jpnn.com - JAKARTA – Kurangnya jumlah insinyur menghambat upaya Indonesia merangkak naik kelas menjadi negara industri.
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan, kebangkitan ekonomi suatu bangsa ditentukan oleh kemampuan para ahli teknik atau insinyur, baik di bidang teknik umum maupun teknik informatika.
BACA JUGA: Sengit! 20 Organisasi Kepemudaan Rebutan Soegondo Djojopoespito Award
''Sayangnya, kita kekurangan insinyur,'' ujarnya saat membuka Konggresi Persatuan Insinyur Indonesia (PII) di Jakarta kemarin (11/12).
JK menyebut, proporsi jumlah insinyur di Indonesia baru 1 banding 10.000 orang. Angka itu jauh lebih kecil dibanding proporsi Malaysia yang 1 banding 3.000 atau Singapura yang bahkan 1 banding 1.000.
BACA JUGA: Inilah Pesan Menteri Yuddy untuk Praja IPDN
Tak hanya itu, dari jumlah insinyur yang sedikit itu, hanya 45 persen yang bekerja sesuai bidangnya, sedangkan 55 persen lainnya bekerja di bidang lain yang tidak sesuai dengan ilmunya.
''Karena itu, program pemerintah yang kini giat membangun infrastruktur, harus dimanfaatkan insinyur,'' katanya.
BACA JUGA: Oyeee.. Siswa Sekolah Alam Depok Ekspedisi ke Ujung Kulon
Skema Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang akan berlaku mulai akhir Desember 2015 ini juga harus menjadi perhatian. JK mengatakan, dirinya tidak khawatir terhadap kemungkinan bakal masuknya insinyur-insinyur dari negara Asean ke Indonesia.
Sebab menurut dia, lalu lintas profesional akan terjadi dari negara berpenghasilan lebih tinggi. ''Jadi saya malah khawatir nanti insinyur kita yang akan banyak pindah ke Singapura atau Malaysia,'' ucapnya.
Padahal, kata JK, di tengah ketatnya persaingan MEA, Indonesia membutuhkan insinyur-insinyur inovatif untuk meningkatkan daya saing perekonomian Indonesia, terutama agar bisa bersaing dengan Thailand dan Vietnam yang menjadi kompetitor utama Indonesia. ''Intinya, kita harus bisa memproduksi barang dengan efisien,'' ujarnya.
Terkait hal tersebut, Ketua Umum PII Bobby Gafur Umar mengatakan, dalam pelaksanaan MEA, pemerintah maupun pelaku usaha swasta harus fokus pada tiga sektor, yakni konstruksi, infrastruktur dan manufaktur. ''Agar kompetitif, regulasi di sektor-sektor itu harus mendukung,'' katanya.
Salah satunya, kata Bobby, agar pemerintah memprioritaskan investor atau pelaku usaha lokal untuk menggarap proyek-proyek infrastruktur yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dengan begitu, para pekerja profesional atau insinyur memiliki kesempatan untuk berkarya dan berinovasi. ''Ini bukan soal proteksi, tapi bagaimana memperkuat pelaku usaha domestik,'' ucapnya. (owi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketum PB PGRI Sebut SE Dua Menteri Kategori Penistaan
Redaktur : Tim Redaksi