jpnn.com, BANTEN - Polda Banten menetapkan empat tersangka kasus korupsi di Pemkab Serang, yakni mantan Kadis Lingkungan Hidup Pemkab Serang SP alias Budi (61), Kabid Sampah dan Taman sekaligus PPK insial TM alias Toto (47), Camat Petir AH alias Asep (57), dan Kepala Desa Negara Padang TE alias Toton (48).
Para tersangka sampai memalsukan SK Bupati untuk mengorupsi anggaran pengadaan lahan stasiun peralihan akhir (SPA) sampah pada Dinas Lingkungan Hidup (LH) Kabupaten Serang.
BACA JUGA: Tak Segan Sikat Korupsi di BUMN, Erick Thohir Dinilai Layak Pimpin Indonesia
Kabid Humas Polda Banten Kombes Shinto Silitonga mengatakan awalnya pihaknya menerima laporan sejak Oktober 2021 lalu.
Dari situ, penyidik telah memeriksa 32 saksi yang terdiri dari 25 orang saksi dari pihak Dinas LH, pihak desa, dan kecamatan, serta tujuh orang dari pemilik lahan.
BACA JUGA: Terpidana Korupsi yang Masuk DPO Kejari Aceh Singkil Dibekuk Kejagung di Jatim
"Penyidik juga telah melakukan pemeriksaan terhadap empat ahli, yaitu perbendaharaan negara, auditor, pidana, dan hukum tata negara," terang Shinto Silitonga.
Kemudian, sesuai dengan fakta-fakta hukum yang telah dikumpulkan penyidik, diketahui modus para tersangka dalam melakukan korupsi ini antara lain memalsukan SK Bupati No. 539 pada 11 Mei 2020 untuk pengadaan lahan SPA yang awalnya di Desa Mekarbaru.
BACA JUGA: 2 Honorer di Kemendag Diperiksa terkait Korupsi Impor Baja
Namun karena ada penolakan warga kemudian lokasi diubah ke Desa Negara Padang Kecamatan Petir, Kabupaten Serang dengan menggunakan SK Bupati yang sama.
Kemudian, para pelaku juga menaikkan biaya pengadaan lahan dengan disparitas lebih dari 300 persen dari harga yang dibayarkan kepada pemilik lahan senilai Rp 330 juta.
"Padahal, dibayarkan oleh Pemda Serang sebesar Rp 526.213 per meter sehingga harga keseluruhan tanah 2.561 meter untuk lahan SPA tersebut sebesar Rp 1.347.632.000 dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 1.017.623.000," jelas dia.
Selain itu, kata Shinto, pada pelaku juga mentransfer biaya pembayaran lahan tidak langsung kepada pemilik lahan. Para tersangka mentransfer melalui anggota sindikasi tersangka yang menjabat sebagai kepala desa.
Eks Kasat Reskrim itu juga menyampaikan pemilik lahan tidak pernah dilibatkan dalam tahap sosialisasi, hanya tampil saat penandatangan peralihan hak atas bidang tanah SHM No. 01890 atas nama Ajali seluas 2.561 m2 di kantor desa dan di kantor Kecamatan.
"Adapun barang bukti yang telah dilakukan penyitaan oleh penyidik berupa dokumen-dokumen terkait pengadaan lahan, bukti pengiriman uang dan juga penyitaan uang hasil kejahatan dari para tersangka senilai Rp 300 juta," kata Shinto Silitonga.
Atas perbuatannya para tersangka dikenakan sanksi pidana secara berlapis sesuai Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 jo Pasal 12 huruf i UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman pidana 20 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Pada hari ini, para tersangka dan barang bukti akan dilimpahkan ke JPU di Kejaksaan Tinggi Banten karena perkara sudah dinyatakan lengkap (P21) dan siap untuk segera diajukan ke persidangan.
Shinto menambahkan sejak awal Kapolda Banten Irjen Rudy Heriyanto telah berkomitmen untuk menindaklanjuti secara tegas temuan tindak pidana korupsi di wilayah hukumnya.
Rudy menginstruksikan para penyidik untuk tidak perlu ragu menindak para koruptor dengan pasal berlapis dan memiskinkan tersangka dengan menyita aset-aset hasil korupsi. (tan/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Bongkar Kasus Korupsi Helikopter AW-101, Dua Jenderal TNI AU Diduga Berhubungan dengan Tersangka
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga