Jimly: Hukum Ibarat kapal, Etika Samuderanya

Selasa, 20 Januari 2015 – 23:08 WIB
Jimly Asshiddiqie. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - JAKARTA - Praktik kebebasan dalam kehidupan berdemokrasi yang dijalani Indonesia 15 tahun terakhir pascareformasi,  masih disalahgunakan. Dampaknya kebebasan hanya  dinikmati elit politik maupun elit ekonomi.

“Itulah sebabnya demokrasi selama lima belas tahun terakhir ini memiliki dampak ketimpangan sosial ekonomi bahkan sosial politik makin jauh,” ujar Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie, saat menjadi keynote speech dalam acara World Justice Project, Selasa (20/1).

BACA JUGA: Menaker Bantah Upah PRT Minimal Harus Rp 1,2 Juta

Menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini, hal tersebut terlihat dari Indeks Gini Ratio, atau alat pengukur derajat ketidakmerataan distribusi penduduk, yang makin tinggi. Menandakan keadilan sosial makin jauh.

"Kebebasan yang tidak serta merta diikuti keadilan sosial. Ini yang menjadi masalah.  Bagaimana menegakan hukum yang berkeadilan bila struktur sosial juga tidak adil. Hukum hanya sekadar norma-norma yang tidak berjiwa. Itu yang terjadi sekarang,” ujarnya.

BACA JUGA: Badrodin Bilang, Djoko Susilo Dulu Mengundurkan Diri

Karena itu, Jimly menyarankan rules of law harus dibangun dengan basis sosial. Ada empat hal yang mesti disiapkan dari pengalaman Indonesia.

Yaitu, sistem demokrasi yang memastikan adanya kebebasan. Agenda keadilan sosial, struktur masyarakat harus berkeadilan. Kemudian prinsip good governance dalam pengelolaan manajemen semua organsasi kekuasaan.

BACA JUGA: Menteri Marwan Kebanjiran Keluhan Soal Pedesaan ‬

“Sekarang antara rules of law sebagai prinsip modern dengan good governmence tidak bisa dipisahkan. Rules of law tidak akan berkembang bila good governance tidak berkembang dalam praktik organisasi kekuasaan, organsisasi dunia usaha dan lain-lain,” ujarnya.

Hal lain yang harus dibangun,  etika sosial  atau sistem norma sosial. Jika sistem moralitas publik tidak tumbuh, maka lahan sosial bagi tegaknya rules of law sulit. Hukum kata Jimly, ibarat kapal. Di mana etika adalah samuderanya.

Kapal rules of law itu tidak mungkin berlayar menuju pulau keadilan, jika samudera etiknya kering dan tidak berfungsi.  

“Faktor etika ini harus berkembang. Malasahnya kita mulai dari mana. Modernisasi maupun profesionalisasi harus menggunakan standar-standar universal tentang profesinalisme. Baik itu profesinalisme jaksa, polisi, advokat, termasuk organsasi-organisasi penegak hukum harus dimodrenisasi,” katanya.(gir/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Harapan Ibas setelah Perppu Pilkada Disahkan jadi UU


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler