jpnn.com, OGAN KOMERING ULU - Ratusan kepala desa ( kades) di Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan, meminta gaji mereka dinaikkan.
Gaji mereka selama ini Rp2.400.000 per bulan dan minta naik menjadi Rp4.000.000 per bulan, dengan alasan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
BACA JUGA: OTK Catut Nama Kapolsek, Minta Uang Rp50 Juta untuk Bebaskan Kades Tersangka Narkoba
Ketua Forum Kepala Desa (FKD) Ogan Komering Ulu (OKU), Flando di Baturaja, Kamis (18/2) mengatakan, sangat kecewa dengan Dinas PMD OKU karena belum mengakomodir keinginan para kades yang meminta kenaikan gaji atau tunjangan.
“Kami kecewa karena keinginan kami tidak terakomodir, sampai hari ini kami belum mendapatkan kejelasan dari pihak PMD," katanya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Ruang Badan Anggaran DPRD OKU bersama pihak terkait.
BACA JUGA: Keterlaluan, Oknum Kades Diduga Potong BLT Dana Desa, Banyak Banget
Ratusan kades di OKU mengancam melepas cupu dan akan menunda APBDes sampai ada kejelasan terkait tuntutan kenaikan gaji tersebut.
Ketua DPRD OKU, Marjito Bahri, mengatakan terkait hal tersebut Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) akan membuat formulasi untuk mengakomodir kenaikan tunjangan kades.
BACA JUGA: Kompol Yuni Purwanti Pernah Punya Utang Rp340 Juta, Sebegini Hartanya
“Kemudian disampaikan di Banggar dan nanti DPRD yang akan memutuskan,” kata Marjito.
Ditambahkan Marjito, berdasarkan informasi dari Kabag Hukum Setda OKU bahwa untuk kenaikan tunjangan kades ini bisa diambil 10 persen dari pajak agar dikontribusikan kepada kepala desa.
“Saya pikir tidak ada masalah. Tinggal kemauan TAPD sendiri untuk menggodok itu,” kata dia.
Sementara itu, Kepala Dinas PMD OKU, Ahmad Pirdaus, menerangkan, terkait usulan kenaikan tunjangan atau gaji ini pihaknya sifatnya hanya mengusulkan saja.
“Kita (Dinas PMD OKU) hanya mengusulkan, nanti yang membahasnya di Banggar,” tegasnya.
Hanya saja, lanjut dia, sesuai aturan efisiensi insentif RT/RW dan BPD untuk mengakomodir kenaikan tunjangan kades ini agar tidak lebih dari 30 persen sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 11 tahun 2019.
“Sekarang ini sudah lebih dari 30 persen, makanya kami butuh dana tambahan untuk menormalkan itu agar tidak lebih dari 30 persen,” jelas Pirdaus. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo