Jual Sebagian Harta dan Rental Kostum Adat Demi Dirikan Sanggar Budaya

Kamis, 16 Juni 2016 – 04:05 WIB
‎Konradus Jaledu, Pejuang Budaya Adat NTT. Foto: Amjad/jpnn

jpnn.com - Peserta seremonial penutupan Tour de Flores, Selasa (25/5) lalu, terbius dengan sajian penampilan tarian dan musik khas Nusa Tenggara Timur. Seorang budayawan setempat, menjadi inisiator kemegahan acara penutupan even yang diikuti oleh 21 Negara tersebut.

Muhammad Amjad, Manggarai Barat

BACA JUGA: Gara-gara Kisruh, PPP Daerah Ini Baru Buka Penjaringan Cawabup

Suara lantunan alat musik khas Manggarai, Gambus, kencang terdengar melalui ‎pengeras suara di lapangan depan kantor Bupati Manggarai Barat. Sesaat kemudian, Seorang lelaki dengan topi ‎janur khas Nusa Tenggara Timur (NTT) terlihat mantap menyajikan tari-tarian adat. 

Sembari menenteng alat musik, dia mampu membius‎ ribuan warga dan peserta Tour de Flores yang mengikuti penutupan. Lelaki itu adalah seorang budayawan terkenal, yang selalu menjadi andalan saat acara resmi pemerintah setempat.

BACA JUGA: 15 Ton Solar Ilegal Hasil Kencing di OPL Itu Disita

Warga biasa memanggilnya Konrad, nama lengkapnya adalah Koradus Jaledu. Dia menjadi budayawan, karena memang sudah dibentuk dari kecil. 

Orang tuanya, mencetaknya menjadi ahli budaya, sampai akhirnya bisa terlestarikan sampai saat ini.

BACA JUGA: Antisipasi Macet, Kapolda Tinjau Jalur Mudik Riau-Sumbar

"Di sini, tinggal dua orang yang melestarikan budaya adat ini. Salah satunya saya," katanya, saat ditemui usai melaksanakan tugasnya.

Lelaki 49 tahun tersebut mengakui, kesadaran untuk melestarikan budaya di wilayah Manggarai Barat memang tak tinggi. Karena itulah, banyak anak muda yang tak tahu budaya daerahnya, dan enggan menjaganya.

Karena itu, lelaki asal Wairebo itu pun berusaha keras, merogoh koceknya sendiri untuk membangun sanggar kebudayaan NTT secara mandiri. Sanggar yang diberinya nama Molas Naga Komodo.

"Saya jual sebagian harta, kemudian mengumpulkan uang dari hasil tampil saat diundang untuk isi acara, butuh Rp 150 juta membuka sanggar itu, ‎" ungkapnya.

Kini, untuk melestarikan sanggar yang biaya pendidikannya tak mahal tersebut, dia menyewakan pakaian-pakaian adat dan mengandalkan pemasukan dari restoran yang dimilikinya.


Dari awalnya banyak yang mencibir, kini murid-murid sanggar lelaki ‎49 tahun tersebut sudah memiliki 178 siswa. Mereka berasal dari berbagai usia sekolah, ada SD, SMP, SMA.

"Ya usaha saya tak sia-sia. Menampilkan budaya kita, bisa menjadi nilai positif, karena sekarang Labuan Bajo dan NTT umumnya sudah menjadi tujuan wisata. Harus dilestarikan," paparnya.

Konrad menyebut, dirinya awalnya tak suka dengan budaya daerah seperti anak-anak seusianya. Tapi saat masih kelas 2 SD, dia dipaksa orang tua untuk menjadi seniman, belajar tentang budaya daerah.

"Saya bisa dipukul dulu kalau nonton dansa. Saya diminta belajar budaya kita, kalau tidak mau bukan cuma dipukul, saya juga diancam tidak dapat warisan," tuturnya.

Karena itulah dia tekun. Saat ini, dia sadar, bahwa warisan yang ditinggalkan untuknya bukan sekadar harta, tapi juga kekayaan daerahnya. (dkk/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Petinggi Golkar yang Digerebek Bersama Istri Orang Itu Didesak Dinontaktifkan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler