jpnn.com - Kolumnis kondang Dahlan Iskan menilai gempa bumi datang lebih cepat dari skenario siapa pun. Namun, ini sial gempa politik.
"Episentrum gempa kali ini di Mahkamah Konstitusi. Ini memang gempa politik: MK, kemarin pagi, membuat putusan yang menjungkirbalikkan skenario para sutradara politik," demikian Dahlan dalam esainya berjudul Gempa MK, dikutip pada Rabu (21/8).
BACA JUGA: Putusan MK soal Pilkada Melambungkan Nama Fahri Hamzah di X
Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) memutus perkara No 60 /PUU-XXII/2024 terkait UU Pilkada yang intinya menyatakan syarat ambang batas perolehan suara partai politik untuk bisa mendaftarkan calon gubernur maupun bupati/wali kota dibuat sama dengan persyaratan calon independen.
BACA JUGA: Putusan MK Bikin PDIP Bisa Berlayar di Pilkada Jakarta, Chandra Singgung Nasib Kaesang Bin Jokowi
Untuk kota seperti Jakarta, syarat itu diturunkan tinggal 7,5 persen. Dari sebelumnya: 20 persen. Itu karena penduduk Jakarta yang terdaftar sebagai pemilih antara 6 sampai 12 juta.
Menurut Dahlan, putusan MK itu membuat partai seperti PDI Perjuangan tiba-tiba bernafas lagi. PDIP bisa mengusung sendiri cagub DKI Jakarta, tanpa harus koalisi dengan partai lain.
BACA JUGA: Anies Baswedan Pilihan Rasional Bagi PDIP di Pilkada Jakarta
PDI Perjuangan juga tidak mungkin berkoalisi dengan parpol lain. Selama ini partai banteng sangat pusing: ditinggal sendirian oleh koalisi multipartai.
Partai berlambang banteng moncong putih itu terpojok tanpa teman. Tanpa punya peluang mengajukan calon di Pilkada Jakarta. Namun semua berubah dengan putusan MK.
"Putusan MK kemarin itu membuat PDI Perjuangan seperti dapat durian runtuh. Durian kasta Balai Karangan pula –seperti yang Sabtu lalu saya lahap di Pontianak," lanjut Dahlan.
Kehebohan juga terjadi di pihak Anies Baswedan. Terutama, pada pendukung mantan gubernur DKI Jakarta yang juga Capres RI pada Pilpres 2024.
"Mereka, malam tadi, seperti pesta tahun baru. Terutama setelah mendengar PDI Perjuangan pasti mencalonkan Anies. Dipasangkan dengan mantan wali kota Semarang yang sangat berprestasi: Hendrar Prihadi," tutur Dahlan.
Hendrar adalah salah satu dari tiga kepala daerah yang memikat hati Presiden Jokowi. Karena itu, Hendrar diangkat sebagai kepala LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) –menggantikan Abdullah Azwar Anas yang diangkat sebagai menteri Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi.
Menurut Dahlan, dua bupati lainnya adalah: Abdullah Azwar Anas sendiri dan Bupati Kulon Progo dr Hasto Wardoyo. Jokowi mengangkat dr Hasto menjadi kepala BKKBN. Tiga kepala daerah berprestasi itu dari PDIP.
Gempa politik ini tidak hanya terjadi di Jakarta. Pun di Jawa Tengah. Akibat putusan MK, kata Dahlan, putra ketiga Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, tidak bisa dicalonkan sebagai wakil gubernur Jateng –rencananya berpasangan dengan jenderal polisi bintang dua Ahmad Luthfi.
Dahlan pun mempertanyakan apakah masih ada peluang KPU tidak melaksanakan putusan MK ini? Mengapa KPU masih akan konsultasi dengan DPR –terkait dengan putusan MK kemarin?
"Tidak ada peluang untuk menunda. Harus langsung dilaksanakan," tulisan Dahlan mengutip jawaban Prof Dr Yusril Ihza Mahendra, mantan menkumham dan mensesneg yang juga ahli hukum tata negara.
"Kecuali putusan MK menyebut kapan mulai berlakunya. Karena tidak menyebut itu maka harus mulai berlaku sejak diucapkan," Dahlan mengutip lanjutan jawaban Yusril.
Hal senada juga disampaikan Prof Mahfud MD. "Harus berlaku sejak diucapkannya pukul 09.51, Selasa, tanggal 20 Agustus 2024," Dahlan mengutip pernyataan Mahfud.
Putusan MK ini begitu tiba-tiba, padahal pendaftaran calon gubernur, bupati dan wali kota pada Pilkada serentak 2024 tinggal 7 hari lagi.
"Maka akan banyak partai di berbagai daerah yang tiba-tiba bisa jualan lagi rekomendasi," ucap Dahlan dalam esainya.
Pendapat Fahri Hamzah soal Putusan MK
Dahlan juga menulis respons Partai Gelora terkait putusan MK tersebut.
Bagi Partai Gelora sebagai salah satu penggugat, sebenarnya tidak ada kaitan gugatannya itu dengan Pilkada.
"Gugatan itu kita ajukan bulan Mei lalu. Jauh setelah Pemilu," tulisan Dahlan mengutip perkataan Fahri Hamzah, wakil ketua umum Partai Gelora.
Dahlan menghubungi Fahri malam tadi. Dia ingin tahu perasaan partai itu, terutama terkait dengan keikutsertaannya dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) –yang untuk Pilkada Jakarta menjadi KIM Plus.
"Apakah Partai Gelora akan dianggap tidak sejalan dengan KIM Plus?" tanya Dahlan kepada Fahri.
"Seharusnya tidak. Gugatan ini kan baik bagi demokrasi," begitu jawaban Fahri.
Konon ketika mengajukan gugatan dulu alasannya hanya satu: "agar semua suara di Pemilu dihargai. Hanya itu. Tidak menyangka putusan MK sampai mengatur detail begitu."
Penggugat satunya lagi adalah Partai Buruh. Dua gugatan itu diajukan terpisah. Sendiri-sendiri. Oleh MK disidangkan secara bersamaan.
Pun soal gugatan lain tentang umur calon kepala daerah. Ada enam gugatan soal ini. Diajukan sendiri-sendiri. Tanpa saling tahu.
Mereka antara lain Wahyu Rea dan Aufaa Luqmana Rea. Itu anak nomor dua dan nomor tiga dari pengacara Boyamin Saiman dari Solo.
"Anda sudah tahu Boyamin: anak sulungnya, Almas Tsaqibbirru, pernah menggugat ke MK dan juga dikabulkan. Gugatan anak sulung Boyamin itulah yang membuat Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Jokowi, memenuhi syarat maju menjadi calon wakil presiden," tutur Dahlan.
Sementara anak nomor dua dan tiganya Boyamin, ganti membuat putra Presiden Jokowi lainnya, Kaesang yang gagal memenuhi syarat sebagai calon wakil gubernur Jateng.
"Calon kepala daerah, menurut putusan MK kemarin, minimal harus 30 tahun (saat penetapan calon). Kaesang baru berusia 30 tahun pada 25 Desember 2024," tulisan Dahlan.(disway/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Persis Skenario, Jokowi Sudah Mengganti Orangnya Megawati, Selanjutnya
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam