Jokowi Harus Terbuka soal Konflik Golkar dan PPP

Jumat, 13 Maret 2015 – 23:53 WIB
Jokowi. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Mantan Wakil Ketua DPD RI, La Ode Ida menilai adanya konflik akibat dualisme kepemimpinan di partai Golkar dan PPP adalah karena standar ganda yang dipakai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumhan).

Ida mengatakan, jika perilaku tersebut tidak dibenahi, kepemimpinan Joko Widodo-Jusuf Kalla akan dinilai publik sebagai pemerintahan otoriter dengan mengacak-acak partai politik yang tidak sejalan.

BACA JUGA: Menteri Yuddy Wajibkan ASN Bandung Kembangkan Lumbung Padi

"Sudah terang-benderang, kisruh Golkar dan PPP yang berkepanjangan akibat standar ganda yang diberlakukan Kemenkumham. Presiden Jokowi harus tampil terbuka untuk menjelaskan masalah Golkar dan PPP, agar tidak dianggap memelihara administrator otoriter dan pencipta politik adu domba," kata La Ode Ida, Jumat (13/3).

Padahal lanjut Ida, perbedaan kubu politik adalah sangat wajar dan bahkan diperlukan dalam negara demokrasi, sebagai perwujudkan prinsip check and balances menuju kebijakan yang berkualitas dan menjadikan pemerintah tidak sewenang-wenang dalam menyelenggarakan pemerintahan.

BACA JUGA: Ada Potensi Kerawanan, Siapkan Desk Pilkada

"Harusnya perbedaan kubu itu diapresiasi dan dinikmati Jokowi, bukan harus dihabisi dan diseragamkan. Tak boleh benci dengan perkubuan politik," tegas mantan senator dari Sulawesi Tenggara itu.

Selain itu, Ida juga menyesalkan ada kelompok elite internal dua partai politik itu terkesan menyeret pemerintah untuk intervensi, dan juga pihak aktor yang berada di sekitar Jokowi-JK barangkali juga menghendakinya. 

BACA JUGA: Bawaslu Setuju Parpol Dipasok Rp 1 Triliun Asalkan…

Maka dicarikan berbagai caranya sehingga muncul keputusan administrasi politik hukum partai politik dari Kemenkumham yang dinilai berpihak dan menciptakan kemelut di internal dua partai politik KMP itu. 

"Kemenkumham pun dianggap jadi instrumen politik yang berkepentingan dari pihak pemerintah dan kelompok elite partai politik yang mau diintervensi itu," jelasnya.

Pertanyaannya ujar Ida, apakah Presiden Jokowi benar-benar menginginkan praktik demokrasi yang setback alias mundur? "Sebagai pendukung Jokowi-JK, saya tidak ingin hal itu akan jadi label bagi mereka, sehingga di sinilah Jokowi perlu berdiri khusus di depan publik untuk mengklarifikasi," sarannya.

Menurut Ida, akan lebih baik jika Jokowi konsentrasi mewujudkan janji politiknya, seraya mendorong ke arah kemandirian partai politik dan masyarakat sipil. 

"Terhadap partai politik, akan lebih produktif jika Jokowi membentuk tim khusus untuk memantau perilaku para politisi agar tidak korup, di samping pastikan jajarannya agar tidak transaksional," pungkas La Ode Ida. (fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Honorer K2 Dites Lagi, Dinilai tak Adil


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler