jpnn.com, JAKARTA - Ruang Presentasi Perpustakaan MPR, pada 20 September 2017, terisi penuh. Bahkan beberapa pegawai menambah kursi untuk tamu undangan yang tidak kebagian tempat duduk. Sebab acara yang digelar hari itu menarik, "Bincang dan Berbagi, Buku dan Musik", sebuah acara rutin "Wakil Rakyat Bicara Buku", membuat budayawan, sastrawan, dan peminat sastra dan budaya hadir.
Acara kerja sama antara Perpustakaan MPR dengan Penerbit Kakilangit Kencana itu menghadirkan anggota MPR dari Fraksi Partai Gerindra Muhammad Syafii, anggota MPR dari Fraksi Nasdem Akbar Faizal, dan penulis Noorca M. Massardi, Rayni N. Massardi, dan Jodhi Yudhono, yang buku-buku mereka, “Hai Aku", "Daun Itu Mati", serta "Paijo dan Paijah", hari itu dibedah.
BACA JUGA: HNW: Tidak Ada Tempat Bagi Komunisme di Indonesia
Sebelum dikupas, Kepala Biro Humas MPR Siti Fauziah dalam sambutan mengatakan salah satu tugas MPR adalah melakukan sosialisasi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Metoda sosialisasi itu disebut beragam dan acara yang rutin dilakukan di Perpustakaan MPR itu adalah salah satu bentuk sosialisasi.
“Sosialisasi Empat Pilar MPR bisa juga lewat puisi seperti acara pada hari ini,” ujarnya.
BACA JUGA: Kunjungi Pesantren, Zulkifli Hasan Ajak Santri Tidak Minder
Di hadapan para peserta bedah buku, Siti Fauziah mengatakan Perpustakaan MPR terbuka untuk umum.
“Kami mempersilahkan masyarakat untuk berkunjung ke Perpustakaan MPR,” paparnya. Dirinya mengharap semua kegiatan yang digelar di perpustakaan bisa memberi manfaat kepada masyarakat.
BACA JUGA: Mahyudin: Nilai-Nilai Empat Pilar Harus jadi Perilaku
Menanggapi acara yang demikian, Akbar Faizal mengatakan acara seperti ini diharapkan lebih sering diadakan. Menurutnya di gedung parlemen harus diisi dengan kegiatan-kegiatan kebudayaan.
Ia membandingkan gedung parlemen di Inggris dijaga seperti dahulu sehingga anggota parlemen di sana dalam bertutur kata menjujung tinggi kebudayaan.
“Untuk itu sering bikin acara, kalau perlu ada teater terbuka,” paparnya.
Kehadiran dua anggota MPR dalam acara itu untuk membacakan puisi. Sebelum membaca puisi, Muhammad Syafii mengatakan dirinya biasa membaca doa, ”sekarang disuruh membaca puisi,” ujarnya. “Jadi harap maklum bila puisi saya nanti seperti membaca doa,” tuturnya dengan tersenyum.
Pastinya Muhammad Syafii mengapresiasi acara itu. Dirinya mengakui mempunyai perpustakan pribadi. “Koleksi buku yang ada di antaranya karangan Rayni N. Massardi,” ungkapnya.
Dalam bedah buku dikupas, "Daun Itu Mati" karya Rayni N. Massardi merupakan "graphic short stories" mengisahkan 7 cerita pendek dan 20 puisi, di mana seluruh kisahnya memiliki benang merah perihal perjuangan manusia mengatasi ketakberdayaannya di tengah gempuran kekerasan hidup yang datang bergelombang. Hampir semua cerpen bernada gelap, menuturkan renungan terdalam batin manusia yang terpinggirkan. Buku ini dimaknai gambar-gambar atau ilustrasi karya Christyan A.S.
Sedang "Paijo dan Paijah" mengisahkan tentang keluarga urban yang datang dari Surabaya dan mencari penghidupan yang lebih baik di Jakarta. Pergumulan pantang menyerah dari sebuah keluarga kecil: bapak, ibu, dan anak semata wayang mereka.
"Hai Aku" merupakan karya kedua Noorca M. Massardi. Hadir dalam puisi ini adalah waktu yang bersandar pada Senin hingga Minggu.
Pilihan hari sebagai penanda "Hai Aku" tidak semata merujuk pada momen puisi alit itu diciptakan, melainkan juga menggambarkan pengalaman sang aku, lirik terkait peristiwa keseharian yang dialami sekaligus mengajak pembaca membangun asosiasi, segugusan citraan, cermin penghayatan sang creator pada kejadian terpilih.(adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketua MPR Ingatkan Pancasila Menolak Komunisme
Redaktur & Reporter : Friederich