SD Tribuana, Sekolah Miskin Dekat Kantor Dinas Pendidikan

Satu Bangku Diduduki Lima Siswa

Sabtu, 22 Januari 2011 – 16:16 WIB

Di tengah gedung-gedung pemerintahan di Sekupang, SD Tribuana terselip  dan terlupakanHanya memiliki satu lokal, digunakan siswa enam kelas.  Atapnya bocor, memperihatinkan.

============

DARI kejauhan gedung itu mirip gudang bekas pabrik yang tak dipakai lagi.  Bahkan tak jarang gedung tua tersebut dikira sarang burung walet oleh  warga

BACA JUGA: Perjuangan Dian Syarief Mengedukasi Masyarakat tentang Penyakit Lupus

Catnya kusam, temboknya rontok di sana-sini.

Di halaman gedung hanya terdapat lapangan voli yang lantainya sudah  pecah semua dan tiang bendera merah putih lusuh
Gedung ini milik Badan  Pengusahaan (BP) Kawasan yang dulu dipakai untuk workshop

BACA JUGA: Ketika Rano Karno Benar-benar Jadi Anak Kuliahan

Pintunya  hanya dipasangi seng yang sudah berkarat.

Jika hujan deras turun, kondisi dalam bangunan seperti tampungan air
Sebab 60 persen atap yang terbuat dari asbes sudah pada hilang dan pecah.

Inilah Sekolah Dasar (SD) Tribuana Batam, sekolah swasta di bawah  naungan Yayasan Reuni Batam-Kepri

BACA JUGA: Kaget, Film Golok Setan Di-Dubbing di Australia Jadi Devils Sword

Gedung tersebut telah dimanfaatkan  sebagai ruang sekolah sejak 2004 silamJatuh bangun sudah tak terhitung lagi dirasakan oleh yayasan ini mempertahankan sekolah agar tetap berdiriDemi membagi ilmu dan pengetahuan yang dimiliki para guru kepada anak-anak miskin yang membutuhkan.

SD Tribuana pernah menempati ruang yang disewa dari Shangrilla HotelKarena tidak sanggup lagi membayar maka pihak yayasan harus pindah ke  tempat lain“Kalau hujan turun, kami pindah cari tempat yang tidak kena  hujan,” ujar Rianto, murid yang duduk di kelas V.

SD Tribuana memiliki 56 murid dari kelas 1 hingga kelas 6Pengajarnya  ada 6 orangMasing-masing menangani satu kelasSelain untuk SD, ruang  kelas tersebut juga digunakan untuk taman kanak-kanak (TK) dengan 10  murid.

Bangku yang tersedia untuk belajar siswa semuanya hanya ada 30 saja.  Satu bangku yang wajarnya diisi dua siswa, di SD Tribuana ini, lima siswa  harus rela berbagi satu bangku.

Sedangkan fasilitas mengajar guru hanya ada dua papan tulis yang sudah  lusuh dengan penyangga yang sudah pada lapuk.

Ruangan dengan lebar 5 meter dan panjang mencapai 10 meter tersebut di  dalamnya juga dijadikan perpustakaan darurat tanpa ada penyekat  sedikitpun yang memisahkan dengan ruang belajar.

Saat Batam Pos memasuki gedung SD Tribuana, udara panas langsung  terasa menyengat seluruh tubuhBelum lagi debu yang memenuhi ruangan  terasa pengap kalau dihirup dan pedih di mata.

”Sebenarnya udara di dalam terasa pengap sekali dan berbahaya kalau  keseringan kita hirupNamun gimana lagi kami harus berbuat, demi  pengabdian semua jadi seperti biasa,” ujar Rahma, salah satu guru, yang  bersiap mengajar sambil membawa tongkat ketukan dengan panjang 70  cm.
Terdengar suara keras dan serempak berdiri dari siswa SD dengan  mengucapkan salam “Selamat pagi, Bu”.

Para siswa seolah tak menghiraukan kondisi memprihatinkan gedung  sekolah merekaMereka tetap bersemangat mengikuti pelajaran yang  disampaikan guruMeskipun gedung dalam keadaan darurat, suara siswa  mengikuti pelajaran, masih terdengar menggema.

Sesekali terdengar bunyi ketukan dari tongkat yang dipukulkan seorang  guru ke papan tulis ukuran satu meter kali satu meter tersebut.

Untuk menunjang operasional kegiatan belajar mengajar, SD Tribuna  dipungut SPP sebesar Rp80 ribuSPP tersebut dipungut karena memang  tidak ada bantuan apapun dari Pemerintah Kota Batam.

“Saya pernah bertanya langsung ke Dinas PendidikanNamun Disdik  mengatakan, untuk mendapatkan dana bantuan operasional dari anggaran  pendidikan dan dana BOS tiap sekolah harus memiliki izin operasional,”  ujar Kepala Sekolah SD Tribuana Musa KasimS.Pdi kepada Batam Pos.

Ia menambahkan, untuk mendapatkan izin operasional perlu adanya izin  peminjaman lahan atau gedung dari Otorita Batam, sebagai syarat utama  yang harus terpenuhi.

“Di sinilah pokok persoalannyaSebab, surat yang dikirim oleh SD Tribuana  tertanggal 03/11/2010 hingga kini belum mendapatkan jawaban dari OB.  Bahkan beberapa kali kita bertanya langsung ke OB, hanya mendapat  jawaban yang terkesan diping pong,” ujar Musa.

Karena proses operasionalnya tak pasti, maka ujian nasional SD Tribuana  digabung dengan SD 05 tibanSebab peserta ujian harus memiliki Nomor  Induk Siswa Nasional (NISN)Sementara yang bisa memiliki NISN adalah  murid yang bersekolah di tempat yang mengantongi izin pendirian dan  operasional jelas.

Kondisi memprihatinkan gedung sekolah Tribuana, hampir sama dengan  nasib kesejahteraan guru-gurunya.

Upah guru yang mengajar di SD Tribuana, tergolong jauh dari UMK Batam.  Setiap guru hanya digaji sebesar Rp500 ribu per bulannyaItupun kadang- kadang tersendatTergantung kelancaran pembayaran SPP murid.

Mereka tak sedikit yang mengajar di tempat lainnya, semata-mata demi  mencukupi kebutuhan hidup“Saya bekerja di tempat lain selesai mengajar  di siniMaklum demi memenuhi kebutuhan hidup yang makin susah  melanjutkan cita-cita saya untuk kuliah lagi,” ujar Vichi, salah satu guru,  sambil tersenyum.

SD Tribuana adalah ironiDi saat yayasan sekolah lain berlomba-lomba  membenahi gedung sekolah dan mutunya menuju standar Internasional,  SD Tribuana harus belajar dengan perasaan was-was.

Para guru takut sewaktu-waktu gedung sekolah tersebut atapnya tak kuat  menahan embusan anginApalagi mereka takut kalau siswanya nanti tak  diakui sewaktu mengikuti ujian nasional.

Harapan mereka agar Pemko Batam maupun BP Kawasan peduli terhadap  generasi muda seperti nasib siswa SD Tribuana.

Apalagi letak SD Tribuana bertetangga dengan Dinas Pendidikan Kota BatamJangan-jangan,  pejabat Dinas Pendidikan tak tahu ada sekolah yang tengah sekarat di  samping kantor merekaAlangkah ironisnya! (Galih/Batam Pos/JPNN)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kisah Bona dan Lagu Andai Aku Gayus Tambunan yang Makin Terkenal


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler