Jepang Kewalahan Hadapi Krisis Nuklir

Tingkat Bencana PLTN Fukushima Naik ke Level 5

Sabtu, 19 Maret 2011 – 06:19 WIB
KEWALAHAN - Dua petugas dari tim penanganan bencana Jepang yang kelihatan sedikit lelah. Foto: Japanalyst.com/internet.
TOKYO - Krisis nuklir di Jepang belum kunjung mereda tepat sepekan setelah gempa dahsyat dan tsunami mengguncang negara itu pada 11 Maret laluBahkan, pemerintah Jepang kemarin (18/3) mengakui bahwa mereka kewalahan oleh besarnya skala bencana di wilayahnya.

Selain gempa dan tsunami membawa korban jiwa maupun kerusakan yang sangat besar, penanganan atas krisis nuklir berlangsung lamban

BACA JUGA: Tim Kemanusiaan RI Tiba di Jepang

Korban jiwa dalam musibah itu dilaporkan mencapai 17 ribu jiwa
Dalam keterangannya kemarin, Badan Kepolisian Nasional (NPA) Jepang menyebut bahwa sedikitnya 6.539 korban tewas telah teridentifikasi

BACA JUGA: Oposisi Ditangkapi, Tentara Bahrain Duduki RS

Selain itu, 10.354 dilaporkan hilang.

Jumlah itu melampaui korban tewas dalam gempa di Kobe pada 1995
Saat itu gempa yang berkekuatan 7,2 skala Richter (SR) menewaskan 6.434 orang

BACA JUGA: Pro-Pemerintah Yaman Serang Oposisi

Bahkan, korban jiwa bencana kali ini mungkin terus bertambahItu terutama terjadi di tiga wilayah yang terkena dampak gempa dan tsunami terparah, yakni Prefektur Miyagi, Iwate, dan Fukushima.

"Kalau bicara secara terus terang, skala bencana kali ini memang belum terantisipasi di bawah rencana darurat penanganan bencana kami," tutur Kepala Sekretaris Kabinet Yukio Edano kemarin"Kami juga bertindak kurang cepat dalam menilai situasi dan mengoordinasikan semuanya," lanjutnya.

Dalam pidato di televisi, Perdana Menteri (PM) Jepang Naoto Kan mengajak seluruh warganya untuk bersatu"Kita akan membangun kembali Jepang dari keterpurukanKita semua juga perlu berbagi dalam mengatasi bencana kali ini," katanyaDia menyebut krisis ini sebagai ujian terbesar bagi rakyat Jepang.

Terkait dengan krisis nuklir di PLTN Fukushima Daiichi, sekitar 250 km sebelah timur Tokyo, truk-truk militer dan pemadam kebakaran kemarin terus menyemprotkan air ke unit-unit reaktor yang terbakar dan meledakItu berarti sudah dua hari ini militer dan pemadam kebakaran dilibatkan dalam pendinginan reaktor nuklir.

Langkah tersebut diambil untuk mencegah bahan bakar nuklir memanas dan meleleh sehingga memicu radiasi pada level yang berbahaya"Seluruh dunia, tidak hanya Jepang, bergantung pada mereka," kata Norie Igarashi, 44, pekerja perkantoran di Tokyo, soal tim darurat yang bekerja di tengah meningkatnya level radiasi di PLTN Fukushima Daiichi.

Kendati begitu, upaya tersebut tak membawa hasil yang diharapkanBahkan, Badan Keamanan Nuklir Jepang (NISA) kemarin harus menaikkan tingkat bencana atau kecelakaan nuklir di PLTN Fukushima dari semula level 4 menjadi level 5.

Hal itu berarti bencana di PLTN Fukushima telah setara dengan level kecelakaan pada PLTN Three Mile Island di Pennsylvania, AS, pada 1979Dalam musibah tersebut, tidak ada laporan korban jiwaTetapi, dua tahun setelah bencana itu, terjadi lonjakan kematian mati di AS akibat kebocoran nuklir.

Dalam skala bencana nuklir internasional (INES), level 4 berarti memiliki dampak atau konsekuensi lokalSedangkan level 5 memiliki konsekuensi lebih luas.

Kepala NISA Hidehiko Nishiyama menyatakan, pihaknya harus menaikkan tingkat bencana setelah menyadari bahwa sedikitnya tiga persen dari bahan bakar dalam tiga reaktor PLTN Fukushima Daiichi rusak sangat parahAkibatnya, inti reaktor tersebut telah meleleh secara parsial.

"Fungsi pendinginan telah gagal dan inti reaktor rusak sangat parahPartikel radioaktif terus lepas ke lingkungan," katanyaDengan keputusan NISA itu, krisis nuklir Fukushima menjadi bencana terburuk dalam sejarah di Jepang.

Lembaga PBB yang mengawasi nuklir, Badan Energi Atom Internasional (IAEA), dalam pernyataan terakhir tadi malam menyatakan bahwa situasi di PLTN Fukushima Daiichi berada pada level sangat seriusMeski begitu, IAEA menyebut bahwa belum terjadi hal yang lebih buruk sejak Kamis lalu (17/3).

Kepala IAEA Yukiya Amano mengakui bahwa pihaknya telah mendapat informasi soal keputusan Jepang menaikkan level bencana nuklir di PLTN Fukushima DaiichiMenurut dia, kini Jepang harus berpacu melawan waktu untuk menstabilkan kembali PLTN tersebut.

Berbicara di Tokyo, Amano menyatakan bahwa pihaknya telah membawa peralatan pemantau untuk menguji tingkat radiasi di ibu kota"(Kebocoran nuklir) ini adalah kecelakaan yang sangat serius dan gawat," tegasnya setelah bertemu dengan PM Naoto Kan.

