jpnn.com - Jeroen van den Hurk begitu cinta terhadap biota laut. Meski berstatus warga negara Belanda, dia terpanggil untuk ikut menyelamatkan terumbu karang di pantai Malang Selatan. Beragam aktivitas sosial dia lakukan demi konservasi laut.
BAYU MULYA PUTRA, Malang
BACA JUGA: Kandang Kerbau Majikan Jadi Rumah Badri Sekeluarga
JEROEN memang masih berstatus warga negara Belanda. Namun, kini dia sudah menjadi “Arema” alias arek Malang. Sebab, dia beristri warga Malang, Vionna Rosemery.
Jeroen berada di Malang sejak November 2013, tepatnya di Jalan Tumbal Negara, Sawojajar. Tiga tahun sebelumnya, suami-istri itu tinggal di Kota Nijmegen, Belanda.
BACA JUGA: Pernikahan Sesama Jenis di Michigan yang Hanya Sehari
Nama Jeroen mulai menjadi bahan pembicaraan ketika aktif mengikuti konservasi di Pantai Watu Leter, Desa Sitiarjo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, 7 November 2013. Saat itu dia bergabung dengan tim konservasi laut yang dibentuk pemuda Desa Sitiarjo, Sumbermanjing Wetan. Kebetulan, ada salah seorang teman yang lebih dulu menjadi anggota tim tersebut.
Karena dipercaya di divisi terumbu karang, dia langsung menyelam untuk memantau kondisi terumbu karang di Pantai Watu Leter. Betapa terkejutnya dia ketika mengetahui bahwa ternyata potensi terumbu karang di pantai tersebut rusak parah. Bahkan, 90 persen hancur.
BACA JUGA: Senyum Kecil Aisyah Terselip di Bangku Sekolah
Ditemui di rumahnya, pria yang lahir pada 7 November 1983 itu menyatakan sangat mencintai lingkungan pantai. Hampir setiap kali mengunjungi sebuah negara, dia tidak lupa selalu mengunjungi pantai. “Pokoknya, berkunjung ke mana pun, saya selalu tanya tentang pantainya,” ungkap Jeroen.
Setidaknya dia sudah mengunjungi 30 negara di lima benua. Dari seluruh kunjungan tersebut, Jeroen mengungkapkan bahwa pantai di Kabupaten Malang adalah yang terbanyak. Hanya, jika dibandingkan dengan Pulau Bali, katanya, pantai di Kabupaten Malang masih kalah eksotis. Persoalannya, belum ada penanganan yang serius.
Padahal, dia menilai potensi pantai di Malang sebagai destinasi wisata sangat besar. Syaratnya, kebersihan dan keaslian pantai harus tetap dijaga. Hal itulah yang membedakan antara pantai di Malang dan Bali.
Dari hasil penelitian Jeroen selama ini, Pantai Watu Leter dan Pantai Kondang Merak sangat potensial sebagai ekowisata. Sebab, arus laut di dua pantai tersebut tidak terlalu deras sehingga sangat cocok dijadikan spot snorkeling.
Sayangnya, khusus di Pantai Watu Leter, kondisi terumbu karangnya sudah rusak 90 persen. Sementara itu, terumbu karang di Pantai Kondang Merak masih sangat bagus. “Kondisi Pantai Kondang Merak lebih bagus karena sudah ada konservasi sejak tiga tahun lalu,” papar alumnus Universitas Indonesia (UI) itu.
Semasa menempuh pendidikan di UI, Jeroen mengambil program studi ekologi kelautan. Karena itu, dia juga pernah terlibat dalam penelitian di Pulau Seribu, Jakarta. Melalui pengalaman penelitian itu, kini dia bertekad memperbaiki Pantai Watu Leter dengan terus mencangkok terumbu karang. Dia juga sedang membuat sistem agar terumbu karang cepat besar.
Hingga kini, upaya konservasi di Pantai Watu Leter mandek karena dana konservasi dari pemerintah yang diupayakan masyarakat Desa Sitiarjo terhenti. “Dana berikutnya belum turun. Rencananya Juni mendatang kami kembali melakukan konservasi,” ungkapnya.
Dalam konservasi pesisir pantai, menurut Jeroen, yang paling penting adalah komunikasi dengan masyarakat di sekitar pesisir pantai. Sebab, dia melihat mayoritas orang Indonesia hanya berpikir cara mencari uang secepat-cepatnya, tidak memikirkan masa depan generasi mereka. (cw4/c1/abm/JPNN/c5/ami)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sasana Kayong Utara, Minim Fasilitas tapi Lahirkan Juara Dunia
Redaktur : Tim Redaksi