jpnn.com, JAKARTA - Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menanggapi lamanya izin operasional Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dicabut.
Padahal, izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) ACT telah dicabut oleh Kementerian Sosial sejak 5 Juli 2022 lalu.
BACA JUGA: Bareskrim Usut Dugaan Penggunaan Perusahaan Lain sebagai Cangkang ACT
Lamanya pencabutan izin operasional ACT ini bahkan dibandingkan dengan restauran dan bar Holywings yang terkesan sangat cepat dicabut oleh Pemprov DKI.
Menurut Ariza, perbedaan ini lantaran dalam kasus Holywings sudah ada penetapan tersangka.
BACA JUGA: Bamsoet Minta PPATK Bongkar Semua Aliran Dana ACT
“Kalau Holywings kan kasusnya sudah tersangka, sudsh ditahan. Kesalahannya jelas. Kalau ini di kepolisian sendiri masih dalam proses,” ujar Riza di Balai Kota DKI, Kamis (14/7).
Walau begitu, karena izin PUB ACT sudah dicabut oleh Kemensos, maka operasionalnya juga telah berhenti.
BACA JUGA: Kasus ACT, Ahyudin dan Ibnu Khajar Kembali Diperiksa Hari Ini
Terlebih, saat ini rekening milik ACT juga telah dibekukan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
“Jadi prinsipnya ACT kan sudah tidak beroperasi lagi sesungguhnya,” kata dia.
Diketahui, untuk izin operasional ACT diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Informasi itu tercantum dalam laman resmi yayasan tersebut act.id. Izin operasional itu tertulis masih berlaku hingga 2024 mendatang.
"Yayasan Aksi Cepat Tanggap telah memiliki Izin Kegiatan beroperasi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui surat nomor 155/F 3/31.74.04.1003/-1.848/e/2019 yang berlaku sampai dengan 25 Februari 2024," bunyi keterangan di laman ACT.
Lembaga kemanusiaan tersebut mengalami gonjang-ganjing akibat adanya penyelewengan dana beberapa waktu lalu.
Dalam pemberitaaan yang diterbitkan majalah nasional, menyebutkan eks pendiri ACT Ahyudin mendapat gaji Rp 250 juta per bulan.
Selain itu, Ahyudin juga mendapat fasilitas operasional berupa satu unit Toyota Alphard, Mitsubishi Pajero, dan Honda C-RV.
Adapun untuk jabatan di bawah Ahyudin mendapat gaji dan fasilitas yang tak kalah mewah.
Para petinggi ACT mendulang cuan dari anak perusahaan itu. Selain itu, uang miliaran rupiah diduga mengalir ke keluarga Ahyudin untuk kepentingan pribadi, yakni pembelian rumah hingga pembelian perabot rumah.
Ahyudin bersama istri, dan anaknya pun disebut-sebut mendapat gaji dari anak perusahaan ACT.
Aliran dana oleh anak perusahaan itu pun diduga melanggar Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan.
Akibat dugaan penyelewengan donasi ini, Kementerian Sosial lalu mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) ACT. Yayasan ACT tak boleh lagi menggalang sumbangan.
Pencabutan itu tertuang dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap di Jakarta Selatan yang ditandatangani oleh Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi.
Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendy mengatakan pencabutan itu terkait adanya dugaan pelanggaran peraturan yang dilakukan oleh Yayasan ACT.
"Kami mempertimbangkan karena adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial sampai nanti menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut”, kata Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendy seperti dikutip di Jakarta, Rabu (6/7).
Namun, saat ini, kasus tersebut juga masih dalam proses di kepolisian. (mcr4/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Ryana Aryadita Umasugi