Jika Anggaran Pendidikan 20% APBN, tak Ada Keluhan Guru Honorer

Rabu, 27 November 2019 – 04:55 WIB
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih. Foto: Humas DPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih menyebut alokasi anggaran pendidikan Indonesia tidak sampai 20 persen dari jumlah APBN.

Padahal menurut Fikri, sudah jelas UUD NRI 1945 maupun UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan anggaran pendidikan harus 20 persen dari APBN.

BACA JUGA: Hetifah Sjaifudian: Masih Banyak Guru Statusnya Tidak Jelas

Dia menjelaskan kalau 20 persen dari APBN yang berjumlah sekitar Rp 2.500 triliun, maka seharusnya anggaran pendidikan adalah Rp 500 triliun. “Jadi, 20 persen dari Rp 2.500 triliun itu adalah Rp 500 tiriliun. Itu anggaran besar sekali,” kata Fikri.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengatakan kalau anggaran sebesar ini benar-benar dialokasikan maka persoalan pendidikan di Indonesia bisa selesai. Pun demikian persoalan guru honorer, bisa selesai kalau pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan Rp 500 triliun.

BACA JUGA: Mardani PKS: Salah Satu Isu Terpenting Revisi UU ASN adalah Persoalan Honorer

Karena itu, kata Fikri, tidak peduli apakah pertumbuhan ekonomi 4 atau 5 persen, yang penting anggaran 20 persen APBN harus dialokasikan untuk pendidikan. “Walau pertumbuhan ekonomi cuma empat persen, tidak ada itu keluhan dari guru honorer dan segala macam,” ujarnya.

Menurut dia, pada 2019 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) hanya mendapatkan anggaran Rp 35 triliun. Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi mendapatkan alokasi anggaran Rp 42 triliun.

BACA JUGA: Saran Presiden PKS untuk Selesaikan Masalah Guru dan Honorer

Pada 2020, kata dia, Kemendikbud mendapatkan alokasi anggaran Rp 36 triliun, sedangkan Kemenristekdikti Rp 41 triliun. Total dalam setahun untuk Kemendikbud dan Kemenristekdikti hanya Rp 77 triliun.

“Kalau kemudian Kementerian Agama dianggap masuk, berarti ditambah Rp 60 triliun. Artinya, Rp 60 triliun ditambah Rp 77 triliun sama dengan Rp 137 triliun. Jadi, Rp 137 triliun dari Rp 500 triliun,” katanya.

Menurut Fikri, sisa dana itu ada di kementerian lain. Terbanyak digunakan untuk transfer daerah yang berjumlah sekitar Rp 260 triliun. “Lantas yang dana itu ke mana? Itu Rp 260 triliun lebih dana transfer daerah, kemudian sebagiannya ada DAK. DAK itu ada fisik dan nonfisik, ada juga dana BOS dan sebagainya,” jelasnya.

Dalam kesempatan itu, Fikri juga menyotori adanya nomenklatur lucu dan tidak lazim di dalam anggaran pendidikan yang bernama Dana Transfer Umum yang Diperkirakan untuk Pendidikan. Menurut Fikri, pada 2019 lalu, dialokasi Rp 168 triliun pada nomenklatur tersebut. Pada 2020, lanjut dia, dialokasikan Rp 166 triliun.

“Dana Transfer Umum yang Diperkirakan untuk Pendidikan, silakan nanti kalau ini akan dipublikasikan nanti didengar oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudaayaan. Kalau mungkin Mas Menteri (Nadiem Makarim) belum paham saya beritahu ini. Jadi, ada Dana Transfer Umum yang Diperkirakan untuk Pendidikan,” kata Fikri. (boy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler