Jokowi Diduga Intervensi Kasus Novanto, Eks Ketua MK Desak DPR Pakai Hak Istimewa

Selasa, 05 Desember 2023 – 20:41 WIB
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva memberikan apresiasi hasil penelitian Ketua MPR RI Bambang Soesatyo terkait PPHN dalam buku PPHN Tanpa Amendemen. Foto tangkapan layar YouTube di akun Universitas Terbuka TV

jpnn.com, JAKARTA - Mantan Ketua Mahakamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva terkejut mendengar pengakuan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019 Agus Rahardjo dan Mantan Menteri ESDM Sudirman Said.

Bagaimana tidak, keduanya sama-sama mengaku dapat tekanan dari Presiden Joko Widodo gegara membongkar perilaku korup Setya Novanto.

BACA JUGA: Sebaiknya KPK Usut Dugaan Jokowi Halangi Penyidikan Setnov, Bisa Berujung Pemakzulan

Menurutnya, cerita-cerita ini harus dipastikan kebenarannya lantaran menyangkut dugaan pelanggaran hukum berat oleh seorang presiden.

Karena itu, Hamdan mendorong anggota DPR RI menggunakan hak istimewa untuk menyelidiki hingga tuntas skandal ini.

BACA JUGA: Pemerintahan Jokowi Buka Media Center Indonesia Maju, Ini Tujuannya

"DPR seharusnya gunakan hak konstitusional menanyakan ini kepada Presiden atau gunakan hak angket. Apa betul ada intervensi Presiden atau hanya fitnah?" ujar Hamdan melalui cuitannya di akun Twitter @hamdanzoelva, baru-baru ini.

Sebelumnya, Agus Rahardjo mengaku pernah diminta oleh Presiden Jokowi untuk menghentikan penanganan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP) yang menjerat Setya Novanto atau Setnov.

BACA JUGA: Nelayan: Menteri KP Sudah Melawan Arahan Presiden Jokowi

Saat itu, Setnov menjabat Ketua DPR RI dan Ketua Umum Partai Golkar, partai politik yang pada 2016 lalu bergabung jadi koalisi pendukung Jokowi.

Status hukum Setnov sebagai tersangka diumumkan KPK secara resmi pada Jumat, 10 November 2017.

Selain itu, Mantan Menteri ESDM yang kini tergabung dalam tim pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Sudirman Said pun mengungkapkan dirinya pernah dimarahi Presiden Jokowi.

Dia menuturkan amarah itu terkait laporan terhadap Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) soal kasus Freeport yang dikenal dengan kasus 'papa minta saham'.

Sementara itu, suara yang lebih keras muncul dari Pengurus Perhimpunan Bantuan Hukum & Hak Asasi Manusia (PBHI) Julius Ibrani.

Aktivis HAM itu mendesak DPR melakukan impeachment atau pemakzulan terhadap Presiden Jokowi.

Dia menduga Jokowi telah melakukan obstruction of justice atau menghalangi penyidikan dalam kasus korupsi megaproyek E-KTP yang melibatkan mantan ketua DPR Setya Novanto.

“Kami menyarankan (Jokowi) di-impeachment, bukan hanya interpelasi. Kami menyarankan DPR RI melakukan impeachment,” ujar Julius kepada media, Minggu (3/12).

Julius menuturkan tidak ada dasar hukum Jokowi bisa memanggil eks Ketua KPK Agus Raharjo untuk bertanya terkait dengan kasus yang sedang ditangani oleh KPK.

“Artinya setiap bentuk pertanyaan terhadap perkara, setiap bentuk intip-intipan terhadap perkara itu harus dianggap sebagai bukan hanya intervensi, tetapi perbuatan menghalang-halangi proses hukum,” ujarnya. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler