JPU Beber Cara Djoko S Tjandra Sogok 2 Petinggi Polri dengan Dolar

Senin, 02 November 2020 – 22:22 WIB
Djoko S Tjandra. Foto: arsip jpnn.com/Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa Djoko Tjandra telah bermufakat jahat serta menyuap dua petinggi Polri, yakni Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo.

Terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih Bank Bali itu menyuap Napoleon sebesar SGD 200 ribu dan USD USD 270 ribu. Adapun suap untuk Prasetijo sebesar USD 150 ribu.

BACA JUGA: Surat Dakwaan Sebut Irjen Napoleon Pakai Petinggi Kita demi Tambahan Suap dari Djoko Tjandra

Menurut JPU, motif suap itu agar Napoleon selaki kepala Divisi Hubungan Internasional Polri menghapus nama Djoko S Tjandra dari daftar buronan dan red notice Interpol. Uang suap dari Djoko Tjandra diserahkan oleh Tommy Sumardi melalui Prasetijo selaku kepala Biro Koordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polrio.

"Terdakwa (Djoko S Tjandra) turut serta melakukan dengan Tommy Sumardi, yaitu memberi uang sejumlah SGD 200 ribu dan USD 270 ribu kepada Inspektur Jenderal Polisi Napoleon Bonaparte dan memberi uang sejumlah USD 150 ribu kepada Brigadir Jenderal Polisi Prasetijo Utomo," kata JPU Wartono saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (2/11).

BACA JUGA: Brigjen Prasetijo Menelepon Perantara Djoko Tjandra: Mana nih Jatah Gue Punya?

Suap itu mendorong Napoleon menerbitkan sejumlah surat, antara lain  bernomor B/1000/IV/2020/NCB-Div HI tanggal 29 April 2020;  B/1030/IV/2020/NCB-Div HI tanggal 04 Mei 2020; dan B/1036/IV/2020/NCB-Div HI tanggal 5 Mei 2020.

"Dengan surat-surat tersebut pada 13 Mei 2020 pihak Imigrasi melakukan penghapusan status DPO atas nama Joko Soegiarto Tjandra 
dari sistem Enhanced Cekal System (ECS) pada Sistim Informasi Keimigrasian (SIMKIM)," ujar JPU.

BACA JUGA: Irjen Napoleon Didakwa Terima Rp 6 Miliar dari Djoko Tjandra

Perkara itu berawal saat Djoko Tjandra meminta bantuan pada Tommy dalam urusan penghapusan red notice yang ada di Divisi Hubungan Internasional Polri. Sebab, Djoko Tjandra yang kala itu berstatus buron hendak mengajukan peninjauan kembali (PK) atas perkaranya di Pengadilan Negeri Jalarta Selatan (PN Jaksel).

Syahdan, Tommy berupaya membantu Djoko Tjandra dengan menghubungi Brigjen Prasetijo. Pada 9 April 2020, Tommy mengirim pesan singkat yang berisi fail surat dari istri Djoko Tjandra.

Selanjutnya, Prasetijo meneruskan pesan singkat itu kepada seseorang bernama Brigadir Fortes. Prasetijo memerintahkan Fortes  mengedit surat tersebut sesuai format permohonan penghapusan red notice.

"Setelah selesai diedit Brigadir Fortes mengirimkan kembali fail tersebut untuk dikoreksi Brigjen Prasetijo. Selanjutnya fail konsep surat tersebut dikirimkan oleh Brigjen Prasetijo kepada Tommy Sumardi," ungkap JPU.

Tak berselang lama, Brigjen Prasetijo mengenalkan Tommy kepada Irjen Napoleon Bonaparte. Dalam pertemuan tersebut, Napoleon mengaku bisa menghapuskan nama Djoko Tjandra dari daftar red notice dengan imbalan uang sebesar Rp 3 miliar.

Dalam pertemuan tersebut Napoleon menyampaikan bahwa red notice Djoko S Tjandra bisa dibuka karena markas Interpol di Lyon, Prancis yang membukanya. "Bukan saya. Saya bisa buka, asal ada uangnya," ujar JPU menirukan ucapan Napoleon kepada Tommy.

Selanjutnya, Tommy menanyakan jumlah uang yang dibutuhkan Napoleon untuk membuka red notice tersebut. "Oleh Irjen Napoleon dijawab, 'tiga (miliar), Ji"," sambung JPU.

Seusai pertemuan itu, Tommy memberi kabar kepada Djoko Tjandra. Bos PT Era Giat Prima itu lantas mengirim uang USD 100 ribu. 

Tommy pun membawa duit dari Djoko Tjandra itu dan menemui Prasetijo pada 27 April 2020. "Prasetijo sempat melihat uang yang dibawa oleh Tommy. Kepada Tommy, Prasetijo berkata, "banyak banget ini, Ji, buat beliau? Buat gue mana?"," tutur JPU.

Saat itu Prasetijo mengambil USD 50 ribu dari uang yang dibawa Tommy. Sisanya, USD 50 ribu dibawa ke ruangan kerja Napoleon.

Namun, Napoleon menolak duit itu karena menganggapnya terlalu sedikit. Perwira Polri dengan dua bintang di pundak itu meminta suap sebesar Rp 7 miliar dengan alasan uang tersebut bukan untuk dirinya saja. 

"Soalnya kan buat depan juga, bukan buat saya sendiri. Yang nempatin saya kan beliau. Petinggi kita ini," kata JPU menirukan pernyataan Napoleon.

Pada Mei 2020, Prasetijo masih menghubungi Tommy untuk meminta uang. Bahkan, Prasetijo meminta jatah tersebut melalui sambungan telepon.

Namun, Tommy menegur Prasetijo dan memitanya tidak membahas hal itu lewat telepon. Baru keesokan hari mereka bertemu.

"Total uang yang diserahkan oleh Tommy Sumardi kepada terdakwa Brigjen Prasetijo adalah sejumlah USD 150 ribu," kata Jaksa.

Oleh karena itu JPU mendakwa Djoko Tjandra didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP.(tan/jpnn)


Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler