Juliana Beberkan Bukti Dugaan Malapraktik

RS Omni: Sudah Sesuai Prosedur

Selasa, 16 Juni 2009 – 11:19 WIB
KORBAN MALPRAKTIK- Foto bayi kembar Jayred dan Jayden korban malpraktek RS OMNI di tangan Juliana Dharmadi saat seusai pemeriksaan dirinya di POLDA, Jakarta, Senin(15/6). Foto: Muhamad Ali/Jawa Pos
JAKARTA- Laporan Juliana Dharmadi dan Kiki Kurniadi ke Polda terkait dugaan malapraktik RS Omni International terhadap anak kembarnya langsung ditindaklanjutiSenin (15/6), polisi memeriksa orangtua Jared Christopel dan Jayden Christopel sebagai saksi pelapor di markas Polda Metro Jaya (PMJ)

BACA JUGA: Express Air Masih Laik Terbang?

Dalam pemeriksaan perdana ini, Juliana dan Kiki membawa bukti-bukti berupa foto dan dokumen tentang catatan medis anak kembarnya saat ditangani RS Omni


"Kami melaporkan dokter dan pihak rumah sakit," kata Juliana kepada wartawan sebelum diperiksa di Direktorat Reskrimum PMJ

BACA JUGA: KNKT Masih Selidiki Express Air



Kasat Renakta PMJ AKBP Agustinus Pangaribuan yang menangani kasus tersebut saat dihubungi INDOPOS (JPNN Grup) mengatakan, saksi pelapor diperiksa di Unit 1 Satuan Renakta
"Masih dalam tahap pengumpulan keterangan saksi-saksi maupun pengumpulan barang bukti," kata dia.

Seperti diberitakan, Juliana melahirkan Jayden dan Jared di RS Omni

BACA JUGA: Pemerintah Terus Bagi-bagi Tanah

Karena lahir prematur, dokter yang menangani memutuskan agar bayi kembar ini dimasukkan ke inkubatorNamun beberapa minggu kemudian, kedua anaknya mengalami gangguan di bagian matanyaMenurut Juliana, ketika itu tidak ada dokter spesialis yang menangani kedua bayinya hingga mengalami kebutaan

Tak terima kedua buah hatinya menjadi cacat, pada 10 Juni lalu Kiki melaporkan RS Omni dan dr Ferdy Limawal yang menangani anaknya ke PMJKeduanya dituding melanggar pasal 360 KUHP tentang kelalaian yang mengakibatkan seseorang mengalami luka berat atau cacat.

Sementara itu, Direktur RS Omni, dr Bina Ratna, ketika dikonfirmasi mengenai dugaan malapraktik tersebut mengatakan, pihaknya telah melakukan prosedur medis yang tetap"Tak ada dugaan malapraktik terhadap bayi kembar JulianaApalagi tindakan yang menimbulkan kerusakan mata," kata Bina usai jumpa pers di RS Omni, Senin (15/6)

Sejak awal, lanjut dia, pihaknya telah mengatakan, bayi prematur itu mengalami gangguan fungsi otak, kelainan pada jantung, ketidakoptimalan fungsi paru hingga gangguan indera manusia"Namanya bayi prematur, saat lahir perkembangannya tidak sempurnaItu tak bisa dihindari," jelas Bina Ratna.

Ketidaksempurnaan itu, menurut dia, bukan berarti tindakan dokter gagalTapi, lebih kepada kondisi faktual yang harus dihadapi orang tua saat melahirkan bayi prematurApalagi bayinya kembar, sehingga proses perkembangannya kian tak optimal.

Tidak berfungsinya indera penglihatan pada salah satu bayi kembar Juliana itu, lanjut Bina, juga sudah dijelaskan dari tim medisBahkan sudah dicek berkali-kali"Nggak benar kalau komposisi oksigen dalam inkubator itu yang membuat mata bayi rusak," tuturnya

Sementara itu, kuasa hukum RS Omni International, Ronal Simanjuntak, mengatakan, RS Omni akan maju terus terhadap gugatan Juliana maupun gugatan balik Prita Mulyasari, terdakwa pencemaran nama baik atas RS Omni"Kita lihat sampai ada putusan akhir dari pengadilanApa pun putusannya, pengelola rumah sakit bakal mematuhi," tegas dia
Tolak Gugatan RS Omni Pulomas

Perselisihan antara RS Omni International, Tangerang, dengan pasien tidak hanya terjadi pada kasus Prita MulyasariDi Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, RS Omni Medical Center, yang satu grup dan satu pemilik dengan RS Omni International, menggugat perdata keluarga pasien, almarhum Abdullah AnggawieTapi, gugatan itu ditolak majelis hakim kemarin (15/6)

”Majelis menolak gugatan tersebut untuk seluruhnya,” kata Ketua Majelis Hakim Reno Listowo ketika membacakan putusan Senin (15/6)

Majelis menyebut gugatan RS Omni tidak beralasan menurut hukumPernyataan keluarga pasien yang bersedia membayar jika ada keterangan medis dari RS Omni dinilai wajar oleh majelis”Keluarga (pasien, Red) punya hak untuk mengetahuinya,” tutur Reno.

Seperti diketahui, RS Omni Medical Center, Pulomas, Jakarta Timur, menggugat perdata keluarga Abdullah yang pernah menjadi pasien di sana karena menolak membayar biaya rumah sakit sebesar Rp 427,2 jutaSelain itu, RS Omni menuntut pembayaran bunga sebesar 6 persen per tahun dari total tagihan senilai Rp552,2 juta

Keluarga menolak membayar dengan alasan tidak mendapatkan keterangan medis dari RS Omni maupun perawatan untuk almarhumMereka juga menilai jumlah tagihan itu tidak wajarMisalnya, tagihan cuci darah dibebankan selama satu bulan secara terus-menerusSelain itu, tagihan tabung oksigen dikenakan setiap hariSedangkan tagihan resep dokter setiap hari selalu berubah.

Dalam pertimbangan putusan, majelis sepakat dengan keluarga pasien sebagai tergugatMajelis menyatakan, RS Omni seharusnya tidak menutup-nutupi dan memberikan informasi sesuai dengan kewajiban
”Seharusnya, RS Omni bijak dengan memberikan informasi yang benar,” papar hakim.

Majelis hakim juga menilai RS Omni lalaiSebab, RS Omni sebagai penggugat dan keluarga selaku tergugat pernah bertemu pada 25 Februari 2008Dalam pertemuan itu, RS Omni setuju untuk memberikan resume medis dan penanganan kepada pasien hingga meninggal

Selain itu, RS Omni mengklarifikasi besarnya jumlah tagihanKeterangan tersebut akan disampaikan dua hingga tiga hari setelah pertemuanNamun, hal tersebut tidak dipenuhi RS Omni”Faktanya, RS Omni tidak memberikan klarifikasi dan penjelasan yang telah disepakati,” tutur hakim.

Dalam putusan itu, majelis hakim tidak hanya menolak gugatan RS OmniMajelis juga menolak gugatan balik atau rekonvensi keluarga sebesar Rp 5 miliarSelain itu, majelis menolak gugatan bahwa RS Omni telah melakukan malapraktikSebab, hal tersebut belum pernah disidangkan secara pidana.

Kuasa hukum keluarga Abdullah, Agus Wijaya, menyambut positif putusan itu”Putusan tersebut telah memenuhi rasa keadilan,” ucapnya setelah sidang.

Abdullah dirawat di RS Omni Medical Center sejak 3 Mei hingga meninggal pada 5 Agustus 2007Lalu, RS Omni menggugat keluarga almarhum karena menolak membayar biaya perawatan yang mencapai Rp 552,2 jutaDari jumlah itu, keluarga membayar Rp 125 juta dengan deposito(rko/din/ica)

BACA ARTIKEL LAINNYA... BPN Kesulitan Perpanjang HGB di Batam


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler