Jubir DKPP: Jangan Terpaku Pembinaan Kuratif

Minggu, 22 September 2013 – 18:21 WIB
Nur Hidayat Sardini. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - JAKARTA - Sejak dibentuk hingga satu setengah tahun menjalankan tugasnya, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah memroses pengaduan sebanyak 510 perkara dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.

Juru Bicara DKPP Nur Hidayat Sardini menjelaskan, dari angka sebesar itu direhabilitasi 315 orang, yang dikenakan sanksi teguran tertulis 101 orang, pemberhentian sementara 13 orang, dan pemberhentian tetap 98 orang.

BACA JUGA: DKPP Perkenalkan Perbedaan Barang Bukti dan Alat Bukti

"Dengan banyaknya anggota penyelenggara Pemilu yang dikenakan sanksi, sudah semestinya apabila pimpinan penyelenggara Pemilu mengintensifkan pembinaan kepada jajaran KPU dan Panwaslu di daerah," ujar Nur Hidayat, yang juga anggota DKPP, di Jakarta, Minggu (22/9).

Dia menyarankan, pembinaan yang dilakukan KPU dan Bawaslu semestinya diubah. Jangan terpaku pada hanya pembinaan yang bersifat kuratif. Tapi sudah saatnya diubah dengan  pendekatan-pendekatan bersifat prefentif dan bila perlu preemptif.

BACA JUGA: DKPP Jelaskan Tata Cara Penerimaan Pengaduan ke Peserta Bimtek

Maksudnya, jajaran penyelenggara  Pemilu di atasnya baru mau turun tangan ke bawah ketika ada masalah. Kalau masalah sudah mengemuka, maka tidak akan efektif.

"Perkara-perkara yang disidangkan di DKPP banyak mengungkap fakta bahwa, penyelenggara Pemilu di tingkat kabupaten/kota baru didampingi, disupervisi, dan diinspeksi ketika sedang menghadapi persoalan di DKPP, misalnya," terang dosen FISIP Universitas Diponegoro itu.

BACA JUGA: Nur Hidayat Sardini: Para Pihak yang Harus Membuktikan

Dalam pendekatan preemptif, Sardini mengharapkan agar jajaran KPU dan  Bawaslu semestinya menjangkau kapasitas dan integritas per individu anggota penyelenggara Pemilu.

"Metode  peningkatan kapasitas dapat diubah, tidak seperti sekarang ini, sementara peningkatan integritas dilakukan dengan cara memonitoring dan mengevaluasi kepada setiap individu," ujar mantan Ketua Bawaslu, yang dekat dengan kalangan jurnalis itu.

Dengan pembinaan preemptif, lanjut dia, seorang penyelenggara Pemilu ditingkatkan keterampilan dan penguasaan teknik-teknik Pemilu dan pengawasan Pemilu, dipantau dan  dievaluasi kinerja per individu dalam kala tertentu, hingga pengawasan inspektorasi berbasis pada kapasitas dan integritasnya.

Pembinaan tak semestinya berhenti ketika mereka dilantik lalu memberikan Bimtek semata. Dalam jangka beberapa minggu dan bulan semestinya mereka dicek terhadap  kinerja yang dilakukannya  dengan basis orang-seorang.

"Dengan cara demikian diharapkan terjaganya penyelenggara Pemilu yang memiliki kepemelukan teguh terhadap trilogy penegakan kode etik yakni  kemandirian, integritas, dan kredibilitasnya, sebagaimana maksud undang-undang penyelenggara Pemilu," urainya.

Bimtek yang digelar DKPP di Lombok kali ini merupakan kali ketiga dari rangkaian Bimtek beberapa putaran yang digelar DKPP se-Indonesia. Kegiatan ini  diikuti oleh Ketua/anggota KPU provinsi, Bawaslu provinsi, dan jajaran sekretariat penyelenggara Pemilu se-Bali, Nusa Tenggara, Maluku, dan Maluku Utara, serta Papua dan Papua Barat. Acara dimulai sejak Jumat (20/9) hingga Ahad (22/9) ini. (sam/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sekretariat Masih Gabung Bawaslu, Tegaskan DKPP Tetap Independen


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler