jpnn.com - JAKARTA – Perbedaan tajam cara pandang Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan wapresnya Jusuf Kalla, terkait postur dan format kabinet makin menajam.
Aroma gesekan itu muncul saat isu figur menteri dari partai politik (parpol), perampingan kabinet dan isu mengenai lelang jabatan menteri mulai mengemuka di publik.
BACA JUGA: 4 Kader Berebut Jadi Sekjen PKB
Demikian diungkapkan politisi Partai Golkar, Bambang Soesatyo kepada INDOPOS (Grup JPNN), Selasa (26/08). Politisi yang akrab disapa Bamsoet ini bahkan menilai kubu Jokowi-JK, belum memiliki gambaran postur kabinet pemerintah baru.
“Ya fakta di lapangan sudah mulai ramai. Tak lama setelah KPU menetapkan hasil pilpres, perbedaan keduanya langsung mengemuka di ruang publik,” terangnya.
Jokowi, menurutnya, menuntut menteri yang akan datang harus fokus 100 persen membantu presiden, menjalankan program kerjanya. Karena itu menteri sebaiknya tidak menduduki jabatan di partai politik.
BACA JUGA: 3 Opsi Untuk Arsitektur Kabinet Jokowi-JK
Sementara JK, lanjut Bamsoet, berpendapat menteri dari kalangan politisi tak boleh dihapus. Karena kabinet tak bisa lepas dari politik, dan karenanya patut menghargai suara parpol.
“JK juga minta tidak dibuat dikotomi antara politisi dengan para profesional. Kendati Jokowi telah memberi klarifikasi dan membantah spekulasi mengenai perbedaan pendapat dengan JK. Karena itu publik menunggu kemampuan keduanya mencari jalan keluar dari beda cara pandang itu,” tandasnya.
Anggota Komisi III DPR RI ini mengatakan, isu perampingan dan penggabungan kementerian kabinet dari 34 kementerian seperti saat ini dipangkas menjadi 27 kementerian, sangat sensitif bagi parpol pendukung capres nomor 2 ini.
“Saya melihat persoalan makin memanas di sini, JK menolak opsi ini. JK mengingatkan bahwa perampingan dan penggabungan kementerian tidak otomatis bisa menghemat anggaran, karena pemerintah baru tidak mungkin menawarkan program pemutusan hubungan kerja bagi pegawai negeri sipil (PNS),” katanya.
Demikian juga terkait mekanisme rekrutmen menteri, menurut Bamsoet, Jokowi ingin menerapkan mekanisme yang hampir sama dengan yang diterapkannya saat menyeleksi camat dan lurah di Jakarta. Artinya, akan ada lelang jabatan untuk menyeleksi calon menteri.
BACA JUGA: Situasi Kondusif, Polri Cabut Siaga 1
Namun JK berpendapat lain. Lelang jabatan tak dapat diterapkan untuk menentukan figur menteri. Jabatan menteri sangat penting dan politis. Karena itu, sebaiknya dipilih melalui penunjukan langsung oleh presiden.
“Menurut JK, menteri itu semacam CEO yang tidak pernah dipertandingkan, tapi dicari, rekam jejaknya harus detail. Selain itu, untuk menghindari stagnasi manajemen kenegaraan atau dampak negatif lainnya, JK juga berpendirian pemerintah baru sebaiknya tidak memaksakan perubahan yang radikal atau ekstrim,” paparnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Wakil Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN), Dradjad Wibowo. Menurutnya, gesekan di kubu Jokowi lebih banyak. Karena ada gesekan penyusunan kabinet, dan pemilihan ketua DPR dan MPR.
Dradjad menyampaikan hal itu karena memiliki pengalaman pribadi ketika ada beberapa elite partai pendukung Jokowi-Jusuf Kalla yang mengatakan dan mempermasalahkan penyusunan kabinet pemerintahan.
“Ya ada beberapa elite yang mengeluh dengan kondisi gesekan di sana (kubu Jokwi-JK),” tandasnya.
Namun Deputi Tim Transisi Akbar Faisal memastikan tidak ada gesekan yang terjadi di kubu Jokowi-JK terkait penyusunan kabinet. Justru, lanjutnya, yang terjadi di internal Jokowi-JK adalah fokus dalam mencari jalan keluar, duduk bersama bagi pemerintahan ke depan yang akan segera dibentuk.
“Insyaallah pak Jokowi dan pak JK kini mulai fokus mencari jalan keluar dari berbagai masalah dan tak akan menghabiskan waktu memikirkan hal yang tidak perlu. Apalagi hal yang memang tidak ada, semisal anggapan bahwa ada gesekan di kubu Jokowi-JK. Itu sama sekali tidak benar,” pungkas Akbar. (dms)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kartu Indonesia Sehat Jokowi Sejalan dengan JKN
Redaktur : Tim Redaksi