Amano menunjuk pada ledakan dan kebakaran di sejumlah reaktor di PLTN ituIAEA memutuskan untuk turun tangan"Sangat penting bagi komunitas internasional, termasuk IAEA, untuk ikut menangani krisis tersebut bersama-sama," kata Amano"Secara khusus, mendinginkan (reaktor) merupakan hal yang terpentingKita berlomba dengan waktu (agar krisis tak kian meluas dan membawa korban)," lanjut dia.

IAEA akan mengadakan rapat khusus para dewan gubernur Senin depan (21/3)Rencananya, Amano akan membrifing negara-negara anggota IAEA soal penilaiannya terhadap krisis nuklir di Jepang.

"Sebagai langkah awal dukungan dari kami, saya datang ke sini dengan membawa tim monitor radiasiTim itu akan memantau radiasi di Tokyo malam ini (tadi malam, Red)Selanjutnya, mereka akan datang ke Fukushima," paparnya.

Radiasi dilaporkan sempat menyebar ke Tokyo meski levelnya dinyatakan relatif rendah atau berada dalam ambang batas amanHal itu membuat panik masyarakat Jepang maupun warga asing di ibu kotaEksodus warga asing dari Tokyo dan kota-kota dekat PLTN Fukushima pun terus berlangsung.

Bahkan, radiasi dikabarkan menyebar ke Pantai Barat ASSumber-sumber diplomatik membeberkan bahwa konsentrasi partikel radioaktif dalam tingkat rendah dari PLTN Fukushima telah terdeteksi di wilayah AS tersebut.

Menurut sumber itu, level radiasi itu memang tak akan sampai membahayakan manusia"Tingkatnya sangat rendahMateral radioaktifnya lebih terlihat sangat sedikit dan hanya terdiri beberapa partikel," kata sumber tersebut di Wina, Austria, kemarin.

Jepang telah minta bantuan pemerintah dan militer AS untuk membantu mendinginkan reaktornya dan mengatasi krisis nuklirTetapi, ada dua tantangan yang dihadapi dalam krisis nuklir tersebutYakni, mendinginkan reaktor tempat energi nuklir dihasilkan atau mendinginkan kolam-kolam di dekatnya yang dipakai untuk menyimpan batang bahan bakar nuklir.

Keduanya butuh air untuk mencegah uranium memanas dan mengeluarkan radiasiTetapi, tingkat radiasi dalam PLTN sudah membatasi upaya pekerja mendinginkanJadi, level bahayanya pun meningkatSebaliknya, air yang berada di sedikitnya satu kolam bahan bakar - dalam unit reaktor nomor 3 - diyakini ada pada level bahaya yang rendahTanpa cukup air, batang bahan bakar nuklir di dalamnya bisa terus memanas dan menyebarkan radiasi.

"Mengatasi unit reaktor nomor 3 menjadi prioritas kami saat ini," tutur Edano kepada wartawan"Kami terus berkoordinasi dengan pemerintah ASTermasuk apa yang bisa disediakan AS," lanjutnya.

Truk pemadam militer AS juga dikerahkan untuk membantu menyemprotkan air ke reaktor nomor 3 meski dikemudikan pekerja JepangTruk-truk AS itu dikerahkan bersama enam truk pemadam kebakaran Jepang yang bisa dipakai untuk memadamkan api pada kecelakaan sebuah pesawat terbangOperasi penyemprotan kemarin berlangsung sekitar 40 menit.

AS telah merekomendasikan agar zona evakuasi ditingkatkan menjadi radius 80 km dari PLTNSaat ini Jepang menetapkan zona evakuasi berlaku untuk radius 20-30 km dari PLTN Fukushima Daiichi.

Sementara itu, muncul usulan bahwa pemerintah Jepang seharusnya menerapkan solusi ala bencana Chernobyl, Ukraina, pada 1986, untuk mengatasi krisis nuklirnyaLangkah itu adalah menimbun atau mengubur PLTN Fukushima Daiichi dengan pasir dan betonAlhasil, tidak tersisa partikel radioaktif di negara tersebut.

"Reaktor itu seperti mesin pembuat kopiJika Anda terus biarkan memanas, mereka (reaktor itu) akan mendidihSelanjutnya, kering dan pecah," kata Murray Jennex, profesor pada San Diego State University di California, AS"Menempatkan beton di atasnya akan membantu menjaga pembuat kopi itu tetap amanTetapi, pada akhirnya Anda bisa bangun tameng beton," lanjutnya.

Dalam perkembangan lainnya, sepekan tragedi gempa dan tsunami yang melanda Jepang diperingati kemarinSeluruh warga di Negeri Matahari Terbit itu terdiam sejenak untuk mengheningkan cipta pada pukul 14.46 waktu setempat (pukul 12.46 WIB)Suasana hening berlangsung selamat semenitLalu lintas di jalan terhenti.

Mereka mengenang tragedi yang menelan korban jiwa banyak tersebutWarga Jepang juga berdoa bagi para korban dalam musibah dahsyat tersebut.

Tsunami yang muncul pada 11 Maret lalu ternyata tidak setinggi 10 meterLaporan terbaru yang dikutip koran Yomiuri kemarin membeberkan bahwa saat itu gempa dahsyat memicu gelombang laut setinggi 23 meter.

The Port and Airport Research Institute merekam gelombang tsunami dahsyat itu di Ofunato, Prefektur IwateGelombang itu menyapu seluruh kotaKali terakhir, tsunami dahsyat setinggi 38,2 meter terjadi di Jepang setelah gempa pada 1896(AFP/AP/Rtr/dwi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sidang Ulang Kasus Sumiati, Bisa Saja Putusan Lebih Berat


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler