukan objek PHPU," terangnyaMenyangkut penggelembungan suara, KPU lebih fokus dalam pembuktian ituSebab, KPU menganggap itulah objek PHPU.
"Tentu saja berdasarkan bukti-bukti yang kita ajukan, KPU optimistis bahwa hasil persidangan nantinya bahwa kita berharap (memenangkan persidangan)," ujarnya yakinDia menegaskan bahwa kewenangan yang berkaitan dengan putusan itu merupakan hak MKTapi, KPU yakin kecurangan dan penggelembungan suara tak akan terbukti(bay/tof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Selesaikan Masalah dengan Masalah
Redaktur : Tim Redaksi