Kacaukan Strategi KIM Plus, Putusan MK Bisa Dianulir dengan Perppu?

Rabu, 21 Agustus 2024 – 10:51 WIB
Ketua LBH Pelita Umat sekaligus Ketua Eksekutif Nasional BHP KSHUMI Chandra Purna Irawan. Foto: Dokpri for JPNN.com

jpnn.com - Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan berpendapat Putusan MK Nomor 60 dan No. 70, dapat dinilai mengacaukan strategi KIM Plus, misalnya untuk Pilkada Jakarta.

KIM Plus adalah sebutan untuk koalisi besar partai politik pendukung pemerintah yang terdiri 12 parpol.

BACA JUGA: PDIP seperti Dapat Durian Runtuh, Pendukung Anies Berpesta

Selain itu, putusan MK yang nomor 70 berpotensi membuat Ketua Umum PSI yang juga putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep batal maju di Pilkada Jateng.

"Untuk memulihkan kembali strategi KIM Plus, hanya ada satu jalan, yaitu pemerintah menerbitkan perppu untuk mengembalikan ambang batas (threshold) 20 persen," ujar Chandra di Jakarta, Rabu (21/8).

BACA JUGA: Putusan MK soal Pilkada Melambungkan Nama Fahri Hamzah di X

Menurut Chandra, bila pemerintah berani menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk menganulir Putusan Mahkamah Konstitusi (MK), maka secara kasat mata, terang benderang dilihat oleh masyarakat adanya kepentingan pribadi, kelompok dan partai.

"Dan dinilai tidak menghormati Putusan Mahkamah Konstitusi," ucapnya.

BACA JUGA: Anies Baswedan Pilihan Rasional Bagi PDIP di Pilkada Jakarta

Chandra sendiri tidak kaget jika perppu itu keluar untuk menganulir Putusan MK. Sebab, itu adalah watak demokrasi.

Dia mengatakan bahwa demokrasi itu sistem ilusi dan terdapat celah yang digunakan untuk menciptakan pemerintahan yang kuat atau absolut atau membuka pintu oligarki, yaitu Koalisi.

Sementara menurut William Blum menyatakan ”Demokrasi: Ekspor Amerika paling mematikan”.

Andreas Schedler, ahli politik Center for Economic Teaching and Research di Mexico City, menelaah gejala electoral authoritarianism.

Chandra menyebut bahwa Andreas menyatakan electoral authoritarianism yaitu rezim yang menyelenggarakan pemilihan umum, tetapi pemilu hanya jadi alat terus berkuasa.

"Pemilu dimanipulasi sedemikian rupa agar penguasa ini terus punya pengaruh. Rezim membunuh demokrasi dengan cara-cara demokratis. Ini disebut dengan electoral authoritarianism," tuturnya.

Chandra mengingatkan bahwa kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut (power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely).

"Aturan formal dimanfaatkan untuk melegitimasi penyelewengan kekuasaan. Kondisi tersebut menyebabkan tidak adanya ruang kompetisi yang seimbang (uneven playing field)," ujar Chandra.(fat/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler