Jokowi Dicap Sedang Melangkah Mundur

Sabtu, 08 Agustus 2015 – 01:05 WIB
Jokowi. Foto: dok/JPNN.com

jpnn.com - PADANG - Hasrat Presiden Joko Widodo menghidupkan pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden dalam revisi KUHP, dinilai bertentangan dengan kehidupan demokrasi yang selama ini sudah dibangun.

"Rencana pemerintah ini merupakan langkah mundur dari proses demokrasi yang selama ini dibangun Indonesia. Dalam negara demokrasi, kritikan itu merupakan hal biasa, apalagi ditujukan kepada pemerintah yang memangku jabatan. Artinya bukan personal," ujar Direktur LBH Pers Padang Rony Saputra, seperti dikutip dari Padang Ekspres (Grup JPNN), Sabtu (8/8).

BACA JUGA: Jokowi Pastikan Tak Akan Ada Parpol Usung Calon Boneka di Pilkada

Saat pemerintah memberikan batasan tidak bisa dikritik, berarti kembali lagi kepada zaman penjajahan. Di mana pemerintah tidak mau dikritik atas apapun yang dilakukan. Langkah Presiden Jokowi untuk kembali menghidupkan pasal ini merupakan bentuk ketidakpatuhan terhadap konstitusi. 

"Pasal ini sudah dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Desember 2006 yang menyidangkan perkara Nomor 013/PUU-IV/2006. Norma yang sudah dibatalkan MK tidak boleh lagi dipungut menjadi norma dalam sebuah UU baru," tegasnya. 

BACA JUGA: Latihan Gabungan Paskibraka dengan TNI/Polri Tuntas Senin Depan

Diskusi publik yang dihadiri beberapa wartawan dari berbagai media ini juga membahas tentang revisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Sebagaimana diketahui revisi UU ITE sudah masuk tahapan draf perubahan dari pemerintah.

"Terkait pasal pencemaran nama baik dalam UU ITE (Pasal 27 ayat 3), sebenarnya merujuk pasal penghinaan dan pencemaran nama baik yang ada dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP," sebut Roni.

BACA JUGA: Sudahlah Pak Jokowi, Copot Saja Bu Rini dari Kursi Menteri

Alasan pemerintah mempertahankan keberadaan Pasal 27 ayat 3 UU ITE, kata Roni karena masih membutuhkan pasal tersebut untuk kekosongan hukum yang mengatur pasal pencemaran nama baik di media. Sedangkan alasan pengurangan hukuman yang sebelumnya 6 tahun menjadi 4 tahun, agar pihak kepolisian tidak melakukan penahanan.

"Namun yang kerap luput dari perhatian banyak pihak termasuk pemerintah adalah pasal pencemaran nama baik dalam UU ITE. Ada upaya untuk memasukkan tindak pidana pencemaran nama baik dalam UU ITE," katanya. (v)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pasal Hina Presiden Terbukti Melanggar Konstitusi, Kok Mau Dihidupkan Lagi?


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler