Jero Dijerat Pemerasan, KPK Dicurigai Bermain

Batasi Kasus Korupsi di SKK Migas dan Kementerian ESDM

Kamis, 04 September 2014 – 22:43 WIB
Menteri ESDM, Jero Wacik. JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Pakar hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah, Jakarta, Khairul Huda mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggunakan standar ganda dalam penanganan kasus suap di lingkungan SKK Migas dan Kementerian ESDM.

Menurutnya, dakwaan yang digunakan kepada Mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini, Mantan Sekjen Kementerian ESDM Waryono Karno dan sangkaan terhadap Menteri EDSM, Jero Wacik yang berbeda sangat membingungkan.

BACA JUGA: Hasbi Anshory Tegaskan Haram Jual Beli Opini BPK

"KPK menetapkan Jero Wacik dengan pasal pemerasan. Pimpinan KPK harus menjelaskan siapa yang diperas. Kalau dikatakan Jero memeras kepala SKK Migas dan Sekjen ESDM, maka seharusnya kedua orang itu tidak bisa dijadikan tersangka, tapi korban pemerasan. Tapi kan kedua orang itu sudah ditetapkan dahulu oleh KPK sebagai penerima suap, kenapa Jero dikenakan pasal pemerasan terhadap mereka? Tidak ada pemerasan jika korban tidak diungkap. Ini jadinya standar ganda," kata Khairul, kepada wartawan di Jakarta (4/9).

Khairul melihat penggunaan pasal pemerasan akan menutup kemungkinan dilanjutkannya perkara atau munculnya tersangka lain yang umumnya terjadi pada kasus suap menyuap. Logika pemerasan menurut dia, satu diuntungkan dan satu dirugikan. Tapi kalau ada pihak yang katanya diperas, namun mendapatkan keuntungan dari pemerasan itu, maka pidana pemerasan tidak bisa diterapkan.

BACA JUGA: Uang yang Diterima Jero Hanya Kerikil Kecil di ESDM

Dengan alasan itu, Khairul mencurigai KPK menyembunyikan pihak lain yang menjadi penyuap.
"Kalau ada pihak yang katanya diperas, tapi diuntungkan dengan dapat proyek, itu bukan pemerasan namanya. Lagipula aneh dengan nilai pemerasan yang dituduhkan pada Jero Wacik sebesar Rp 9,9 miliar sebagai objek perkara. Untuk ukuran kasus ini dimana banyak mafia yang bermain, hal ini tentunya tidak sesuai yang diharapkan. Nilainya tidak fantastis, dari 2011 cuma Rp 9,9 miliar. Ini jauh dari harapan dan dugaan adanya mafia migas yang beroperasi di sektor migas yang nilainya triliunan rupiah," jelasnya.

Dengan nilai korupsi yang hanya Rp 9,9 miliar, KPK disarankan untuk menyerahkan kasus itu kepada Polres Jakarta Pusat saja. "Pembentukan KPK itu ditujukan untuk menangkap ikan-ikan besar. Kalau nilainya hanya Rp 9,9 miliar, serahkan saja pada Polres Jakarta Pusat. KPK tidak perlu mengurus korupsi yang kecil seperti itu. Kecuali KPK punya informasi baru bahwa kasus ini akan membongkar yang lainnya yang nilainya fantastis," sarannya.

BACA JUGA: PPATK Sebut Jero Terindikasi TPPU

KPK menetapkan Menteri ESDM Jero Wacik sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan di Kementerian ESDM.‎ Oleh KPK Jero dijerat dengan Pasal 12 huruf e juncto Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2000 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 421 KUHPidana.

Mengacu pada pasal tersebut, Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat itu terancam hukuman pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun.

Jero diduga menyalahgunakan kewenangannya selama menjadi Menteri ESDM dengan melakukan pengarahaan untuk mendapatkan dana operasional menteri yang lebih besar. Modus yang dilakukan untuk mendapatkan dana operasional itu di antaranya mencari pendapatan yang bersumber dari kickback suatu pengadaan barang dan jasa, pengumpulan dana dari rekanan-rekanan terhadap program-program tertentu di Kementerian ESDM, dan dengan melakukan kegiatan atau rapat yang sebagian besar fiktif. (fas/awa/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Setujui Pilkada Lewat DPRD, Koalisi Merah Putih Bunuh Demokrasi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler