JPU Menilai Buku Ahok Berpotensi Picu Perpecahan Anak Bangsa

Selasa, 20 Desember 2016 – 15:41 WIB
Ahok. Foto: Miftahulhayat/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA – Jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung menyatakan perbuatan terdakwa penista agama,  Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, berpotensi memecah belah anak bangsa khususnya pemeluk agama Islam.

Hal itu ditegaskan Ketua Tim JPU Ali Mukartono menjawab nota keberatan Ahok atas dakwaan jaksa, yang sebelumnya mengutip bukunya berjudul “Merubah Indonesia; Berlindung di Balik Ayat Suci”.

BACA JUGA: Picu Jumlah TKA Ilegal Meningkat, Bebas Visa Minta Dievaluasi

Dalam persidangan sebelumnya, Ahok  menyampaikan pandangannya soal Surah Almaidah Ayat 51 terkait pengalamannya saat persaingan di pilkada dan dia mengutip isi bukunya.

Menurut Ali,  dalam nota keberatannya Ahok menyatakan perkataan yang diucapkanya di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, bukan dimaksudkan menafsirkan Surah  Almaidah Ayat 51 apalagi berniat menista agama Islam dan menghina ulama.

BACA JUGA: Tingkatkan Kualitas Publikasi MPR, Minta Masukan Praktisi Media

Namun, urai jaksa, Ahok menyatakan ucapannya itu dimaksudkan  untuk para oknum politisi yang memanfaatkan Surah Almaidah Ayat 51 secara tidak benar karena tak mau bersaing secara sehat dalam persidangan pilkada.

Terkait dengan masalah ini, lanjut Ali, pada paragraf yang  lain dalam nota keberatannya Ahok  mengutip bukunya yang menyatakan Surat Almaidah Ayat 51  yang dikenalnya digunakan untuk memecah belah rakyat yang bertujuan memuluskan jalan meraih puncak kekuasaan oleh oknum yang kerasukan roh kolonialisme.

BACA JUGA: Habib Rizieq Dinobatkan Jadi Man of The Year 2016

Selain itu, lanjut jaksa,  dalam bukunya Ahok menyatakan bahwa ayat ini sengaja disebarkan oleh oknum-oknum  karena tidak bisa bersaing dengan visi misi program dan integritas pribadinya.

Mereka berusaha berlindung di balik ayat suci itu agar dengan konsep seiman memilihnya. Dari oknum elit yang berlindung di balik ayat suci agama Islam, mereka menggunakan Surah Almaidah Ayat 51 yang  melarang rakyat menjadikan kaum Nasrani dan Yahudi menjadi pemimpin mereka dengan tambahan jangan pernah memilih kafir menjadi pemimpin.  

Intinya mereka mengajak agar memilih pimpinan atau pemimpin dari kaum yang seiman.

“Pernyataan dan isi kutipan buku terdakwa tersebut justru berpotensi menimbulkan perpecahan di kalangan anak bangsa khususnya pemeluk agama islam, bahkan dapat menimbulkan persoalan baru,” kata Ali membacakan jawaban JPU atas nota keberatan Ahok di persidangan yang digelar Pengadilan Negeri Jakarta Utara di gedung lama PN Jakarta Pusat, di Jalan Gajah Mada, Gambir, Jakpus, Selasa (20/12).

Menurut Ali, adalah hak Ahok apabila tidak suka dengan Alquran dalam hal ini Surah Almaidah Ayat 51 karena memang terdakwa tidak mengimaninya.  

Tetapi, Ali menegaskan, jangankan terdakwa, siapa pun tidak boleh dan tak dapat menempatkan Surah Almaidah sebagai bagian dari Alquran yang merupakan kitab suci agama Islam,  bukan pada tempatnya.

“Yang seolah-olah Surah Almaidah Ayat 51 dipergunakan sebagai alat untuk memecah belah rakyat dan sebagai tempat berlindung bagi oknum politik ketika Surah Almaidah Ayat 51 tersebut digunakan oleh para politisi dalam pilkada,” kata Ali.

Nah, Ali menegaskan, dalam kaitan ini Ahok telah menempatkan diri seolah-olah merasa paling benar dengan mengharuskan kandidat kepala daerah menggunakan metode yang sama dengan terdakwa yakni adu program.

Sebaliknya, lanjut Ali, ketika kandidat lain tidak sepaham dengannya termasuk dengan menggunakan Surah Almaidah, dikatakan terdakwa sebagai oknum elit yang pengecut.

Seharusnya, kata Ali, koridor yang dipakai sebagai parameter berkompetisi  dalam pilkada adalah peraturan perundang-undangan  yang beraku.

Artinya, Ali menjelaskan, ketika ada kandidat lain yang menggunakan metode yang tidak sama dengan yang digunakan terdakwa haruslah dikembalikan kepada koridor peraturan perundang-undangan itu.

“Yaitu, sepanjang metode yang dipergunakan tidak melanggar peraturan perundangan maka ia tidak dapat dipersalahkan,” tegas Ali.  

Dia menyatakan, sikap Ahok yang secara tidak langsung merasa paling benar dan paling baik  tersebut semakin  nyata dengan menempatkan dirinya seolah-olah tidak ada orang lain yang lebih baik dari terdakwa.

“Dan  orang itu dianggap  pengecut hanya karena menggunakan Surah Almaidah Ayat 51  sebagai bagian dari Alquran  dalam pesta demokrasi atau pilkada,” papar Ali.

Hal tersebut, kata Ali lagi, semakin tampak  dari pernyataan Ahok pada nota keberatannya di halaman dua hingga tiga.     

Atas pernyataan Ahok itu, Ali menyatakan, jaksa enggan mengomentarinya lebih lanjut.  “Kami tidak mengomentari lebih jauh pernyataan-pernyataan terdakwa tersebut tapi sebaiknya marilah kita semua untuk terus berbuat yang terbaik bagi bangsa dan  negara tanpa harus menilai yang lain telah berbuat baik atau tidak,” kata Ali. (boy/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Periksa Tersangka Penerima Suap dari Rajesh


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler