Survei terbaru dilakukan oleh badan kesehatan dunia, WHO di 12 negara. Hasilnya menunjukkan banyak orang salah paham dalam mengkonsumsi antibiotik, dan berakibat pada penyalahgunaan.
Bukan waktunya untuk bermain-main dengan konsumsi antibiotik. Kini dunia sedang mengalami masalah kesehatan yang cukup serius, yakni keberadaan bakteri yang tidak lagi mempan terhadap antibiotik.
BACA JUGA: Ayunan CSIRO di Fed Square Menunjukkan Susahnya Membuat Energi
"Munculnya resistensi antibiotik adalah krisis global," kata Margaret Chan, direktur global dari WHO. "Ancaman ini mudah untuk diggambarkan: resistensi terhadap jenis Antimicrobiol telah meningkat di setiap kawasan dunia."
Penyakit yang disebabkan bakteri menjadi semakin kebal terhadap antibiotik yang umum digunakan, sehingga menjadi resisten terhadap pengobatan.
Penelitian terbaru WHO telah dilakukan di negara-negara berkembang, termasuk Nigeria, Vietnam, dan India.
Enam puluh empat persen responden yang terlibat mengaku telah beranggapan salah jika antibiotik dapat mengobati virus flu. Sementarahampir sepertiganya mengaku menghentikan konsumsi biotik saat sudah merasa membaik kondisinya dan tidak menghabiskan antibiotik sesuai anjuran.
BACA JUGA: Terorisme Meningkat Secara Global, Tapi Kebanyakan Justru di Negara Muslim
Keiji Fukuda, wakil khusus WHO untuk resistensi antimikroba, mengatakan survei ini telah menunjukkan banyaknya warga yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup soal antibiotik.
"Mengapa menjadi penting, karena sudah dikonsumsi berlebihan dan penyalahgunaan obat-obatan ini ini telah menyebabkan kasus resistensi terhadap antibiotik berkembang secara cepat," ujar Fukuda.
Masalah lainnya adalah kemudahan untuk mendapatkan antibiotik di banyak negara.
Empat puluh empat persen warga Rusia tercatat sudah mendapatkan obat antibiotik dalam satu tahun terakhir, tanpa resep. Sementara 5 persen dari pengguna antibitik di Cina tmendapatkannya dari internet.
Profesor Matt Cooper dari University of Queensland, mengatakan tingkat informasi yang salah tentang antibiotik umumnya lebih tinggi di negara berkembang. Tapi hal ini telah berdampak pula di Australia.
Menurutnya bakteri yang telah resisten antibiotik ini menyebar ke seluruh dunia melalui perjalanan.
BACA JUGA: Ketika Pengusaha Australia Berkunjung ke Kraton Yogyakarta
"[Bakteri] tak punya paspor, jadi kami memiliki masalah di Rusia atau di Timur Tengah dan Asia Tenggara, banyak dari mereka terinfeksi karena perjalanan," katanya.
"Kemudian bakteri menjangkit perut mereka, atau saat orang batuk-batuk, sehingga menjadi masalah global." ujarnya.
Namun, ia mengatakan Australia masih bisa mencegah bakteri ini, salah satunya mengurangi jumlah antibiotik yang mereka konsumsi.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Australia Indikasikan Tak Akan Tambah Pasukan di Timur Tengah