jpnn.com - JAKARTA - Pakar hukum tata negara, Jimly Asshidiqqie mengaku, kurang setuju dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemberian izin presiden terhadap anggota dewan yang akan diperiksa penegak hukum. Menurutnya, itu justru menambah panjang birokrasi penegakan hukum.
"Kalau ditanya pribadi saya, ini jadi ribet urusannya. Menambah birokrasi politik baru. Tentu kita harus hormati lembaga parlemen," ujar mantan Ketua MK di Jakarta, Minggu (27/9).
BACA JUGA: Panglima TNI Keluhkan Sulitnya Atasi Asap
Jimly mengakui, parlemen juga harus dihormati dan tidak diperlakukan semena-mena. Pasalnya, penegakan hukum terkadang bermotif politis terhadap anggota dewan.
Namun, tetap saja putusan MK dianggapnya kurang pas diberlakukan. Seharusnya, kata dia, pemerintah meningkatkan profesionalisme lingkungan penegak hukum, dibanding membuat aturan baru yang berbelit-belit
BACA JUGA: Sulit Atasi Karhutla, Jika Cara Seperti Ini yang Dilakukan Pemerintah dan Polri
"Memang harus ada mekanisme administrasi. Tetapi ini harus didasarkan atas evaluasi yang betul-betul lengkap, jangan sampai ini menimbulkan demokrasi yang enggak perlu, menambah ribet proses penegakan hukum," imbuhnya.
Meski begitu, kata Jimly, putusan itu telanjur diterbitkan MK. Karena itu, Ketua DKPP tersebut menyatakan, semua pihak harus menghormati putusan tersebut. Putusan MK, tegasnya sudah final dan mengikat sehingga tidak bisa diubah kembali.(flo/jpnn)
BACA JUGA: Curhatan Jamaah di Jalur Maut: Dari Belakang Muncul Orang Afrika, dari Depan Orang Arab
BACA ARTIKEL LAINNYA... Persiapan Defile dan Parade TNI AU Sudah Mantap, Ini Buktinya
Redaktur : Tim Redaksi