Jika Target tak Tercapai, Tax Amnesty Bisa Jadi Bumerang

Senin, 01 Agustus 2016 – 09:12 WIB
Ilustrasi. Foto: JPNN

jpnn.com - NUSA DUA – Para pelaku pasar keuangan Indonesia menyambut positif kebijakan pengampunan pajak alias tax amnesty. Kebijakan tersebut bahkan sudah memberikan dampak positif.

’’Saya lihat impact tax amnesty dalam jangka pendek sudah terlihat di market. Tapi, impact ke growth makro bisa tahun depan,’’ ujar Kepala Ekonom Mandiri Sekuritas Leo Putra Rinaldy di Nusa Dua, Bali, kemarin (31/7).

BACA JUGA: Kabar Gembira, Harga BBM Jenis Ini Turun

Pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu, indeks harga saham gabungan (IHSG) turun 1,57 persen ke posisi 5.215,99. Sepanjang tahun ini, IHSG telah menguat 14,15 persen jika dibandingkan dengan posisi akhir 2015 di level 4.593.

’’Setelah Lebaran ketok palu tax amnesty, level tertinggi IHSG mencapai 5.300. Pasar sedang haus sentimen,’’ tambah Head of Analyst NH Korindo Securities Reza Priyambada di tempat yang sama.

BACA JUGA: 2 Bulan Lagi, Ekonomi Diyakini Membaik

Saat ini, lanjut Reza, pasar masih melihat sentimen berikutnya mengenai amnesti pajak, yaitu mekanisme dan jumlah potensi dana yang masuk ke pasar.

Pemerintah melalui kebijakan amnesti pajak menargetkan dapat meraup tambahan penerimaan pajak Rp 165 triliun. Artinya, untuk mencapai target tersebut dibutuhkan dana Rp 4.000 triliun sampai Rp 5.000 triliun yang masuk ke tanah air.

BACA JUGA: INSA: Bukan Hanya Beri Tarif Murah, Tapi Beri Pelayanan Memuaskan

Reza mengingatkan, apabila target tersebut tidak tercapai, hal tersebut akan menjadi bumerang bagi pasar keuangan. ’’Adanya tax amnesty bisa menjadi berita positif, tapi bisa jadi bumerang. Mereka akan lihat seberapa besar dana yang masuk,’’ katanya.

Leo menambahkan, pasar sudah menilai bahwa target itu terlalu tinggi dan optimistis. Justru yang dinantikan pasar adalah langkah pemerintah bila target tersebut gagal tercapai.

’’Market sudah tahu. Mereka menunggu apa yang dilakukan pemerintah (bila gagal tercapai). Apakah adjusment bersifat pragmatis, ada short fall pajak, atau yang sebelumnya ada deja vu risk? Bukan targetnya, tapi apa yang akan dilakukan,’’ jelasnya.

Di samping itu, Leo juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai akhir tahun ini bisa di atas lima persen. Meski demikian, Indonesia juga harus melihat adanya risiko pada semester kedua.

Risiko tersebut bisa datang dari faktor penggunaan anggaran pemerintah. ’’Bila terlalu mengandalkan itu, potensi risiko besar,’’ tambahnya.

Menurut Reza, pihaknya membuat dua ekspektasi terhadap pertumbuhan ekonomi. Pertama, ekspektasi pesimis pertumbuhan ekonomi hanya 4,8 persen sampai 4,9 persen.

Hal itu bisa terjadi bila kinerja pemerintah tidak membuahkan hasil atau membuat ekonomi menjadi apa adanya.

Kedua, ekspektasi optimistis, yakni pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi bisa 5,05 persen sampai 5,15 persen. ’’Itu pun belum memasukkan dari hasi kebijakan pengampunan pajak,’’ timpalnya. (dee/jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pembangkit ke-2 Program 35 Ribu Mw Berhasil Beroperasi di Lombok


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler