Jully Tjindrawan, Ibu Tiga Anak Pendiri Rumah Robot Pertama di Asia Tenggara

Awalnya Tak Paham Robot, Ide Muncul dari Salah Pesan Barang

Rabu, 26 Januari 2011 – 08:31 WIB
Jully Tjindrawan bersama koleksi robotnya di World Robotic Explorer, Thamrin City, Jakarta. FOTO : PRIYO HANDOKO/JAWA POS

Sebagai pengusaha tekstil, Jully Tjindrawan boleh dibilang sudah suksesTapi, dia belum puas

BACA JUGA: Repotnya Mengikuti Forum Kelas Dunia di Kota Kecil Davos

Dia pun mendirikan World Robotic Explorer (WRE) yang kemudian disebut sebagai rumah robot pertama di Asia Tenggara
Uang Rp 20 miliar pun digelontorkan

BACA JUGA: Aktivitas Fariz R.M yang Makin Giat Kampanyekan Kerukunan Beragama

Apa yang memotivasi Jully?
 -----------------------------------
 PRIYO HANDOKO, Jakarta
 ----------------------------------
Tak sulit mencari lokasi World Robotic Explorer (WRE) di lantai 2 Thamrin City, Jakarta Pusat
Rumah robot itu memang gampang dikenali

BACA JUGA: Mengintip Sidang Adat Dayak terhadap Prof Thamrin

Dari luar saja, tampilan futuristisnya sudah sangat kentalGerbang masuk dibuat ala pintu pesawat induk luar angkasa di film Star Trek.Gaya yang sama digunakan pada pintu akses ke semua ruangan berikut lorong-lorongnyaTak ketinggalan, sejumlah sisi dinding dilapisi wallpaper bergambar robot-robot petarung masa depan yang sangat cerdas.

Di bagian depan di dekat meja resepsionis, dipajang satu robot ala gundam berwarna merah menyalaRobot setinggi 1,9 meter itu disapa FlashboardSaat peresmian WRE pada 11 Desember 2010, Flashboard sudah disiapkan untuk beraksi.

Sayangnya, terjadi kesalahan teknisKarena daya servo yang kurang besar, Flashboard gagal melakukan gerakan berjalanFungsi servo pada robot itu mirip dengan persendian pada manusiaMeski saat uji coba semua tampak sempurna, tampaknya, setelah memakai "baju merahnya", Flashboard menjadi lebih berat"Padahal, kalau berhasil, ini akan menjadi robot kedua di dunia dengan tinggi lebih dari 1,4 meter yang bisa berjalan," kata Jully Tjindrawan, pendiri WRE, kepada Jawa Pos pada Rabu pekan lalu (19/1) lantas tersenyum kecut.

WRE yang kemudian dipopulerkan dengan sebutan rumah robot itu menempati area seluas 2.400 meter persegiSesuai namanya, di sana terdapat galeri robotPengunjung bisa melihat dari dekat beragam koleksi robot duniaAda yang diimpor dari Korea, Jepang, Prancis, serta TaiwanBentuk dan kemampuannya bermacam-macamMulai kalajengking yang ekornya bisa "mematuk", kadal yang mampu bergerak cepat, anjing peliharaan yang bisa marah kalau tidak diperhatikan, sampai sepasukan robot yang pintar menariHarganya Rp 12 juta sampai Rp 20 juta per unit.

Salah satu robot kebanggaan Jully adalah robot NAO yang dikembangkan Aldebaran Robotics, PrancisMenurut dia, itu merupakan robot kelas humanoid yang menjadi platform duniaTak mudah mendapatkan robot putih setinggi 58 sentimeter yang harganya lebih dari Rp 40 juta tersebut.

