jpnn.com - JAKARTA - Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) diminta mengakomodasi kepentingan para bekas karyawan dan manajemen BRI dalam menangani sengketa perburuhan. Kementerian yang dipimpin Muhaimin Iskandar itu juga dituntut segera merumuskan petunjuk pelaksanaan (Juklak) sesuai dengan poin kesepakatan untuk menyelesaikan pembayaran pesangon.
Pernyataan ini disampaikan Pengamat Perburuhan Universitas Airlangga, Hadi Subhan menyikapi permintaan pensiunan BRI yang kini sudah ditangani Kemenakertrans. Kata dia, juklak yang nantinya diterbitkan sebagai pedoman teknis jangan sampai malah membingungkan para pensiunan maupun manajemen BRI dalam implementasinya.
BACA JUGA: Garuda Indonesia dan Standard Chartered Jalin Kerjasama
"Juklak kalau memang diperlukan mestinya berisi penjabaran teknis yang lugas, jelas dan integratif dengan poin-poin kesepakatan itu. Tentu tidak boleh membingungkan isinya. Kemenakertrans tidak boleh menerbitkan juklak yang justru jadi masalah baru yang menciderai hasil kesepakatan kedua belah pihak," kata Hadi dalam keterangan persnya di Jakarta, Rabu (23/10).
Menurutnya, Juklak yang segera diterbitkan Kemenakertrans itu nantinya bakal menjadi dokumen bagi penyelesaian kasus serupa yang timbul di kemudian hari. Makanya, Juklak tersebut harus memperkuat butir-butir kesepakatan yang sebelumnya sudah dipahami para pihak.
BACA JUGA: Ini Alasan Dahlan Semangat Bangun Tol Jakarta-Surabaya
"Apapun penyelesaian konflik ketenagakerjaan itu acuannya pada UU Nomor 13 tahun 2003. Jika dibutuhkan Juklak ketika sudah ada kesepakatan, maka Juklak tersebut posisinya adalah memperkuat butir-butir kesepakatan, bukan memperlemah apalagi mengaburkan," jelasnya.
Ditambahkannya, fase yang cukup krusial adalah usai diterbitkannya Juklak. Sebab, kedua belah pihak tidak bisa lagi berdalih untuk mencari celah nota kesepakatan tersebut dibatalkan pelaksanaannya, hanya karena alasan ketidakpuasan.
BACA JUGA: Dahlan Terima Alasan Pertamina Stop Avtur ke Merpati
"Maka dari itu, hindari formulasi Juklak yang justru menimbulkan konflik baru. Sebab, fase kritis yang patut diwaspadai justru ketika juklak ini sudah diterbitkan, karena mau tidak mau harus dilaksanakan. Artinya juklak itu isinya harus detail dan tidak multitafsir," pungkasnya.
Direktur PPPHI Kemenakertrans, Sahat Sinurat mengaku pihaknya masih terus memantau perkembangan pengajuan juklak terkait penyelesaian sengketa antara para pensiunan dan manajemen BRI.
Ia berpendapat, juklak yang akan diterbitkan itu diupayakan bisa mengakomodasi kepentingan para pihak yang tertuang dalam butir-butir kesepakatan yang secara integrative telah dipahami bersama.
"Saya terus memantau bagaimana proses pengajuan permohonan Juklak yang diajukan mereka. Kalau sudah ada pengajuan sejak lama tentu sekarang dalam proses. Bisa jadi dalam waktu dekat sudah bisa menjadi pedoman teknis para pihak, terutama manajemen BRI untuk merealisasikannya. Kemenakertrans tetap mengacu pada nota kesepakatan itu dalam merumuskan juklak-nya," katanya.
Diungkapkan Sahat, sambil menunggu terbitnya juklak, kedua pihak disarankan untuk saling mensosialisasikan ke daerah-daerah isi butir-butir kesepakatan itu. Terlebih pihaknya juga telah mendorong dinas tenaga kerja di daerah agar mengkomunikasikan kesepakatan para pensiunan dan manajemen BRI.
"Disnaker di daerah terus kami dorong untuk mensosialisasikan isi kesepakatan agar juklak yang diterbitkan dalam realisasinya tidak membingungkan semua pihak. Sebab juklak yang tengah dirumuskan itu juga melibatkan peran disnaker di daerah untuk mensosialisasikannya," tandasnya.(awa/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 25 Oktober, Inalum Dikelola Indonesia
Redaktur : Tim Redaksi