jpnn.com, JAKARTA - Peneliti LSAK Ahmad Hariri menilai pernyataan Presiden Jokowi saat sidang tahunan MPR terkait terbongkarnya kasus korupsi besar di BUMN Garuda, Jiwasraya dan Asabri layak untuk dikritik.
Pasalnya, kasus-kasus tersebut belum diusut tuntas oleh penegak hukum.
BACA JUGA: Konon Harga Tiket Garuda Bakal Murah, Kok Bisa?
Dia mencontohkan kasus di Garuda yang sama sekali belum diungkap secara total.
"Kita menyesalkan dan kesal kalau hal itu dipamerkan sebagai keberhasilan. Apa yang disampaikan Menterinya Jokowi terkait hal ini jelas kebohongan besar," ujar dia dalam keterangan tertulis, Kamis (18/8).
BACA JUGA: Jaksa Agung Ungkap Peran Emirsyah dan Soetikno di Kasus Korupsi Pengadaan Pesawat Garuda
Kasus korupsi di Garuda terkait pengadaan pesawat telah terjadi sejak lama.
Meneg BUMN dan Aparat Penegak Hukum (APH) semestinya mengetahui ada banyak jenis pengadaan pesawat telah dilakukan oleh Garuda.
BACA JUGA: Kejagung Ungkap Dugaan Korupsi di Garuda, Ini Kata PROJO
Selain ATR 72 dengan tahun kontrak 2013, ada juga Boeing dengan tahun kontrak tahun 2014 untuk B737 dan supplement agreement tahun 2008 & 2014 untuk B777-300ER, serta BOMBARDIER CRJ100 yang dikontrak tahun 2012.
"Lalu pertanyaannya, kenapa hanya ATR 72 yang diusut? Pantaskah ini dianggap keberhasilan, sementara ada kesan pemerintah saling melindungi untuk kasus korupsi yang jauh lebih besar? Mungkinkah semua dilakukan hanya demi melindungi "orang-orang besar" di belakangnya?" kata Ahmad.
Karena itu, dia menyesalkan aksi pamer Presiden Jokowi yang menyesatkan tersebut. Apalagi, pernyataan tersebut disampaikan dalam rangka perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia
"Kalau kemerdekaan berarti bebas dan berdaulat, seharusnya suara-suara kebenaran harus lantang disuarakan. Presiden tidak boleh disandera oligarki menyampaikan kebenaran sebagai tegaknya kemerdekaan seutuhnya. Jangan ada yang disembunyikan dari kasus Garuda, Boeing dan CJR harus juga diusut tuntas," pungkas Ahmad. (dil/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif