JK: Konferensi yang Diadakan Kemenlu Tak Perlu Tender

Selasa, 21 Januari 2014 – 20:25 WIB
JK memenuhi panggilan di Komisi Pemberantasan Korupsi di Kawasan Kuningan Jakarta, Selasa (21/1). Foto: Ricardo/JPNN.Com

jpnn.com - JAKARTA -- Wakil Presiden Indonesia periode 2004-2009, M. Jusuf Kalla menjadi saksi meringankan untuk tersangka kasus dugaan korupsi penyelenggaraan seminar internasional di Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) tahun 2004-2005, Sudjadnan Parnohadingrat.

Pria yang akrab disapa JK ini menyatakan, Sudjadnan mengadakan konferensi karena keputusan pemerintah. Konferensi yang digelar Kemenlu merupakan langkah untuk memulihkan citra Indonesia setelah peristiwa Bom Bali. Selain itu juga untuk membantu Aceh setelah terjadinya peristiwa Tsunami.

BACA JUGA: Soal Bencana, Daerah dan Pusat Belum Satu Visi

"Itu berdasarkan keputusan pemerintah untuk dilaksanakan pada waktu setelah bom Bali agar Bali kembali menjadi perhatian internasional dan untuk menyampaikan bahwa Bali itu tetap aman. Jadi itu gunanya. Kedua konferensi Tsunami Summit itu untuk segera kita membantu Aceh," kata JK usai menjalani pemeriksaan di KPK, Jakarta, Selasa (21/1).

JK menyatakan, untuk mengadakan konferensi itu tidak perlu dilakukan tender. "Karena pertama keadaanya darurat. Kedua, pada Keputusan Presiden tahun Nomor 80, kalau seminar lokakarya itu sama dengan konferensi pula itu tak perlu tender," ujarnya.

BACA JUGA: Buka Akses untuk BPK Pantau APBD secara Online

Ia juga mengungkapkan, pengalokasian anggaran untuk konferensi yang digelar Kemenlu saat itu tidak mungkin diverifikasi. Karena diadakan setelah Indonesia terkena bencana.

"Sekali lagi saya katakan ini keadaan darurat saat itu. Konferensi saja delapan hari. Tidak mungkin pejabat apapun bisa memverifikasi semua biaya," ujar JK.

BACA JUGA: Pemerintah Kucurkan Rp 1 Miliar untuk Tangani Banjir Karawang

Sudjadnan selaku Pejabat Pembuat Komitmen dianggap telah menyalahgunakan wewenang ketika menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri. Ia dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

KPK menduga ada selisih penggunaan anggaran sehingga merugikan negara hingga Rp 18 miliar. Penyalahgunaan wewenang tersebut terkait dengan sejumlah kegiatan di Deplu di antaranya seminar yang dari kurun waktu 2004-2005. (gil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... BPK Pantau Transaksi Keuangan Pemprov Secara Online


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler