jpnn.com - JAKARTA - Nama-nama menteri yang akan menjabat lima tahun ke depan, mengisi kabinet pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) masih belum terkuak. Namun, komposisi kabinet yakni 16 menteri dari kalangan parpol dan 18 profesional sudah banyak yang menyoal.
Salah satunya datang dari Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin. Dikatakannya, dari awal, sudah bisa diperkirakan betapa pun Jokowi menjalankan Trisakti, tetap ada muatan transaksi di dalamnya. "Menteri itu jabatan politik, dan dalam politik selalu ada transaksi, tentunya tidak harus dalam bentuk uang," papar Said kepada Indopos (Grup JPNN), Minggu (28/9).
BACA JUGA: 3 Tim Intelijen Telusuri Rekam Jejak Capim KPK
Dijelaskannya, dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, kata Said, parpol diwajibkan memberi ruang kepada setiap warga negara yang menjadi kader untuk ikut serta menentukan arah kebijakan negara, yakni dengan mengisi pos-pos kementerian. Sebab, kekuasaan eksekutif dalam pos-pos kementerian merupakan bagian dari kekuasaan politik.
"Suka nggak suka, sistem itulah yang kita anut. Maka menjadi pertanyaan ketika Jokowi mengumumkan kabinetnya jatah parpol lebih sedikit. Karena sejatinya menteri itu bukan jabatan karir di lembaga pemerintahan," tandas Said.
BACA JUGA: Jokowi Santai Jelang Putusan Pengujian UU MD3
Said juga mengatakan komposisi kabinet Jokowi yang membagi parpol dengan nonparpol, tidak selaras dan tidak paralel dengan sistem ketatanegaraan Indonesia. Meskipun ada pemikiran parpol bermasalah, parpol merupakan kawah candradimuka yang menghasilkan negarawan. Negarawan menjadi syarat jabatan menteri. "Dari dulu juga menteri bukan jabatan karier, menteri tidak disiapkan untuk orang yang kemudian dilabeli dengan sebutan profesional," ujarnya.
Lebih kanjut, Said menilai komposisi kabinet 16:18 dimana kadar partai lebih kecil dari nonparpol sudah ganjil. Sebab, kalau partai dianggap akan korupsi berarti Jokowi-JK tidak percaya dengan partai pendukungnya.
BACA JUGA: TKI di Korsel Keluhkan Sulit Beribadah dan Salat Jumat
Menurutnya, betapa pun partai dianggap buruk tapi kalangan nonparpol tidak bisa menjamin tidak akan korupsi. "Siapa yang menggaransi para orang-orang yang disebut profesional itu bersih? Dan siapa yang bisa memastikan sepenuhnya kalau orang parpol korup, ini tentu ada pengaburan di sini," pungkasnya. (dms)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Inilah Kriteria Menteri Kependudukan yang Diinginkan Kepala Daerah
Redaktur : Tim Redaksi