jpnn.com - JAKARTA- Pekan ini Jokowi-JK akan mengumumkan para menterinya. Disinyalir, tokoh politik dan profesional yang akan duduk di kementerian ini diduga kuat masih ada unsur transaksional.
Menurut Pengamat politik Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing, ada dua hal yang jadi indikator. Pertama, lanjut Emrus, penggodokan kabinet Jokowi-JK dilaksanakan di belakang panggung politik atau dengan kata lain kabinet dibentuk secara tidak transparan dari publik. Kabinet hanya digodok oleh kelompok tertentu.
BACA JUGA: SBY Masih Penasaran soal UU Pilkada
"Tiba-tiba kita dapat angka 16 kementerian untuk parpol dan 18 kementerian untuk profesional. Ada indikasi kuat Jokowi menyusun kabinet secara transaksional," ujar Emrus dalam diskusi bertajuk "Membaca Arah Kabinet Jokowi-JK" di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (28/9).
Akan berbeda, lanjut Emrus, jika kabinet itu dibentuk di depan panggung politik. Misalnya, melibatkan rakyat dalam pembentukan kabinet. Rakyat dibiarkan memberi masukan, berdebat, dan sebagainya hingga memunculkan nama menterinya.
BACA JUGA: Postur Kabinet Jokowi Dipertanyakan
Indikasi kedua, ujar Emrus, menangnya Koalisi Merah Putih dalam mengegolkan RUU Pilkada meningkatkan daya tawar terhadap kubu Jokowi-JK. Kondisi itu membuat kubu Jokowi-JK mau tidak mau harus berkompromi dengan Koalisi Merah Putih agar pemerintahannya tidak digerogoti. "Jokowi-JK butuh partai-partai yang ada di Koalisi Merah Putih. Mereka (KMP) seolah-olah bilang, kalau tidak mau kompromi dengan kami, kamu saya gerogoti di kepala daerah," lanjut Emrus.
Dari narasumber lainnya, peneliti senior Indonesia Public Institute Karyono Wibowo menilai, Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) masih punya hambatan dalam menjalankan pemerintahan berdasarkan Trisakti Bung Karno.
BACA JUGA: 3 Tim Intelijen Telusuri Rekam Jejak Capim KPK
Meskipun selama ini Jokowi dinilai sebagai sosok antitesa dari Presiden SBY, namun kata Karyono, setelah muncul adanya Rumah Transisi dan pengumuman komposisi kabinet dengan porsi 18 profesional dan 16 dari partai politik yang tidak melibatkan secara terbuka publik, maka mantan Walikota Solo itu tidak lagi bisa diharapkan dapat membangun kabinet yang pro rakyat. “Ada tiga hal yang menjadi dilema dan paradoks bagi Jokowi dalam melaksanakan ajaran Trisakti. Pertama, adanya kepentingan kelompok atau interest group di lingkaran Rumah Transisi,” ujarnya.
Karyono mengatakan para pemilik kepentingan akan selalu mendekati penguasa yakni Jokowi. Bahkan, seandainya Prabowo yang terpilih sebagai presiden, kepentingan kapital juga mendekat.
Dilema kedua, yakni adanya realitas politik. Realitas politik saat ini mengedepankan kekuasaan dan transaksional. Sehingga tidak mudah bagi Jokowi untuk menjalankan Trisakti. "Parpol yang mendukung Jokowi-JK tentu tidak mau diberikan cek kosong, tentu ada negosiasi dan transaksi," ujarnya.
Dilema ketiga, paradoks konstitusi, yakni banyak peraturan yang bertentangan dengan UUD 1945. Otomatis peraturan itu bertentangan dengan spirit Trisakti. "Trisakti harus menjadi prinsip negara-negara merdeka di seluruh dunia. Karena kalau ada satu yang hilang maka negara merdeka tidak bisa disebut merdeka," imbuhnya.
Oleh sebab itu, ada beberapa opsi yang harus dipilih Jokowi untuk memudahkan melaksanakan Trisakti. Pertama, mau tidak mau Jokowi harus melakukan kompromi politik dengan parpol di KMP. Namun, kompromi itu mengandung konsekuensi yakni adanya transaksi. Jika tidak kompromi, imbuhnya, kekuatan Jokowi-JK di DPR sangat lemah yakni kurang dari 50 persen.
Kedua, Jokowi bisa melakukan kompromi politik dengan syarat semua menteri dan pejabat negara harus mau dan bisa menjalankan konsep Trisakti. Ketiga, Jokowi tetap bertahan dengan tidak melakukan kompromi dengan kekuatan lawan politik di DPR.
Dengan kondisi demikian, lanjut Karyono, rakyat harus kembali mengingatkan Jokowi agar memenuhi janjinya melaksanakan ajaran Trisakti. "Rakyat Indonesia harus mengingatkan kembali pada Jokowi untuk memenuhi janjinya yang ingin melaksanakan ajaran Trisakti tadi," jelasnya. (dil)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Santai Jelang Putusan Pengujian UU MD3
Redaktur : Tim Redaksi