Dalam waktu dekat, tim Aldebaran Robotics membedah NAO dan mengungkap semua teknologinya di hadapan para dosen robotika di Indonesia"Kalau pelatihan yang saya gelar hanya untuk SD, SMP, dan SMA, Indonesia akan terus tertinggalJadi, pendekatan ke kalangan dosen juga sangat penting," tegasnya.Orang yang tidak mengenal Jully mungkin akan mengira ibu tiga anak kelahiran Jakarta, 10 September 1971, tersebut adalah seorang pakar robotikaPadahal, itu sepenuhnya salahAwalnya, dia justru sama sekali tidak paham dengan dunia robotika.

Semua berawal pada 2005Saat itu, Jully yang tengah mengembangkan usaha kursus bahasa Inggris bernama Ultimate Explorer merasa gelisahDia merasa pengembangan science di Indonesia sangat minimMuncul keinginan dalam diri Jully agar anak-anak juga bisa berkenalan dengan dunia science, terutama yang bersifat eksperimen praktis.

Karena itu, awal 2005, dia mengorder sejumlah item barang dari Jerman yang dikira model konstruksi biasa untuk dirakit"Ternyata, saya salah pesanYang datang satu kontainer barang-barang robotika," ungkapnyaBentuknya sepintas mirip legoTapi, lebih rumit dengan jaringan elektronik di dalamnya, lengkap dengan keping-keping VCD sebagai program installerTernyata, itu adalah instrumen kerangka robot yang paling mendasar.

"Belakangan saya tahu, istilahnya figure atau model konstruksi mekanikSangat banyak barang yang saya pesan itu sampai saya ditunjuk menjadi distributor," ujarnya lantas tersenyum.

Merasa buta dengan dunia robotika, Jully sempat enggan untuk meneruskanLatar belakang pendidikan Jully memang sama sekali tidak bersentuhan dengan dunia robotikaDia meraih gelar S-1 finance dari Fresno State, AS, dan S-2 finance marketing dari National University, San Diego, ASTapi, salah seorang stafnya menyarankan agar Jully jalan terusApalagi, peminat robot di tanah air sebenarnya lumayan banyak"Dari situ, saya mulai mempelajari apa robot ituTernyata sudah mendunia banget," tuturnya.

Akhirnya, Juli 2005, dengan membeli dua ruko di Muara Karang, Jakarta Utara, Jully mendirikan Robotic ExplorerTak terlalu lama, dia sukses menjalin kerja sama dengan belasan sekolah di Jakarta yang mengakomodasi muridnya mempelajari dunia robotika melalui program ekstrakurikuler"Saya membuka pembelajaran TK dan SD dengan hanya bermodal dua staf lulusan STM," ujarnya.

Jully memulai bisnis robot dari segmen anak-anakSebab, perangkat model konstruksi yang tanpa sengaja dia borong memang merupakan media pengenalan awal mengenai robot kepada anak-anakMelalui model konstruksi tersebut, anak-anak belajar berimajinasi untuk membangun sosok robot impiannya.

Dalam perjalanannya, tampaknya, Jully masih juga sempat kehilangan arahDari hari ke hari, dia justru merasa semakin mengalami banyak kemunduranBukan dari segi penghasilan, tapi kepuasan batinBerbeda jauh bila dibanding bisnis tekstil yang telah dia geluti belasan tahun.

"Bisnis itu biasanya, ketika semakin maju dan lama berkecimpung, kita semakin pintarSeperti saya di usaha tekstil dan benang tenunTapi, di robotika ini, saya merasa semakin mundurBackground saya tidak di situ," tuturnyaTapi, support dari banyak pihak membuat Jully terus bertahan.

Menyelami dunia robotika selama lima tahun membuat dirinya sering mondar-mandir menyaksikan kontes robot cerdas di IndonesiaDia prihatin atas banyaknya klub robotika yang tidak diperhatikanKarena itu, dia bercita-cita mendirikan semacam "basecamp" bagi para pencinta robotDari sana, muncul mimpi besar untuk mendirikan WRE yang juga dipopulerkan dengan sebutan rumah robot.

"Ada atau tidak ada saya, tempat ini harus tetap berdiri, semakin maju, dan digemari," tegas Jully yang mengaku telah menghabiskan Rp 20 miliar untuk menjalankan WRE tersebut.

Untuk mendirikan rumah robot, dia menjalin kerja sama dengan Axioo komputer yang men-support seluruh kebutuhan komputerTermasuk Podomoro Group, pengembang Thamrin CitySejak diresmikan Menristek Suharna Surapranata pada 11 Desember 2010, respons positif terus berdatangan, bahkan dari kalangan pencinta robot di luar negeriApalagi rumah robot Jully memang merupakan yang pertama di Asia Tenggara.

"Singapura, Filipina, dan Australia sudah datang dan menengokBaru-baru ini ada telepon dari kantor berita Amerika Serikat yang mau menengok juga," ujar istri Welry Lesmana tersebut.

Jully prihatin atas minimnya apresiasi terhadap perkembangan dunia robotika di IndonesiaPadahal, kontes robot diselenggarakan Depdiknas (sekarang Kemendiknas) sejak 1990Bahkan, pada 2001, salah satu wakil Indonesia, yakni tim B-Cak dari ITS, berhasil menjadi juara pertama dalam Asia Pasific Broadcasting (ABU) Robocon di Tokyo, JepangJully berharap WRE tumbuh sebagai tempat penelitian, pengembangan, pembelajaran, serta pusat pameran robot

Untuk saat ini, dia mematok Rp 150 ribu bagi setiap pengunjung yang ingin masuk ke rumah robot miliknyaDalam kunjungan sehari itu, para pengunjung akan disuguhi atraksi sejumlah robot dan belajar mengenali prinsip dasar cara kerja robot.

Sejak bulan lalu, rumah robot juga memberlakukan sistem membershipDalam waktu singkat, sudah lebih dari 20 anak mendaftarDengan menjadi membership, setiap anak bebas datang ke rumah robot setiap hariMau tahu tarifnya" Biaya keanggotaan selama tiga bulan dipatok Rp 2 juta, enam bulan (Rp 2,5 juta), dan setahun (Rp 5 juta)"Saya senang melihat anak-anak ituKadang habis pulang sekolah datang ke sini dan ikut pelatihan," kata Jully.

Di rumah robot juga tersedia movie theater lengkap dengan sebuah layar lebar serta puluhan kursiPengunjung bisa menonton film animasi berlatar belakang robotDi sana, Jully membuka kesempatan seluas-luasnya bagi karya-karya anak bangsa.

"Bila punya animasi film 20?24 menit, kasih ke sayaFilm apa pun yang saya rasa bagus, saya tayangkanNama pembuatnya pasti saya tampilkan, jangan khawatirBila suatu saat ada produser yang berminat, itu rezeki dari Yang Di Atas," katanya.

WRE, imbuh Jully, sudah melahirkan lima karakter robot dalam film animasiFlashboard adalah salah satu di antara lima karakter animasi yang sudah memiliki wujud robot secara nyataTapi, dia tidak mau terburu-buru menawarkannya ke pihak televisi"Pelan-pelan saja," ujarnya.

Saat ini, WRE yang memiliki 40 pengajar robotika itu sudah menjalin kerja sama dengan 60 sekolah di Jakarta, mulai SD sampai SMAPermintaan juga terus berdatangan dari luar kota dan luar Jawa"Saya berharap nanti rumah robot ini ada di setiap pelosokTidak perlu seluas iniYang penting ilmu di dalamnya," tegasnya.

Sebagai bentuk komitmen, Jully juga mendukung penuh deklarasi Asosiasi Robotika Indonesia pada 29 Januari mendatangPakar robotika dan presiden Kontes Robot Indonesia sejak 2004, Dr Ir Wahidin Wahab MSc, akan didapuk menjadi ketua umum asosiasi tersebut(c5/kum)

BACA ARTIKEL LAINNYA... SD Tribuana, Sekolah Miskin Dekat Kantor Dinas Pendidikan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler