Jordania Dicekik Utang Rp 558 Triliun

Rabu, 13 Juni 2018 – 11:25 WIB
Warga Jordania menggelar demonstrasi di depan kantor Perdana Menteri, Senin (4/6). Foto: AP

jpnn.com, AMMAN - Bantuan finansial dari negara-negara Teluk dianggap tak bakal bisa menyelesaikan krisis di Jordania. Memang, Kuwait, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab (UEA) setuju untuk mengucurkan bantuan USD 2,5 miliar atau setara Rp 34,8 triliun ke Jordania. Bantuan tersebut dianggap sebagai ’’uang kecil’’.

’’Defisit yang dialami Jordania sangat besar. Uang itu tak akan membuat perbedaan,’’ tegas pengacara asal Jordania, Bani-Melham.

BACA JUGA: Rakyat Murka, Raja Abdullah Terpaksa Ganti Perdana Menteri

Jika melihat utang Jordania, bantuan tersebut memang tak ada apa-apanya. Pinjaman negara itu mencapai hampir USD 40 miliar atau Rp 558,09 triliun.

Negara tersebut kian tercekik setelah mendapatkan pinjaman USD 723 juta (Rp 10,08 triliun) dari IMF pada 2016.

BACA JUGA: Larangan Mengemudi Dicabut, Perempuan Saudi Merasa Bebas

Jordania selama ini memang bergantung pada bantuan negara-negara asing. Saudi dan negara-negara Teluk lainnya berperan cukup besar pada perekonomian Jordania.

Mereka kembali memberikan bantuan karena ingin meredam amarah penduduk agar tak terjadi pemberontakan seperti di negara-negara tetangganya.

BACA JUGA: Gede Sandra: Era Gus Dur Bisa Kurangi Utang USD 4,15 Miliar

Ditengarai, alasan lain pemberian bantuan tersebut adalah Jordania dianggap telah berjasa membantu melindungi dan merawat Masjidilaqsa di Kota Tua Jerusalem.

Masjid yang menjadi salah satu tempat suci umat muslim itu berada di wilayah pendudukan Israel, tapi pengelolaannya diatur Jordania.

Bantuan tersebut juga bakal membuat Jordania mendukung Saudi dalam berbagai konflik regional. ’’Tidak ada yang gratis,’’ tegas jurnalis Jordania sekaligus aktivis, Laila Kloub.

Saat turun ke jalan akhir pekan lalu, rakyat tak menginginkan solusi jangka pendek seperti itu. Yang mereka tuntut adalah transparansi, rencana fiskal jangka panjang, berakhirnya korupsi, serta perubahan menyeluruh pendekatan pemerintah atas kebijakan sosial dan perekonomian. Mereka berharap Jordania tak lagi bergantung ke negara lain.

’’Kami juga ingin para menteri dan anggota parlemen dibayar dengan gaji yang masuk akal. Gaji yang tak berimbas pada uang rakyat,’’ tuturnya sebagaimana dilansir Al Jazeera.

Penduduk lainnya yang sempat ikut turun ke jalan, Odai Nofal, mengungkapkan bahwa Jordania dulu menerima bantuan serupa dari negara-negara Teluk.

Sayangnya, pemberian bantuan itu tidak membawa dampak positif jangka panjang. Penduduk terus-menerus dihadapkan pada langkah penghematan yang diambil pemerintah.

’’Kami khawatir melihat pola ini terus berlanjut,’’ ujarnya.

Sebagai contoh, sejak awal tahun pemerintah menaikkan harga bahan bakar hingga lima kali lipat. Tarif listrik juga naik hingga 55 persen.

Subsidi untuk roti dan beberapa kebutuhan pokok lainnya juga dicabut. Langkah-langkah penghematan semacam itulah yang membuat penduduk frustrasi.

Meski begitu, penduduk masih memiliki harapan kepada Omar Al Razzaz, perdana menteri (PM) Jordania yang baru. Mereka merasa Al Razzaz bisa menyuarakan nasib mereka.

Ketika kali pertama ditunjuk, dia berjanji mencabut usul kenaikan pajak penghasilan yang diajukan PM sebelumnya. (sha/c14/dos)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Penjelasan Terbaru Sri Mulyani soal Utang Luar Negeri


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler