Jokowi Bukan Tukang Pidato tapi Pekerja

Kamis, 05 Juni 2014 – 07:17 WIB
Pasangan capres-cawapres, Jokowi-JK. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - PERHATIAN rakyat Indonesia tersita oleh acara Deklarasi Pemilu Berintegritas dan Damai yang diadakan Komisi Pemilihan Umum di Jakarta, Selasa (3/6). Yang menjadi perbincangan hangat publik dari acara yang disiarkan langsung beberapa stasiun televisi itu adalah penampilan berbeda Calon Presiden Joko Widodo. Perbincangan ini juga melebar di media sosial.

Untuk memahami latar belakang penampilan berbeda Capres yang diusung PDI Perjuangan, Partai NasDem, PKB, Partai Hanura dan PKP Indonesia itu, JPNN bersama beberapa media lain mewawancarai Eep Saefulloh Fatah, perwakilan Jenggala Center yang merupakan salah satu posko pemenangan Capres Joko Widodo dan Cawapres Jusuf Kalla. Berikut petikannya.

BACA JUGA: Ingin Raih Banyak Trofi

Bagaimana Anda menilai pidato atau penampilan Jokowi dalam acara Deklarasi Pemilu Beritegritas dan Damai?

Jokowi selama ini identik dengan kelugasan. Itulah yang kita saksikan tadi malam. Lugas. Jokowi adalah seorang pelayan rakyat yang tidak suka basa-basi. Ia biasa bicara langsung ke pokok soal, tak suka berputar-putar.

BACA JUGA: Saya Jamin Kebebasan Pers

Jokowi yang dikenal rakyat Indonesia adalah seorang yang tak terlalu suka hal-hal yang seremonial, yang diatur, yang diupacarakan. Karena itu, Jokowi bukanlah pengrajin kata-kata sebagaimana kita temukan pada banyak pejabat yang suka seremoni.

Jokowi adalah "sepi ing pamrih rame ing gawe". Jika ada enam hal yang bisa mewakili sosok Jokowi, maka kernam hal itu adalah: (1) merasakan derita rakyat dalam sanubarinya, (2) berpikir bagi manfaat dan maslahat banyak orang, (3) bekerja, (4) bekerja, (5) bekerja, dan (6) bicara.

BACA JUGA: Tidak Cari Makan di Golkar

Yang kita saksikan semalam adalah bagian dari transformasi dari seorang Jokowi yang kita kenal selama ini menuju (Insya Allah) seorang Presiden.

Dalam transformasi ini, kelugasannya terlihat tegas sehingga boleh jadi sebagian orang tak melihat keluwesannya. Kami yakin ini adalah bagian dari transformasi tadi. Ini proses dan bukan akhir. Yang jelas, tak ada yang berubah pada Jokowi. Ia tetap Jokowi yang kita kenal dan kita cintai.

Jokowi terkesan tegang dan kaku. Tak ada senyum, tak tepuk tangan. Mengapa? Mengapa Jokowi berubah dari sosok yang dikenal luas sebagai orang yang ramah, rendah hati, santai menjadi orang yang kaku, tegang, tanpa senyum?

Ada dua eskpresi Jokowi yang saya kenal: ekspresi santai dan ekspresi serius. Kami menangkap kesan bahwa Jokowi semalam tampil dengan penuh keseriusan.

Mengapa Jokowi serius?

Saya yakin memang tak mudah menjadi Jokowi hari-hari ini. Sejak jauh-jauh hari Jokowi menjadi korban fitnah yang disebar begitu sistematis dan massif. Bukan hanya lewat omongan tapi juga menyebar lewat sosial media dan bahkan dicetak sebagai tabloid yang disebar ke komunitas-komunitas Muslim, bahkan lewat mesjid yang semestinya menjadi rumah ibadah yang sakral.

Semalam kedua pasang kandidat diminta mengikrarkan diri untuk terlibat dalam kampanye yang damai yang tidak menggunakan kekerasan, baik fisik maupun non-fisik. Fitnah dan kampanye hitam adalah bentuk kekerasan non-fisik. Bayangkanlah Anda menjadi Jokowi dalam situasi itu.

Saya yakin Jokowi merasa berada di tengah-tengah kepalsuan, di tengah-tengah banyak pihak yang bermulut manis tapi sesungguhnya melalukan banyak tindakan kotor. Jokowi yang kami kenal adalah Jokowi yang tidak suka, tidak bahagia ada di tengah kepalsuan semacam itu.

Karena itulah Jokowi terlihat serius dan bagi sebagian pemirsa jadi seperti tegang. Inilah keseriusan dan ketegangan seorang sosok pemimpin yang otentik, yang perkataan dan perbuatannya selalu ia usahakan seiring dan sejalan.

Jokowi terlihat terbebani. Dampaknya, banyak yang jadi menilai Jokowi belum siap untuk jadi Presiden. Dia dianggap belum layak, belum cukup matang. Pendapat Anda?

Saat ini Indonesia membutuhkan Presiden dengan tiga syarat pokok: (1) punya integritas yang terjaga, (2) punya keberanian untuk mengambil keputusan dengan sigap dan mengambil segenap resiko atas keputusan itu, (3) punya otentisitas yaitu kesamaan antara yang ia katakan dengan yang ia lakukan, tidak terjerat kaki dan tangannya oleh kekeliruan di masa kini dan masa lalu sehingga ia akan leluasa bekerja sebagai pemimpin yang akan menjemput masa depan kita yang gemilang.

Kami yakin, Jokowi memiliki itu. Karena itulah kami mengusung dan mendukung Jokowi untuk menjadi Presiden. Di atas keyakinan itu pula kami mengajak seluruh warga negara Indonesia untuk sama-sama menjadikannya sebagai Presiden.

Acara semalam tak mengubah fakta pokok tentang Jokowi di atas. Jokowi tetaplah Jokowi dengan karakter seperti itu. Ia siap dari hari pertama sebagai Presiden. Bukan hanya siap, Jokowi juga akan menjadi "Presiden yang berbeda". Presiden yang berkarakter.

Selama ini Presiden kan identik dengan seseorang yang dikemas lewat upaya pencitraan habis-habisan sehingga rakyat sulit merumuskan sosok yang asli dari sang Presiden. Jokowi akan menjadi Presiden yang berbeda, yang tampil apa adanya.

Bersama JK, Jokowi adalah kita. Bayangkanlah Anda akan memiliki Presiden dan Wakil Presiden, Jokowi dan JK, yang berlaku seperti tetangga sebelah rumah, manusia biasa, tapi tak kehilangan kekuatan dan kewibawaannya sebagai pemimpin. Kehadiran Jokowi-JK insya Allah akan kita rayakan sebagai bagian dari Indonesia Baru, Indonesia yang hebat.

Dalam dua forum besar Jokowi tak menyebut dan mengapresiasi kehadiran Prabowo-Hatta sementara dalam kedua acara tersebut Prabowo selalu mengapresiasi Jokowi dan yang lainnya. Mengapa?

Ada dua cara mengapresiasi pihak lain: dengan kata-kata dan dengan perbuatan.

Sebagai pemimpin Jokowi terbiasa mengapresiasi siapapun, termasuk rakyat yang dipimpinnya dengan berbuat sebaik mungkin untuk mereka. Karena itulah Jokowi memenangkan termin keduanya sebagai walikota Solo dengan meraih 90.1% dukungan rakyat Solo.

Jokowi mengapresiasi Prabowo-Hatta dengan berbuat selayaknya: tidak menyerang, tidak memfitnah, tidak melakukan kampanye hitam. Ini jauh lebih penting dari sekedar kata-kata, dari sekedar menyebut nama pasangan Prabowo-Hatta.

Itu jauh lebih bermakna daripada berkata-kata manis dengan menyebut pihak lakn tapi diam-diam melalukan tindakan-tindakan yang sejatinya tak menunjukkan respek dan penghormatan.

Prabowo selalu menyebut dan mengapresiasi cawapresnya sementara Jokowi tidak. Pendapat Anda?

Forum tadi malam tidak bisa dijadikan satu-satunya indikator untuk menilai apresiasj Jokowi terhadap JK sebagai cawapresnya. Yang kami tahu, Jokowi dan JK adalah pasangan yang bukan saja saling melengkapi tapi juga saling respek, saling hormat.

Percayalah, Jokowi dan JK adalah duet yang bukan saja dinamis tapi juga harmonis. Ini pasangan yang hebat untuk Indonesia yang hebat.

Pidato Jokowi seperti tak dipersiapkan dengan baik. Di penghujung, pidato malah tiba-tiba diakhiri. Dampaknya, banyak yang mengkritik kualitas dan penyampaiannya. Pendapat Anda?

Jokowi adalah pemimpin yang tak menganggap pidato sebagai bagian dari kerja pengabdian pada rakyat. Di Solo ia tak dikenal sebagai ahli pidato, melainkan pemimpin yang dicintai rakyat karena kerja-kerjanya sambil tak banyak bicara. Pidatonya tak pernah panjang tapi kerjanya tak putus-putus. Hal yang sama kita temukan pada JK.

Itulah resep Jokowi memenangkan pemilukada Solo untuk termin keduanya dengan meraih 90,1% suara. Itu pula resep Jokowi memenangkan Pemilukada Jakarta.

Sebagai Gubernur, dalam sebuah rapat Jokowi pernah berpidato hanya 1 menit. Sebab, di mata Gubernur Jokowi hanya 1 menit bicara itulah yang dibutuhkan. Sebagai generasi baru pemimpin Indonesia Jokowi tahu persis bahwa yang penting dari sebuah rapat bukanlah kata-kata yang panjang mendayu-dayu tapi kerja, kerja dan kerja yang dihasilkan seusainya. Benar saja, pidato 1 menit itu mendorong hasil-hasil rapat yang konkret berupa kerja cepat dan tepat untuk warga Jakarta.

Karena itu, lebih baik kita siap dengan kehadiran generasi baru pemimpin Indonesia yang dengan sigap berpegang tangan dengan Anda dan bahu membahu mengembalikan kejayaan Indonesia. Bersiaplah punya pemimpin yang bekerja bersama Anda, bekerja untuk Anda. Bukan tukang pidato. (***)

BACA ARTIKEL LAINNYA... NU Sepakat Berada Dalam Dua Poros


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler